CHAPTER [5]

556 16 0
                                    

Alvinska tengah memakai dasinya berjalan mendekati pintu kamar Revina. Ia mengetuk pelan pintu bercat putih itu, tapi tak ada sahutan sama sekali. Alvinska yakin gadis itu masih berada di alam mimpinya. Ia membuka pintu yang ternyata tidak terkunci itu. Mendekati ranjang dimana Revina masih memejamkan matanya di balik selimut.

Hari ini adalah hari pertama mereka sekolah sebagai pasangan suami istri. Alvinska harus bertanggung jawab terhadap istrinya. Padahal ia sangat tidak suka dengan kata terlambat, tapi ia juga tidak mungkin meninggalkan Revina. 

Lelaki itu menepuk pelan pundak Revina. Gadis itu malah semakin menenenggelamkan diri dalam selimut. Alvinska menghela napasnya. 

"Re, bangun." ujarnya yang hanya dibalas deheman oleh Revina. 

"Bentar mi, sepuluh menit lagi." balasnya tanpa membuka matanya.

Alvinska duduk di space kosong sebelah Revina. Menatap punggung gadis itu yang membelakanginya. Benar kata ibu mertuanya, Revina sangat susah dibangunkan.

"Re, bangun atau gue ajak lo buat anak." Alvinska menyerah. Hanya itu yang bisa dia andalkan untuk membangunkan gadis itu. 

Revina yang merasa asing dengan suara itu langsung membuka matanya dan terduduk. Biasanya suara lembut mami yang membangunkannya. Ia menoleh menatap tajam lelaki yang terduduk di sebelahnya. Tapi yang di tatap hanya bersikap biasa saja seolah tidak ada yang salah dengan apa yang diucapkannya. 

"Mesum!" 

Gadis itu langsung melangkahkan kakinya masuk ke kamar mandi. Tak lama ia menyembulkan kepalanya lagi mengarahkan pandanganya menuju Alvinska yang masih terduduk diranjang miliknya. 

"Keluar lo setan!" 

BRAK!!

Ia menutup pintunya dengan kasar. Masih pagi sudah dibuat jengkel dengan lelaki itu. Hanya melihat wajahnya darah Revina bisa naik turun.

Pasangan suami istri itu kini duduk di meja makan menyantap sarapan yang telah dibuat oleh Bi Sukma. Pembantu di rumah Revina yang maminya tugaskan untuk bekerja di rumah dua sejoli itu. Bi Sukma akan bekerja dari pagi hingga jam 5 sore. Mami Revina tahu putrinya itu sangat tidak bisa diandalkan untuk masalah seperti ini, maka dari itu ia memperkerjakan salah satu pembantunya di rumah Alvisnka.

Revina yang sudah selesai dengan sarapannya berdiri sambil membawa tasnya. 

"Gue bareng Venya." ujarnya singkat lalu berjalan ke luar rumah.

Alvinska meneguk air putihnya lalu mengikuti Revina yang sudah menggapai pintu. Ia mencekal tangan gadis itu. 

"Bareng gue." 

Revina refleks menggelengkan kepalanya menolak tapi tidak dihiraukan sang suami. 

"Alvinska berangkat dulu ya bi." pamitnya kepada Bi Sukma yang tengah mencuci piring. Wanita paruh baya itu menolehkan kepalanya ke arah tuan mudanya.

"Iya Den, hati hati ya." 

Alvinska menarik lembut tangan istrinya menuju ke mobil. Revina yang mencoba melepaskan tangannya sedari tadi tidak membuahkan hasil. Lelaki itu membuka pintu mobil lalu sedikit memaksa Revina duduk di kursi penumpang.  

Karena tenaga Alvinska jauh lebih besar, Revina akhirnya teduduk. 

"Susah banget kalo ngga dipaksa." ujar lelaki itu sambil menutup pintu lalu mengitari mobil dan duduk di kursi kemudi.

"Ngeselin banget sih jadi orang! Gue gamau ya dikepoin anak Garuda gara - gara lo." Protesnya yang tidak mendapat respon. Alvinska hanya fokus menatap jalanan tanpa berniat menjawab celotehan istrinya. 

ALVINSKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang