Bertemu lagi untuk kesekian kali

22 2 0
                                    

Renata meninggalkan Sean berdiri mematung di tempatnya. Ia tertawa atas apa yang Sean ucapkan, ia melarang Renata untuk berhenti suka dengan nya. "lu, pikir siapa. Nyuruh gua berhenti suka sama lu!"Cacar Renata.
Kakinya berjalan dengan santainya, tanpa mau tau pandangan orang yang tetap saja melirik sinis kepadanya.

"Hai, Ren." Sapa seorang pria dari kejauhan, pria dengan rambut di cat merah. Rio namanya, teman Renata yang gemulai. Pria cantik itu menenteng tas Dior mewah di tangan. Membuat dua manusia ini sukses menjadi hal yang menarik untuk di teliti. Terutama kerumunan yang sedari tadi melihat jijik Renata dan Rio. "Udah, buaya betina ketemu anak buaya netesnya setengah mateng." Umpat Andin, ia hanya memandang dari sudut meja bundar tak jauh dari Sean duduk.

"Lu ngapain kesini, tempat lu kan di rawa Ren," ucap Rio dengan mulut berbisik

"Gua, mau nunjukin kalau gua bisa liat laki-laki itu dengan tatapan tegas. Keren ngga gua?" Tanya Renata menyombongkan diri, tangannya menyilang ke belakang dengan kelopak kanan berkedip ke arah Sean.

Jemari Rio menampar pelan pipi Renata yang memerah." Sadar jeng, dua tahun lu ngga pernah datang Reuni. Karena lu belum move on dari si Sean." Rio hanya melipat kedua tangannya di dada. Bola matanya memutar, meremehkan Renata. Gadis yang sudah ia kenal sejak bangku SMP itu.

"Lu lihat, gua bakal menatap mata tuh buaya darat." Renata mencoba meninggalkan Rio, namun tangannya tertahan. Rio hanya bisa memberhentikan langkah gadis itu.

"Gila lu, buaya betina ketemu buaya jantan!"seru pria yang tak sadar jika Renata sudah lepas dari genggamannya.

Langkah Renata seperti nya sudah matang. Ia menuju tengah aula, dimana Sean berdiri. "Sean!" Panggil Renata sedikit berteriak. Membuat Sean menatapnya. Lagi, dua pasang mata beradu dengan sempurna. Dan, jantung Renata berdetak lebih kencang . Manik matanya tak lepas dari lekatnya wajah Sean yang tampan. "Oh, may Good. Kumaha ieu jantung tara terkontrol." Wajahnya sudah berkeringat, sedikit pucat menahan malu luar biasa.

"Udah, jangan bikin ulah Ren!" Rio menarik tangan Renata. Membuat ia merasa terselamatkan dari rasa malu untuk ke sekian kalinya.

"Huft, thanks Rio... " Renata hanya mengipas wajahnya yang berkeringat dengan jemari lentiknya.

"Lu tuh Bodoh, dungu atau tolol sih?" Umpat Rio yang kesal dengan sifat Renata barusan.

"Ngga tiga-tiganya anak itik." Wajah gadis itu berubah masam, ia hanya bisa mengelak ketika tau. Hatinya masih menyimpan rasa terhadap Sean. Jantungnya seperti terketuk keras, sehingga ingin mendobrak lagi masa-masa menyakitkan tiga tahun lalu.

Seketika, Renata teringat kejadian tiga tahun lalu. Tepat di tengah kantin sekolah. Sean datang dari arah pintu kupu-kupu yang terbuat dari kayu jati, ia bejalan dengan kerah berdiri, tangannya bersembunyi di dalam saku celana ketat berwarna abu-abu. "Hai," sapa nya, ia berkali-kali mengedipkan satu kelopak mata kanannya kepada setiap perempuan yang ia lewati. Termasuk Renata, gadis lugu yang sedang berdiri dengan segelas es jeruk di tangan. Manik matanya tak pernah lepas dari langkah kaki Sean. Sepertinya, gadis itu sudah tak ingin memendam lagi rasa yang selalu bergelora ketika ia memandang Sean. Laki-laki populer dan kaya raya di sekolahnya.

"SEAN, MAU KAH KAMU JADI PACARKU!" teriak gadis itu. Renata, sukses membuat seluruh mata tertuju kepadanya. Termasuk Sean, laki-laki yang terucap namanya dengan lantang. "Gila, siapa yang nyatakan cinta ke pangeran sekolah?" Gumam Andin terdengar tak senang. Membuat Sean menghampiri Renata, tanganya menggenggam sebotol air putih. Dengan cepat ia menyiramkan ke rambut Renata. "Ngaca dulu, siapa elo mau jadi pacar gua!"cecar Sean.

Tawa sudah bergema dengan tangis sendu Renata. Ia berlari menahan malu, kakinya tak bisa lagi berpijak dengan gemetar berdiri di balik pintu kamar mandi siswa.

"Ren, lu ngga apa-apa?" Rio mengetuk keras pintu yang tertutup itu. "Tinggalin gua, lo ngga malu apa punya temen kayak gua." Terdengar lirih dengan intonasi meninggi. Renata menangis dengan kerasnya. Ia duduk tepat di atas kloset yang tertutup.

"Udah Ren, keluar yok. " Ajak Rio, ia terus berusaha membujuk Renata dengan kepala bersandar di daun pintu.

"Oke, gua lupain Sean! " Renata membuka pintu yang tertutup tanpa tau kepala Rio yang bersandar di balik nya.

"Sial! " Umpat Rio, Laki-laki itu tersungkur di lantai dengan benjolan di ujung dahinya.

"Sory, gua ngga tau ada kepala lo disitu. " Ia menarik tangan Rio yang gempal.

"Gua enak-enak sender, lo kalau mau buka pintu ngomong dulu kek, " Gerutu Rio berusaha berdiri dengan tubuhnya yang dempal.

"Lagian, apa ngga ada bahu untuk lo bersandar? " Ucap Renata menahan tawa.

"Ngeledek! Lu sendiri baru  ditolak! "

"Iya, sory.. " Renata memapah badan Rio yang tambun, tanganya tak kuat menahan lengan laki-laki itu.

Wajah Renata seketika memerah malu, ia teringat ketika masa-masa terpuruk. Iya, masa dimana dia di campakan oleh Sean tiga tahun lalu.

"Udah inget lo! " Cecar Rio yang masih menggenggam piring dengan nasi tinggal separuh.

"Iya, untung lu nyeret gua. "

"Udah, makan. Terus kita pulang, bikin malu aja lu ah. " Rio berkali-kali menyendokan nasi kedalam mulutnya. Sedangkan, manik mata Renata melihat sekeliling. Melihat apakah Sean masih ada di dalam ruangan itu.

Setengah jam mereka duduk dan menikmati hidangan yang ada. Hingga tiba saatnya acara puncak tiba. MC mulai menyapa berberapa guru yang sudah hadir, termasuk Sean. Laki-laki itu berdiri di depan panggung. "Hai, kita sapa manusia fenomenal selama berberapa tahun yang lalu, " Ucap MC melambaikan jemari lentik ke arah Sean.

Sean hanya tersenyum, menyembunyikan wajah yang memerah. "Hai, " Ia hanya melambaikan tangan ke arah para guru yang berjejer di sampingnya.

"Eh, ada Renata" Ucap MC menunjuk Renata yang masih melahap buah yang ia bawa. Sedangkan, Renata hanya meringis dengan gigi kelincinya.

"Baik, kita panggil pasangan fenomenal pada masanya. " Diiringi tepuk tangan yang menggema, Sean dan Renata berjalan ke arah panggung dengan wajah memerah, keduanya berdiri dengan kepala menunduk.

"Masih inget kan kisah mereka. Gimana kalau kita eratkan mereka kembali. " Ujar laki-laki yang memegang mic itu. Wajah Renata tercengang dengan tangan yang melambai. Seolah ia ingin berkata "jangan".

" Jangan aneh-aneh lu, gua ngga bisa di satuin sama perempuan seperti Renata! " Cecar Sean yang membuat Renata geram "gua sumpahin Lo, lo akan suka sama gua! "   
Teriak Renata dengan lantangnya. Membuat semua memandang gadis yang  beranjak pergi itu, meninggalkan Sean yang terlihat kesal dengan tangan mengepal.

You Are My Desire ♥️♥️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang