Long·ing /ˈlôNGiNG/ (n): A yearning desire.
●●●●
Hari itu terasa dingin dan kelabu. Sebab sepertinya, langit memang tengah mengalah dan membiarkan awan menutupi rupanya. Jaehyun tersenyum hangat ketika menemukan presensi Jiyeon tengah melambai indah padanya. Siang itu keduanya memiliki janji temu di sebuah kafe favorite mereka. Jiyeon bilang, bagel dan croissant yang disajikan di sana terasa jauh lebih baik daripada cafe lainnya. Jaehyun pun tidak bisa menolak untuk menobatkan tempat itu sebagai tujuan rutin mereka sebab americano yang disajikan dalam gelas berukuran sedangnya berhasil membuat ia jatuh hati.
"Dingin? Tadi ke sini naik apa? Bawa hotpack nggak?" serbu Jiyeon setelah Jaehyun berada tepat di depannya. Masih dalam posisi tanggung sebab bokongnya bahkan belum menyentuh kursi.
"Nanyanya satu satu, Sayang."
Lelaki itu terkekeh. Gemanya terdengar amat merdu membuai telinga. Membuat Jiyeon mau tidak mau mengusap tengkuk guna menahan malu sekaligus menyembunyikan kekagumannya yang kesekian.
Dan keduanya pun berbincang, menikmati bagel dan croissant serta cake matcha berukuran sedang, lalu memesan seporsi besar chicken drum stick, sepiring pasta carbonara, hingga mengganti minuman sebanyak tiga kali.
Jiyeon bilang, kencan seperti ini jauh lebih baik daripada mengelilingi mall hingga bosan dan berakhir di dalam bioskop. Jiyeon bilang, ia lebih senang menghabiskan waktu dengan memandangi iris hazel Jaehyun sembari mendengarkan suara beratnya kala bercerita. Dan Jaehyun tidak keberatan sama sekali.
Apapun untuk Jiyeon.
Lalu hari pun berlalu begitu saja tanpa banyak hal-hal besar terjadi. Rasanya Jaehyun ingin mengumpati Tuhan sebab apa-apaan ia hanya memberikan Jaehyun dua puluh empat jam dalam sehari? Itu tidak akan pernah cukup untuk Jaehyun bagi bersama Jiyeon. Sebab setiap detik waktu yang ia habiskan bersama sang kekasih hati adalah sesuatu yang sangat berharga.
Nafas berat Jaehyun mengudara dan kedua kelopaknya menutup erat, salju musim ini mulai turun perlahan. Pagi tadi saja, suhu udara mendadak hampir mendekati minus. Padahal seingat Jaehyun musim gugur belum lama datang, lalu tiba-tiba saja musim dingin sudah dengan pongahnya ingin menyapa lebih cepat. Seperti perkiraan cuaca yang dikabarkan stasiun televisi pagi ini, bulir salju pun perlahan turun menyapa kota menjelang sore. Beterbangan bagai dandelion putih yang tertiup angin lalu berdansa di udara. Presensinya tampak menawan di tengah gelapnya malam. Jaehyun bisa menebak jika esok pagi, setiap sudut kota akan diselimuti warna putih yang indah.
Mantel berbulu tebal yang memeluk sekujur tubuh tampaknya mulai kehilangan fungsi. Sejak keluar dari cafe, setiap embusan napas Jaehyun mulai membentuk embun putih yang semakin malam semakin terlihat pekat. Bibirnya bergetar tipis sebab kini gigil itu mulai masuk dan menyerang tulang. Jaehyun mendekap dirinya sendiri sembari terus menatap ke atas. Lampu pada jendela di baris ke-enam kolom ke-tiga tower apartment itu masih menyala terang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Saudade
FanfictionRuang kecil, tempat dimana kasih hadir namun tak selalu harus dipersatukan. Kumpulan oneshoot, twoshoot, ficlet and short story.