Bagian pamit, dari cerita semesta (08)

25 11 1
                                    

Hai semesta
Aku ingin bercerita lagi perihal luka
Perihal kata "kita" yang menyiksa
Atau tentang tertawa sembari tersayat kecewa

Aku ingat
Bahwa aku berkata
Aku ingin seseorang bersama ku disini
Mengisi segala sunyi
Mengisi ruang yang sepi, agar punya bunyi
Tapi mungkin aku lupa
Meminta diriku untuk siap dengan apapun setelahnya

Aku lupa meminta agar aku mampu menahan kecewa
Lupa meminta agar bisa menyembuhkan luka yang ada
Dan lupa meminta
Agar aku bisa melupa saat waktunya telah tiba

Tidak, bukan maksudku menyalahkanmu
Hanya saja, aku lupa bahwa nyatanya
Rasa mampu nyata, tapi luka juga mampu menyiksa
Aku bahkan sekarang tau rasanya
Rasa bagaimana terlalu sulit untuk melupa
Tetapi juga terlalu sakit untuk bersama

Semesta
Mengapa perasan serumit ini?
Mengapa luka punya peran hebat dalam mengoyak hati?
Dan mengapa ego selalu menjadi tumpuan pada setiap keputusan?

Semesta, aku tak menyalahkanmu
Juga tidak membenci 'dia' karna hadir dalam kisah dari bagian hidupku
Namun aku juga lelah, menyalahkan diriku sendiri
Menyalahkan bahwa aku tak mampu mengerti
Tak mampu menahan ego diri

Semesta, tak bisa kah kita berhenti?
Berhenti tentang bermain perihal luka
Berhenti bercanda soal kecewa
Aku sudah tidak mampu
Untuk menyesap lebih banyak lara

Atau kita sudahi saja cerita ini?
Kita tutup bab akhirnya dengan luka, atau dengan perpisahan yang menyiksa
Tak apa, aku ingin selesai
Aku lelah terluka, aku lelah melukai
Dan lelah menumpahkan segala tangis yang tragis
Segala rindu yang pilu
Dan segala rasa yang tak pernah bertemu akhir 'happy ending'

Sudah ya? Aku lelah

Jakarta, 20 Oktober 2021

Dari Nona, yang Mendekap Lara [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang