| DUA |

9 2 16
                                    

"Teh anget nya jangan lupa diminum. Rotinya dimakan juga, lain kali kalau udah gak tahan cepet ke uks jangan maksain upacara".

Gadis itu masih memandangi note tadi sambil duduk di salah satu bangku halte depan sekolah.

Sedangkan jam yang melingkar sempurna di tangannya itu sudah menunjukkan pukul 4 sore. Hujan yang tak kunjung berhenti selepas pulang tadi, membuat gadis itu mengurungkan niatnya untuk pulang.

"Gue boleh ikut duduk?," tanya seseorang yang tiba tiba berdiri di samping Kanietha.

"Eh boleh. Gak ada yang larang kok."

Kanietha masih sibuk memperhatikan laki-laki itu. Ia yakin dia adalah Jeksa, yang menolongnya tadi.

"Lo yang namannya Jeksa?."

Laki-laki itu menaikkan sedikit alisnya. "Ya. Kenapa?."

Kanietha tersenyum simpul ternyata dugaannya benar. "Gue mau ngucapin makasih udah nolongin waktu upacara. Makasih juga buat roti sama teh angetnya."

Jeksa menggaruk kepala bagian belakang yang sebenarnya tidak terasa gatal. "Oh soal itu. Santai aja."

"Btw, Gue belom tau nama lo. Boleh kenalan?."

"Gue Kanietha."

"Nama yang bagus," puji Jeksa.

"Lo juga bagus."

Jeksa dan berada di bawah atap halte yang sama. Saling melempar senyuman hanya untuk perkenalan tadi. Keduanya sama-sama bertanya dalam hati.

"Kenapa lo belum pulang? udah sore banget ini," tanya Jeksa memecah keheningan.

"Abis ngumpulin tugas fisika kirain hujan gak bakal sederas ini. Lo sendiri?."


"Gue abis diem aja di kelas."

Kanietha hanya membalas dengan anggukan. Dan keheningan terjadi lagi, maklum ini pertama kali nya mereka kenal wajar saja jika masih ada rasa canggung.

Untuk bertanya lebih, satu sama lain.

Sama-sama diam menunggu reda nya hujan deras disertai angin. Angin yang kencan ini membuat gadis itu melipat kedua tangannya di depan dada, kedinginan.

Kanietha memakai seragam pendek, ia lupa untuk membawa jaket yang biasa ia pakai.

Jeksa yang diam-diam memperhatikan gadis itu, berinisiatif mengambil sesuatu di dalam tas hitam nya.

Sebuah jaket berwarna abu-abu ia berikan pada Kanietha. "Nih pake biar gak dingin."

"Hah?."

"Lo kedinginan. Pakai aja nih jaket."

Gadis itu menatap Jeksa. "Terus lo gimana? sama-sama dingin kan?."

"Gue gak usah dipikirin. Pakai aja."

Ia mengambil jaket itu, lagian dirinya sudah tidak bisa menahan rasa dingin yang menyerang tubuhnya.

Mengisi kegabutan, Kanietha dengan suara yang sangat kecil mencoba menyanyikan lagu yang akhir-akhir ini sering ia dengar.

Tak perlu khawatir ku hanya terluka..
Terbiasa tuk pura-pura tertawa..
Namun bolehkah sekali saja ku menangis..

Tanpa sadar sebuah senyuman mengembang dari bibir Jeksa.

ARCHIVE JEKSA [ ON GOING ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang