CHAPTER [3]

564 20 0
                                    

Gadis berseragam putih abu itu melangkahkan kakinya menuruni anak tangga. Suatu keajaiban ia sudah siap dengan seragam sekolahnya padahal waktu masih menunjukan pukul 6.30 pagi. Biasanya ia baru bangun dan berangkat lebih siang. 

Maminya terheran - heran melihat putrinya sudah duduk manis di meja makan. Ia berjalan menaruh nasi goreng buatannya di meja makan. Menarik kursi lalu duduk di depan Revina. Padahal biasanya putrinya itu suka sekali terlambat sampai melewatkan sarapanya.

"Tumben. Kesambet apa kamu?" tanyanya sambil menuangkan susu ke dalam gelas Revina yang tengah asik menatap ponselnya.

"Mau janjian sama temen - temen." jawabnya singkat tanpa mengalihkan pandangan dari benda pipih itu. 

Lina menyodorkan sepiring nasi goreng ke arah Revina, "Makan dulu, kalo gini kan mami tenang kamu isi perut paginya." 

Revina hanya membalas dengan deheman lalu mulai menyendok nasinya. 

"Pak Maman lagi cuti istrinya sakit." 

Pak Maman adalah supir keluarganya yang selalu mengantar Revina sekolah setiap hari walau kadang terlambat. Padahal Revina sangat tidak suka diantar supir seperti ini, ia terlihat seperti anak manja. Ia berkali - kali meminta maminya agar mengijinkan dirinya membawa mobil sendiri. Tapi hal itu selalu ditolak sang mami mentah - mentah. 

"Yaudah pake mobil Revina aja." balas Revina sambil meminum susunya.

"No. Mami ga izinin." tolak maminya.

Revina memutar matanya malas, ia malas berdebat pagi ini. 

"Terus naik apa mi? Lagian mobil Revina buat apa? Pajangan rumah?" protesnya kepada sang mami yang tetap dibalas gelengan kepala.

Ia heran mengapa maminya dulu membelikan ia mobil tetapi Revina tidak boleh memakainya untuk sekolah. 

"Enggak, yang ada nanti kamu keluyuran sama temen - temen kamu." 

"Ck, yaudah bareng Jihan aja." ia mengambil tasnya lalu berjalan kearah pintu. Ia berniat menghubungi sahabatnya itu untuk menjemputnya. 

"Revina mami belum selesai ngomong. Ini sarapan kamu belum habis, Revina!"

Wanita paruh baya itu menghela napasnya. Putrinya itu sungguh keras kepala, susah untuk diberitahu. 

Revina membuka pagar rumahnya. Dahinya berkerut melihat Alvinska yang bersender di mobilnya. 

"Ngapain lo? Cari mami? Noh di dalem." ujarnya acuh ia memainkan ponselnya sembari menunggu balasan dari Jihan. 

"Alvinska udah dateng? Maafin mami ya jadi ngerepotin kamu. Habisnya Revina susah dibilangin." Tiba tiba saja mami Revina keluar dari rumah menghampiri kedua sejoli itu. 

Alvinska mencium tangannya dengan sopan. Ia membalas senyuman hangat yang diberikan maminya Revina.

"Udah kewajiban Al mi." Ia sama sekali tidak merasa direpotkan, walau jarak rumahnya ke rumah Revina bertolak belakang.

Revina yang sedari tadi diam akhirnya tersadar maksud kedatangan lelaki itu pagi ini. Ia menatap kedua orang yang masih berbincang itu.

"Re, sana buruan berangkat." perintah sang mami sambil menarik tangan putrinya mendekat.

"Hah? Gamau mi, Revina bareng Jihan aja. Gamau sama dia." tolak gadis itu mencak - mencak.

"Berangkat bareng Al, atau uang jajan kamu mami potong tiga bulan?"

Damn

Ancaman yang sangat tidak menguntungkan bagi Revina. Ia dengan pasrah masuk ke dalam mobil Alvinska. Ia sedikit membanting pintu mobil bermerk Mercedes Benz GLS berwarna hitam itu.

ALVINSKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang