CHAPTER [8]

470 21 0
                                    


Revina membuka matanya saat sinar matahari menembus celah kearahnya. Gadis itu mengerjapkan matanya mengumpulkan nyawanya yang belum sepenuhnya sadar. Pemandangan yang ia lihat saat membuka mata adalah wajah polos Alvinska yang masih memejamkan matanya. 

Bukan hal yang pertama bagi gadis itu karena sudah beberapa hari ia satu kamar dengan suaminya sesuai apa yang diperintahkan maminya. Butuh waktu empat jam mereka berdebat tentang siapa yang tidur di ranjang dan siapa yang disofa. Revina yang keras kepala tetap memaksa kalau ia tidak mau jika satu ranjang dengan Alvinska. 

Dengan segala bujukan dan kesabaran Alvinska, Revina akhirnya menyetujui jika mereka tidur di satu ranjang. Dengan perjanjian tidak ada saling sentuh menyentuh sesuai apa yang diusulkan Revina. Tapi sepertinya lelaki itu melanggar aturan yang istrinya berikan. Revina menyingkirkan tangan kekar suaminya itu dari atas perutnya. 

"Dasar modus!" Gadis itu mendengus lalu beranjak dari tidurnya. 

"Siapa yang modus?" 

Suara serak khas bangun tidur itu menyapa indera pendengaran Revina. Revina menatap kaget ke arah suaminya yang sudah membuka matanya itu. Gadis itu memutar matanya jengah. 

"Lo yang modus! Ngapain peluk peluk?!" 

Alvisnka terkekeh melihat wajah cemberut Revina. Ia juga heran kenapa tangannya bisa memeluk pinggang istrinya. Mungkin efek terlalu nyaman. 

"Sama istri sendiri kenapa ngga boleh? Baru juga gue peluk, belum gue ajak buat anak." 

Revina membulatkan matanya. Suaminya itu sepertinya belum sepenuhnya sadar. Gadis itu melemparkan bantalnya ke wajah Alvinska yang memasang wajah seperti tidak berdosa.

"Bangun! Mimpi lo ketinggian, bikin noh sama guling!" ujarnya lalu masuk ke kamar mandi. 

Alvinska tertawa melihat tingkah istrinya itu. Ia tahu istrinya belum bisa menerima pernikahan mereka. Melihat wajah kesal Revina menjadi hiburan tersendiri bagi lelaki itu. Revina punya cara tersendiri untuk menarik hatinya. Dan Alvinska sudah benar benar jatuh cinta dengan istrinya. 

"Galak banget istri gue." 

Revina sedari tadi tidak berhenti menguap melihat rumus rumus yang tertulis dipapan tulis. Dari berbagai materi yang dijelaskan oleh Pak Maman tidak ada satupun yang ia mengerti. Kepalanya mendadak pening melihat angka-angka yang tidak dimengerti olehnya. 

"Pst! Han! Nya!" panggilnya lirih agar Pak Maman tidak mendengarnya. Kedua gadis itu menoleh ke arah Revina. Menatapnya dengan tatapan seolah mengatakan 'Apaan?' .

"Cabut. Ngantuk gue." Jihan langsung mengerti apa yang dikatakan Revina. Gadis itu menaruh kepalanya di atas meja berakting seolah-olah sedang sakit. 

Revina mengangkat tangannya, "Pak Jihan sakit, pusing katanya." 

Gadis itu menunjuk Jihan dengan dagunya. Pak Maman yang sedang menulis menolehkan kepalanya ke meja Jihan. 

"Bener Jihan? Kamu sakit?" tanyanya memastikan. Jihan mengangkat kepalanya dengan akting nya yang patut diacungi jempol. 

"Yasudah, kamu ke UKS saja. Istirahat disana." ujar guru berkumis itu. Revina sontak berdiri dari kursinya mendekat ke arah Jihan. 

"Mau kemana kamu Revina?" tanya Pak Maman sambil membenarkan letak cincin akik miliknya. 

"Nganterin Jihan lah pak, saya kan temennya." jawabnya santai. Pak Maman menganggukan kepalanya menyetujui. 

Revina menopang tangan Jihan dipundaknya. Jihan berpura-pura menyenderkan kepalanya di pundak Revina. 

"Eh eh Han lemes banget lo?" tanya Revina berpura-pura panik saat Jihan mengolengkan tubuhnya. Revina menoleh ke arah Venya yang sudah menyiapkan rencananya. 

ALVINSKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang