CHAPTER [11]

476 20 10
                                    

Alvinska mendudukan dirinya di sofa setelah memeriksa teras depan. Dirinya menunggu sang istri yang sedari tadi belum juga menunjukkan tanda-tanda pulang. Revina tadi sempat izin kepada lelaki itu bahwa gadis itu akan pergi dengan Jihan dan Venya saat dirinya sedang rapat tadi. Karena kasihan melihat Revina yang terus murung di rumah akhirnya Alvinska mengijinkan gadis itu dengan syarat harus pulang sebelum pukul sembilan.

Matanya melirik jam dinding yang sudah menunjukan angka sebelas malam tapi istrinya tidak kunjung datang membuat Alvinska resah. Jarinya tidak berhenti menelepon Revina tapi sedari tadi hanya ada suara operator. Ponsel gadis itu tidak aktif.

"Shit!" Lelaki itu melangkahkan kakinya menuju kamar mengambil kunci mobilnya. Ia berniat untuk mencari Revina.

Saat kakinya menapak pada tangga ke-dua, suara bel berbunyi membuatnya lekas berbalik dengan tergesa. Tangannya meraih kenop pintu lalu membukanya. Mata tajamnya menatap Revina yang sedang dibopong oleh kedua temannya.

"Revina kenapa?" tanya Alvinska pada kedua gadis itu. Jihan dan Venya hanya menunduk takut melihat wajah garang Alvinska. Tangan lelaki itu meraih tubuh istrinya yang terkulai lemas.

Hidung mancung itu mengendus sekitar tubuh Revina, "Mabuk?" tanyanya.

Jihan semakin meremas rok yang ia pakai. "E-enggak kita nggak ada niatan mabuk, sumpah! Iya kan Nya?" tanganya bergerak menyengol lengan Venya.

"I-iya Al suwer," ujar Venya jujur.

"Terus kenapa Revina sampe kaya gini? Jujur sama gue."

Kedua gadis itu semakin menunduk takut saat Alvinska merubah nada bicaranya.

"I-iya Al sorry, tadi Revina ngajak ke club tempat biasa kita nongkrong. Tapi sumpah kita udah nolak, tapi Revina maksa. Kita juga nggak minum kok. Revina keliatan stress banget tadi, makanya dia berani minum lagi." jelas Venya panjang lebar. 

Alvinska mengernyitkan dahinya lalu menatap Revina, "Oke, lain kali gue engga mau hal kaya gini ke ulang lagi. Ngerti?"

Jihan dan Venya dengan segera menganggukan kepalanya.

"Y-yaudah kita balik dulu ya Al, tolong urusin Revina," pamit Venya karena waktu semakin larut.

"Perlu gue panggil Vito buat nganter?" tanya Alvinska. Jihan mengelengkan kepalanya menolak tawaran lelaki itu.

"Kita bawa mobil sendiri aja, kita duluan ya Al." pamitnya lalu diangguki Alvinska. Saat mobil kedua gadis itu hilang dari pandanganya, Alvinska menutup pintu lalu menguncinya. Tangan kekarnya menggendong tubuh Revina yang sedari tadi mengoceh tidak jelas. Kedua tangan gadis itu memeluk leher Alvinska erat.

"Lo jelek!" ujar Revina yang membuka matanya. Alvinska hanya menatap gadis itu datar lalu kembali berjalan ke arah kamar mereka.

"Alvinska buaya! Jelek! Hidup lagi!" maki gadis itu lagi.

"Aaa mami mau pulang disini ada setan!" ujarnya semakin menjadi-jadi. Gadis itu menduselkan kepalanya ke leher Alvinska menggeleng-gelengkan kepalanya.

Alvinska melirik Revina yang kembali menatap dirinya.

"Lo ganteng," Alvinska hampir tertawa melihat tingkah istrinya itu.

"Baru sadar?" balasnya. Dirinya membenarkan gendongan ditangannya.

"Kalo diliat dari sapiteng."

Alvinska menghentikan langkahnya menatap Revina datar. Ingin rasanya melempar gadis itu ke kolam renang. Tapi lelaki itu tidak mungkin tega membiarkan istrinya itu.

ALVINSKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang