Rindou berjalan di koridor sekolah, manik matanya terpaku pada satu arah dimana ada seseorang yang dikenalnya sedang mengobrol dengan teman-temannya.
"Dia--"
Orang disana meliriknya. Balik-balik, Rindou berjalan ke arah sebaliknya sebelum hal buruk terjadi.
"Rindo!!"
Ahh sial... Dia terkejar.
Dia tersenyum, "Hai Sanzu Haruchiyo~" tak ikhlas.
"Aku dah bilang, kamu boleh--"
"Loh, kok pake ‘aku kamu’" rin menyela.
"Terserah gue lah, intinya lu bisa panggil nama aja, gak usah selengkap itu" jelas nya. Bukannya apa, Sanzu hanya takut jika ada yang curiga, pasalnya Rindou selalu memanggilnya dengan seluruh namanya, seorang yang berhubungan tidak mungkin seperti itu kan.
Rindou mengangguk. "Sanzu"
"Haruchiyo!" tegas Sanzu.
"Chiyo??" kata Rindou dengan wajah polosnya.
"Eh kok geli, Sanzu aja deh" rasa geli muncul dalam diri Sanzu ketika dia dipanggil ‘Chiyo’ oleh Rindou. Kesannya seperti anak-anak, dia membenci hal imut kecuali Rindou.
"Gak tau dah" Rindou melengos pergi.
"Rin—"
"Haruchiyo~"
Sanzu menoleh. "Emma?"
"Hari ini jalan yuk" ajak Emma padanya.
"Gak boleh..." Rindou berdiri disamping Sanzu.
Emma menatapnya. "Apa!"
"Apa juga!!" Rin tak kalah dinginnya.
"Kamu siapa sih?! datang-datang jadi murid baru dan tiba-tiba jadi pacarnya Haruchiyo, aku udah lebih lama disisi dia dan malah kamu yang jadi pacarnya"
Rindou membatin, "Kamu fikir aku mau? Enggak ya!" dia memandang risih Sanzu. Lihat saja, Sanzu mencari-cari kesempatan untuk menggenggam tangannya.
Rindou yang selalunya menunduk kini terangkat dan ekspresi setengahnya menjadi sepenuhnya. "Terus? Kalo dia... Cintanya sama aku gimana hah?" Rindou begitu mendalami perannya.
"Pembohong" batin Sanzu sambil melirik Rindou, menurutnya yang suka duluan itu Rindou dan bukan dia.
"Dia gak cinta sama kamu, dia cuma kasihan sama kamu karena kamu itu ga– akhh..."
"Mau ngomong apa?!!" Rindou mendorongnya cukup kuat sampai-sampai Emma terjatuh kebelakang.
Setelah Emma pergi, Rindou merasa tersiksa dibagian pencernaannya sesegera mungkin dia berlari ke toilet sebelum ada yang jatuh berceceran. "Aman gak Rin? Nih aku bawain obat dari UKS" kata Sanzu dari luar toilet.
"Sial, dia kenapa pake ke sini segala sih bukannya masuk kelas. Ada bom beruntun yang mau keluar nih, bahaya kalo dia denger" batin Rindou, mulas sekali. Jika diingat-ingat kembali mungkin ini karena sarapan paginya yang berantakan dan dia yang tergencrok mobil.
"Aku minta izin ke guru ya, biar kamu bisa pulang"
"Gak... Perlu... Aku bisa... ughh anjir mau keluar lagi... Sendiri kok" sahut Rindou dari dalam toilet, dia berjuang keras untuk berbicara sambil menahan suara gemuruhnya.
Beberapa waktu kemudian.
"Istirahat aja gak usah ngapa-ngapain, kalau bosen tinggal bayangin muka aku aja" Sanzu membukakan pintunya saat Rindo masuk kemudian menutupnya kembali.
"Dan diwaktu bersamaan saat membayangkanmu, mulesku kambuh lagi" batin Rindou.
"Pak, jangan ngebut-ngebut ya, AC nya jangan terlalu dingin ntar dia beku kan gak lucu, kalau lampu merah berhenti ya, terus jangan lupa selalu tengok spionnya. Jangan diajak ngomong ya soalnya pacar saya gak suka sama orang banyak omong, dia aja gak suka sama saya" katanya kepada supir taksi yang mengantarkan Rindou.
"Ni orang bawaannya emang pengen ditebas deh kayaknya" Rindou merasa deja vu.
Sesaat setelah mobil berjalan "Pacarnya perhatian banget ya Neng" kata supir taksi itu.
"Yakin panggil aku ‘Neng’?" sahut Rindou sedatar mungkin, membuat suaranya terdengar berat-berat basyah hiyaaa kok aku bisa bayangin sih avv halwuu>< /plak
Ahh... Hanya seorang diri di rumah, Rindou membuka jendela kamarnya kemudian berbaring ditempat tidurnya. Keheningan seperti inilah yang dia sukai. "Foto yang buruk" katanya melihat lock screen nya. Itu adalah foto bersama antara dia, ran, sanzu dan mitsuya.
Tak lama terdengar suara ketukan pintu dari depan, Rindou pun berjalan keluar dan membukakan pintunya, terkejut sekali dia melihat siapa yang datang mengunjunginya. "Bunda?" Rindou tersenyum sumringah dan langsung memeluk orang yang dipanggil ‘bunda’ olehnya itu.
"Papi? Gak kangen sama papi nih?"
"Rindo kangen keduanya" Rin memeluk kedua orangtuanya yang sangat dirindukannya itu.
"Kau tidak sekolah?" tanya Papi nya dan Rindou hanya bisa tersenyum dengan polosnya.
-
"Dia emang gak segan-segan sama orang, tanganku aja dipatahin gara-gara gak sengaja nyentuh dia malam itu, padahal cuma mau bebasin dia dari arwah" Sanzu bercerita kepada Chifuyu tentang apa yang terjadi barusan.
"Menurutku itu respon yang wajar dan kalau itu terjadi padaku, tidak akan berhenti ditanganmu saja, ku bunuh sekalian" balas Chifuyu tanpa beban.
Sanzu menghantamnya dengan buku. "Lah mati dong" katanya.
Chifuyu sedikit tertawa, "Tapi... ‘arwah’ apa?"
"Pas malam itu Rin kayak dikerumuni aura negatif gitu, mungkin itu arwah penasaran, jadi aku berniat untuk bebasin dia gitu" jelas Sanzu, pada malam itu aura negatif begitu mencolok.
"Arwah penasaran? yeee itu sih arwah mesum anda" Chifuyu merutukinya.
"Fitnah"
"Heh! Mana ada orang bebasin arwah pake megang anu segala" Chifuyu menudingnya.
"Belum lagi posisi Rindou yang mabuk dan kamu pasti cari kesempatan untuk pegang-pegang organnya, untung aja Rindou bukan orang yang gampang mesum, kalau enggak pasti dia minta di genjot" lanjutnya.
"Dih... Belum juga gitu, udah dituduh macem-macem aja" Sanzu membantah.
"Kalau emang mau gituan, ayo simulasi sama aku dulu" Chifuyu berdiri dari kursinya.
Sanzu tak faham. "Simulasi apaan?" dia bertanya agar mendapatkan penjelasan yang lebih lengkap.
Chifuyu tersenyum. "Seks"
to be continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
Chotto Matte!
Fanfiction"siapa kau, melarangku begitu" -rindou "aku kan pacarmu" -sanzu "..." -rindou Rindou terikat status gila yang dibuat-buat oleh 'sanzu' si orang asing yang tak memiliki otak normal. Dia tidak menolak karena kasihan, tapi disisi lain dia juga tertekan...