Tangis Daisuke pecah. Wajah bulat pria kecil itu semakin memerah dengan bulir basah yang memenuhi sudut maniknya yang menutup--- membuat Sakura yang tengah berada di kamar mandi segera bergegas menghampiri putranya yang berada di gendongan Sasuke lantas menimangnya. Tak lupa, ia berikan bisikan-bisikan menenangkan yang sontak saja terekam di netra Sasuke yang telah duduk di sofa single satu-satunya di ruangan itu.
Bak mendapatkan kehangatannya kembali, tangis Daisuke pun perlahan berangsur mereda. Melihat hal itu, Sasuke yang sebelumnya sedikit panik kini juga mulai lega.
"Kamu haus, sayang?"
Sakura meringis saat nipplenya yang hangat dimasuki mulut panas Daisuke. Kenyotan Daisuke masihlah lemah namun Sakura bersyukur putranya itu sudah mau meminum asinya walaupun tak sebanyak saat bayi itu sehat. Setidaknya, pria kecilnya itu sudah mendapatkan energi yang memang tubuhnya butuhkan mengingat kemarin, Daisuke hampir tak menyentuhnya sama sekali.
Hatinya menghangat. Demam yang bersarang ditubuh pria kecilnya itu sudah tak sepanas tadi malam namun beberapa kali tangisannya masih mengudara.
"Makanlah sebentar, biar Daisuke aku yang gendong."
Sakura berbalik--- menatap ragu sang suami yang entah sejak kapan berjarak dekat dengan posisinya. Sekarang sudah hampir pukul 1.30 dan ia melewatkan jam makan siangnya.
Ia kembali melihat Daisuke yang mulai tenang. Dengan sayang, ia usap air mata yang tertinggal di sudut matanya. Sungguh, Sakura tak yakin jika Daisuke akan kembali menangis jika lepas dari pelukannya. Tapi, mungkin setelah meminum asinya, pria kecil itu akan tenang.
Mencoba menyakinkan diri sekali lagi, kepala merah jambunya mengangguk pelan. Ia akan menyerahkan tubuh pria kecil itu namun tangisan kencanglah yang kembali mereka dapatkan.
Sasuke lantas mendesah lelah. Ia baru tahu jika pelukan Sakura adalah obat terbesar tangisan Daisuke. Memijit pelipisnya pelan, ia pun keluar--- meninggalkan Sakura yang menatapnya gamang.
©©©
Sakura memandangi Daisuke yang terlelap. Bibir bayinya itu terlihat kering dan pucat. Ya Tuhan, hatinya tersentil ngilu. Ia tak bisa membayangkan bagaimana rasanya bayi sekecil ini akan merasakan sakitnya. Entah apa yang dirasakannya? Pusingkah? Ngilukah? Ia tak tahu dan ia meringis membayangkannya.
Kemarin setelah pulang dari apartemen, tubuh Daisuke tiba-tiba panas untuk pertama kalinya. Tentu saja, ia panik dan langsung membawa Daisuke ke rumah sakit untuk mengecheck keadaannya. Untung saja, bayinya itu hanya mengalami demam biasa. Cuaca akhir-akhir ini memang kadang tak menentu. Mungkin faktor itulah yang membuat Daisuke terserang demam.
Dan disinilah mereka sekarang. Daisuke sama sekali tak ingin turun dari pangkuannya. Ia sedikit meringis saat Sasuke kembali menyuapkan sesendok nasi ke dalam mulutnya yang terbuka. Terhitung sudah tiga per empat makanan yang berhasil pria itu masukkan kedalam mulutnya.
"Maaf merepotkanmu, Sasuke."
Suara Sakura melirih sesaat setelah ia mengunyah makanan yang berada di mulutnya.
Sasuke yang tengah menyendok nasi terhenti. Kelereng hitamnya menyoroti wajah Sakura yang sedikit kacau. Ia ingat bagaimana paniknya wanita itu saat Daisuke terus merengek dan menolak asinya. Melihatnya, ia malah mengingat ekspresi ibunya tatkala ia terserang tifus, dulu. Benar-benar sama persis.
Ia tak menyangka, Sakura yang bukan ibu kandung Daisuke bisa menyanyangi putranya itu seolah mereka adalah seorang ibu dan anak kandung."Harusnya aku yang meminta maaf."
Dia memandang Daisuke sendu. Telapak tangan besar itu lantas menangkup dahi Daisuke--- mengelus pelipis pria kecil itu dengan jempolnya intens.
"Jika tak ada kamu, entah bagaimana jadinya kami."
Sakura yang semula memandang sisi wajah Sasuke tersentak saat maniknya bertemu dengan manik hitam milik suaminya. Lagi, perasaan berdesir terus saja merambah di ulu hatinya saat menatap kelereng hitam yang entah kenapa seakan menyedotnya. Ia tak bohong jika Uchiha yang kini menyandang predikat sebagai suaminya itu sangatlah rupawan.
Ah, jangan sampai pipinya memerah karena ketahuan sempat mengagumi sosok suaminya yang ia baru tahu bahwa dia cukuplah pengertian walaupun samar akan keromantisan.
"Ingin tambah?"
Sakura menggeleng. Sungguh, memikirkan sikap Sasuke akhir-akhir ini seringkali membuatnya panas dingin. Apakah pernikahan mereka mulai menunjukkan titik masa depan yang cerah?
©©©
Kegelapan mulai memeluk cahaya senja. Setelah meminum obatnya, Daisuke mulai terlelap walaupun masih diiringi dengan rengekan.
Sasuke yang kembali menyuapinya untuk yang kedua kalinya, masuk ke dalam kamar dengan beberapa berkas pekerjaan. Tubuhnya yang terbaring di ranjang besar, menghadap lurus Sasuke yang nampak serius dengan laptopnya. Pekerjaan suaminya itu terpaksa dibawa ke rumah sebagian karena kondisi Daisuke yang memang memprihatinkan.
Wajah datar yang dihiasi dengan kacamata anti radiasi kini terlihat tampan. Ck, Sakura berhenti mengagumi sosok itu.
"Mau kuambil kan sesuatu?"
Bisiknya lirih sembari melepaskan pelukannya pada tubuh Daisuke hati-hati.Sakura mengancingkan kemejanya lantas beranjak dengan perlahan. Ia sama sekali belum melayani Sasuke seharian ini. Mendapati meja yang digunakan suaminya itu kosong, ia berinisiatif membuatkan sesuatu untuk pria itu.
Onyx hitam itu meliar--- menatap arah ranjang dimana putranya terlelap dalam kelambu biru yang menyelimuti.
"Kopi hitam saja."
Sakura mengangguk. Ia pun segera ke dapur dan membuatkan pesanan sang suami.
Ia tak menyangka, sakit Daisuke bersamaan dengan cuti Bibi Chiyo yang kini tengah pulang kampung ke tanah kelahirannya. Untung saja, Sasuke bisa mengimbangi dirinya dalam merawat Daisuke. Jika tidak ada pria itu, entah bagaimana dirinya akan melewati kepanikannya seorang diri
Menaruh mug putih diatas nampan yang juga diisi dengan satu toples camilan ringan, ia pun berbalik. Maniknya membulat mendapati seseorang yang tengah menatapnya begitu intens.
"Siapa kamu?"
©©©
Sakura berdiri bak patung diseberang ranjangnya. Maniknya tak lepas dari seorang wanita yang kini menatap putranya sendu. Sudah hampir setengah jam wanita yang belum ia ketahui namanya itu berada diposisinya. Membelai dahi Daisuke penuh sayang.
Ia ingat bagaimana tatapan menyelidik onyx hitam yang sama persis dengan milik suaminya itu mengintimidasinya begitu tajam. Setelah bertanya keberadaan Uchiha Sasuke, wanita itu lantas melenggang meninggalkannya tanpa kata pun seolah tahu dimana tata letak ruangan ini begitu detail.
Melirik suaminya yang kini memijit pelipisnya, Sakura ragu ingin bertanya. Ada gurat tekukan di dahi Sasuke yang ia ketahui bahwa pria itu tengah berpikir. Tapi, apa? Mungkin, sekarang diamlah yang perlu ia lakukan.
Tangis Daisuke pecah. Sakura akan beranjak maju namun melihat wanita itu telah menggendongnya, ia urung untuk melakukannya.
Kedua tangannya saling membelit gelisah saat tangis pria kecilnya tak kunjung mereda. Terhitung, ini sudah lima menit Daisuke menangis kencang.
"Sakura."
Geraman rendah namun tajam tertangkap di kedua pendengaran wanita yang berada disana. Ia menatap kelereng Sasuke yang menuntutnya.
"Susuilah dia."
Tbc
Jilat ludahnya belum full ya. Tapi, menurut kalian Sasu dah jilat ludahnya sendiri belum? Atau malah Remang2 wkwk
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Kedua
ChickLitBukan ini yang aku harapkan. SasuSakuHina ALUR LAMBAT POLL Warning: Beberapa Chapter mengandung adegan dewasa yang tak patut dibaca anak kecil. Maka dari itu, menjauhlah.