3

3.9K 375 54
                                    

Selama rapat berlangsung, Sakura tidak dapat memfokuskan pikirannya. Dirinya merasakan canggung yang teramat sangat. Apalagi saat suaminya duduk tepat disebrangnya. Ia tidak dapat menahan rasa malu yang menguar dari dirinya sendiri. Bayangan sentuhan tadi malam benar-benar mengganggu kepalanya. Dan selama rapat berlangsung, sebisa mungkin ia tidak menatap wajah datar milik suaminya.

Dirinya baru bisa bernafas lega saat rapat telah selesai dan Sasuke pergi berlalu begitu saja tanpa menyapanya. Ya, untuk apa ia mengharapkannya mengingat pernikahan mereka memang belum dipublikasikan.

Menggelengkan kepalanya, ia harusnya sadar diri karena pernikahannya bukanlah kemauan dirinya dan Sasuke. Jadi, apa yang ia harapkan? Bibirnya mendecih miris apalagi pernikahan mereka baru diketahui oleh keluarga dan orang terdekatnya saja.

"Miss Haruno?"

Suara bass bossnya menyadarkannya ke dunia nyata. Ia menoleh dan menemukan Yahiko tengah menatapnya dari jarak yang terbilang tidak begitu jauh. Sontak saja ia memundurkan wajahnya. Kaget.

"I-iya, Mister?"

Yahiko beringsut mundur dengan tatapan menyelidik dan tajam.

"Saya paling tidak suka dengan karyawan yang tidak focus saat bekerja."

Sakura berdiri dan membungkukkan tubuhnya sembilan puluh derajat--- meminta maaf karena keteledorannya.

"Maaf, Mister."

Yahiko menatapnya datar. Dengusan pelan keluar dari celah bibirnya yang kecoklatan.

"Jangan diulangi. Mana hasil rapat yang telah berhasil kau revisi?"

Sakura lega karena Bossnya tidak marah. Ia kemudian mengambil map kuning yang berada disamping komputer dan memberikannya kepada Yahiko.

"Ini, Mister."

Setelah menerimanya, Yahiko langsung masuk ke dalam ruangannya tanpa mengeluarkan sepatah katapun--- membuat Sakura menghela nafas lega dan ia pun kembali duduk di kursinya.

"Ya, Tuhan."
Ucapnya lega sembari memegang dadanya yang masih bereuforia. Untung saja.

ººº

Sakura mengetuk pintu rumah utama. Hari sudah sore, sudah pukul enam lebih lima belas yang mana, pasti Bibi Chiyo telah pulang ke rumahnya karena jadwal wanita itu sudah berakhir sejak setengah jam yang lalu. Cukup lama ia terdiam disana. Biasanya, wanita yang tengah mengandung itu akan selalu siaga membukakan pintu. Namun, sekarang kemana perginya sahabat lavendernya itu?

Merapalkan kata maaf didalam hati, ia membuka pintu utama yang memang tak terkunci. Langkahnya menuntunnya untuk pergi ke kamar Hinata--- mencari keberadaannya.

Enam kali ketukan ia lakukan pada pintu kamar Hinata namun alunan suara wanita itu sama sekali belum terdengar. Sekali lagi merapalkan kata maaf, ia membuka handle pintu yang lagi-lagi tidak dikunci. Baru sedikit daun pintu itu terbuka, suara muntahan yang berasal dari kamar mandi mengusik indera pendengarannya.

Ia pun langsung berlari menghampiri Hinata dan maniknya melebar saat menemukan wanita itu tengah menunduk lemas diatas meja wastafel.

"Hinata, kau tak apa?"

Sakura memijit tengkuk Hinata dan memandang sendu sisi wajah wanita itu. Tangannya yang bebas mengelap dahinya yang berpeluh basah.

"Aku baik, Saki. Hanya sedikit mual dan pusing."

Cengkraman tangan Hinata di sisi-sisi wastafel mengerat saat wanita itu mengeluarkan cairannya lagi. Sakura terus memijit tengkuk Hinata dan mengumpulkan rambut panjangnya yang menjuntai menjadi satu.

Istri KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang