Andai jika ia bisa..
Dia hanya ingin mengulang waktu, membuat gadis itu berjanji untuk terus bersamanya, namun dia pun juga tau, dia sendiri tidak pernah menepati janjinya.
Pria itu tersandar, berdiri memandang jauh khayalannya. Tangannya masih setia memegang gagang telepon. Gema nyaring jalanan terasa senyap di dalam telepon umum itu. Riuh kendaraan bising baginya hanya frekuensi bisu yang berusaha menggagalkan usahanya.
Menggapai lagi cintanya.
Sekali lagi, ia menempelkan benda merah itu ke telinganya. Suara tut putus-putus mendengung. Masih nomor yang sama, tujuan yang sama, orang yang sama.
Tak ada sahutan, ia kembali menekankan telunjuknya pada petak nomor yang berjejer.
Akhirnya, telepon berdering...
1999, 9¾
Di stasiun King's Cross, Hogwarts Ekspres tampak sudah mengepulkan asap dari cerobongnya. Daphne tersenyum tipis memandang tempat ia sekarang. Setahun lagi, usai sudah pendidikannya di Hogwarts. Setelah perang berakhir, yah. Dia bahagia dengan status keluarganya berdiri di pihak netral kala itu. Karena jika saja mereka juga termasuk bagian dari Death Eater, dia mungkin enggan untuk menapakkan kaki di sana. Orang-orang pasti mengucilkannya.
Tapi, bagiamana dengan Draco. Apa pemuda itu siap untuk kembali? Daphne kadang kerap bertanya-tanya bagaimana keadaan teman-temannya sekarang. Karena semenjak perang, dia tidak pernah melihat satu orang pun dari mereka.
Semoga semuanya baik-baik saja.
"Daphne," Daphne menoleh dan mendapati adiknya, Astoria sepertinya kesusahan mendorong troli dengan banyak sekali barang di muat di dalamnya.
"Astaga, Tori. Hogwarts punya jutaan buku, dan kau masih ingin membaca ini semua?" heran Daphne tak habis pikir dengan jalan pikiran adiknya yang kutu buku ini. Sebagian keranjang juga terisi dengan perlengkapan sihir.
Astoria hanya tersenyum memperlihatkan gigi. Dia kemudian merogoh dari puluhan buku-buku itu dan mengambil satu yang agak kecil namun tebal. "Ini" ia menyerahkannya pada Daphne.
Mata Daphne melebar saat membaca judul dari buku tersebut.
"A Quidditch Hero"Daphne tak bisa menahan bibirnya untuk tidak tersenyum. "Oh Tori" ia memeluk Astoria yang di balas dengan erat oleh adiknya itu. "Darimana kau dapatkan buku ini?" tanyanya saat pelukan mereka terlepas. "Buku cerita ini sudah sangat lama. Tak ada yang mencetak ataupun menjualnya lagi." Ia sudah sangat lama mengidamkan buku itu, terlebih ia sangat hobi quidditch "Katakan, kau dapat dari mana?"
"Tadi aku ke toko Sakti Weasley. Mereka menjual barang-barang keluaranan lama juga"
Daphne mengangkat kedua alisnya. "Kau ke Diagon Alley sendirian? Mengapa kau tidak mengajakku?" katanya sedikit cemberut.
Astoria terkekeh kecil. "Maaf" pintanya. "Sebentar lagi kereta akan berangkat. Kau tidak masuk?"
"Kau duluan saja. Aku ingin beli kopi dulu" jawab Daphne sekarang menatap bukunya dengan senyum lebar. Dia sudah membayangkan nikmat ketenangan membaca buku dengan minum kopi nanti.
"Oh begitu. Ya sudah, aku duluan" ujar Astoria sambil berlalu mendorong trolinya.
Daphne melihat arlojinya sebentar sebelum melangkahkan kakinya untuk mencari kedai kopi terdekat di sini.
Tak butuh waktu lama, ia sudah menemukan gerai yang menjual aneka kopi bahkan beberapa cemilan ringan. Dia memesan satu cup White Coffe dan sebungkus biskuit almond.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bring and read (Harry Potter and Another One-shoot)
أدب الهواةSekumpulan one shoot/series Harry Potter dan tokoh-tokoh lainnya. I'm Potterhead and I love them. Draco_Hermione Harry_Ginny Theo_Luna Ron_Pansy Other...