CHAPTER [12]

507 28 10
                                    


Pagi ini cuaca menggambarkan indahnya kehidupan alam semesta. Tapi tidak seperti suasana di dalam mobil yang sedang membelah jalanan Jakarta dengan dua insan di dalamnya. Revina terus melirik Alvinska yang sedang fokus menyetir tidak menoleh sama sekali. Lelaki itu benar - benar marah, sudah terhitung dua hari Alvinska mendiamkan Revina. 

Walaupun lelaki itu marah, tetapi dirinya masih melakukan tugasnya sebagai suami. Seperti pagi ini contohnya. Revina merasa ada yang aneh dalam dirinya, seharusnya gadis itu senang karena Alvinska marah. Entah kenapa ada yang mengganjal hatinya saat Alvinska mendiamkan dirinya. 

Setelah bergelut dengan pikirannya, Revina memberanikan diri membuka suaranya. 

"Al, g-gue--"

"Nanti pulang bareng Venya," potong lelaki itu sambil memutar setir setelah memasuki parkiran sekolah. 

"Kenapa?" tanya Revina.

"Aku ada rapat osis," jawabnya datar. Alvinska melenggang pergi meninggalkan Revina yang masih terduduk di mobil. 

Revina menghembuskan napasnya, "Kenapa pake marah segala sih?! Ngerepotin hati orang aja." 

Tangannya melpas seatbelt dengan sedikit kasar lalu menggendong tas berwarna pink miliknya. Kaki jenjang terbalut kaos kaki itu melangkah menuju kantin. Perutnya belum terisi alias dirinya belum sarapan pagi tadi. Alvinska tidak membangunkan dirinya sehingga gadis itu bangun terlambat. 

"Marah aja terus, nggak gue kasih jatah cium bahkan peluk. Awas aja ya lo, Alvinska si pangeran codot." 

"Revina!" Gadis itu menoleh saat merasa ada yang memanggilnya. Telunjuknya menunjuk dirinya sendiri memastikan. 

Lelaki dengan hoodie hitam itu berlari mendekat, "Lo Revina kan?" 

Revina mengangguk, "Iya. Kenapa?" 

"Gue disuruh Pak Maman nyari lo." ujarnya. 

Gadis itu mengerutkan dahinya, "Gue?" 

"Iya, gue anak baru dan kata Pak Maman gue disuruh gabung sama kelompok lo." 

"O-oh gitu, yaudah nanti langsung gabung aja--"

Lelaki itu mengulurkan tangannya, "Kenalin nama gue Rian." 

"Gue Revina," balas gadis itu sambil menjabat balik tangan Rian. 

Rian terkekeh, "Iya gue tau, kan gue panggil lo tadi." 

Revina menggaruk tengkuknya ragu sambil terkekeh. Ia akui Rian cukup tampan dengan lesung pipi yang terbit saat lelaki itu tersenyum. 

"Lo mau ke kelas kan?" 

Revina menggeleng, "Gue mau ke kantin dulu. Gue belum sarapan." 

"Kebetulan banget gue juga belum sarapan. Boleh gue bareng sama lo? Gue belum kenal siapa-siapa disini," tanya Rian. 

"E-em boleh." jawab Revina sedikit ragu. 

Rian tersenyum lalu memasukkan tangannya ke dalam saku hoodie miliknya. 

"Yaudah yuk, gue traktir sebagai tanda terima kasih karena lo temen pertama gue disini."

Revina menoleh, "Lo beneran belum punya temen? Selain gue?" tanyanya memastikan.

"Hari ini gue baru masuk, berhubung tadi Pak Maman suruh gue temuin lo. Jadi ya gue anggep lo temen pertama gue," jelas Rian sambil terkekeh. 

Revina menganggukan kepalanya mengerti. Keduanya berjalan menuju kantin. Tanpa Revina sadari, Alvinska mengamati dirinya dari sudut kantin. Lelaki itu berniat membeli air mineral, tetapi pemandangan tadi membuat dirinya mengurungkan niatnya. 

ALVINSKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang