credit: the owner
Teruntuk ayah..
Prajurit hebat kebanggaan negara.
Kakak tidak bisa menebak entah ayah akan menangis atau tidak. Tapi ayah punya waktu untuk menjauh dari kerumunan sebelum melanjutkan membaca ini.
Jaehyun mengangkat kepala, menoleh pada lelaki yang masih berdiri di depannya. Ramai lalu lalang orang tak membuat keduanya terusik. Pria dengan mata sipit yang tampak sembab itu mengulas senyum kecil demi menghargainya, meski penuh dengan gurat kehilangan.
"Saya butuh udara segar sebentar." Ujar Jaehyun memberi pengertian.
"Ah.. kalau begitu Jisung dan Sora akan menunggu di dalam, Ayah."
Jaehyun memberi anggukan. Lalu lelaki itu berlalu. Langkah kaki membawa Jaehyun berhenti pada sebuah bangku panjang di belakang gedung. Tidak ada riuh suara lalu lalang disana. Tidak ada nada berbisik dari orang-orang yang penasaran. Tak ada siapapun kecuali ia sendiri.
Jemari Jaehyun kembali membuka lipatan surat yang mulai remuk termakan emosinya.
Teruntuk ayah..
Prajurit hebat kebanggaan negara.
Jangan terlalu terkejut. Sama seperti surat-surat yang selalu ayah tinggalkan menjelang pergi ke medan perang, kakak juga ingin memilikinya meski hanya satu. Hanya untuk ayah. Karena memang hanya ini, bukan, komunikasi paling efektif yang kita miliki?
Ayah..
Kakak tidak tau harus memulai semua ini dari mana. Tapi pertama-tama, terimakasih sudah menjadi ayah yang baik untuk kakak dan Dave. Terimakasih untuk mencintai bunda, juga mencukupi hidup kami sekuat tenaga.
Kakak tidak mampu lebih bangga lagi saat semua mata menatap kakak di depan kelas. Kala itu, ibu guru memperkenalkan kakak sebagai putri pertama dari Jenderal Pertahanan Luar Negara yang tangguh.
Nama ayah ada dimana-mana. Dipuja. Disanjung setiap suara. Kemenangan di perbatasan lagi dan lagi, kemampuan ayah menyusun strategi di medan perang, juga ketangguhan ayah untuk bertahan sebagai prajurit yang kembali dengan keadaan paling baik-baik saja mencuri perhatian seluruh negeri.
Kata mereka, kakak beruntung memiliki orang tua yang begitu hebat.
Benarkah itu.. ayah?
Ayah..
Kakak masih ingat, di ulang tahun kakak yang ke-lima belas, ayah berjanji untuk hadir. Misi baru yang ayah dapatkan harusnya sudah berakhir tiga hari menjelang ulang tahun kakak. Tapi bahkan hingga akhir pekan itu ayah tidak menampakkan diri di bawah bingkai pintu rumah. Bunda bilang, ayah punya misi baru. Padahal kala itu, kakak ingin ayah tau, jika resital biola kakak bersama Maestro negeri akan berlangsung di akhir pekan.
Saat menginjak tujuh belas tahun ayah pernah berjanji untuk datang dan ikut merayakan ulang tahun kakak bersama teman-teman. Kala itu pula kakak menunggu dengan sabar, hingga satu per satu tamu undur pulang.
Ayah..
Sebenarnya bukan sekali dua kali ayah ingkar. Tapi rasa-rasanya kakak sudah terlalu resistan dengan segala janji yang ayah beri. Karena semasa sekolah dasar pun kakak sudah terbiasa menjadi bulan-bulanan anak lainnya.
Mereka bilang, kakak tidak disayang. Ayah lebih mencintai misi yang ayah emban.
Tapi bunda selalu bersikeras bahwa menjaga keamanan negara adalah bagian dari diri ayah.
Lalu kakak penasaran, apakah kakak tidak pernah menjadi bagian dari ayah?
Ayah..
Pada ulang tahun ayah yang ke lima puluh tahunan silam kakak pernah memohon untuk ayah pulang sejenak. Bunda bilang, misi ayah hanya menjaga gardu pandang di sepanjang perbatasan. Tapi kemudian ayah hadir dengan sebuah hardikan di dering pertama.
Apa ayah tau jika kakak hanya ingin mengirim doa dan kalimat rindu?
Apa ayah tau jika kala itu hadiah yang ingin kakak beri adalah kabar kelulusan dengan nilai yang cukup memuaskan?
Ayah selalu abai pada kakak. Entah jika pada Dave bagaimana. Kami selalu tampak berbeda di mata ayah. Mungkin karena, kakak tidak pernah sanggup untuk memenuhi mimpi ayah, mengikuti ayah terjun ke dalam dunia kemiliteran. Meski kakak tau, ayah selalu ingin melakukan yang terbaik karena rasa sayang ayah yang teramat besar. Dan kakak tidak pernah ingin menumbuhkan benci pada apa yang seharusnya kakak cintai.
Ayah selalu hadir di malam-malam panjang untuk memberikan kakak kecupan selamat malam. Terkadang mematikan penerangan dan merapikan selimut agar kakak tetap hangat. Dan meski ayah teramat kaku, kakak selalu tau ada doa ayah di setiap langkah-langkah pertama kakak menuju lembar baru dalam hidup.
Tapi ayah.. itu semua tidak akan pernah cukup, bukan?
Saat bunda dan Dave menghilang tahunan lalu, kakak berani bertaruh nyawa bahwa bukan kakak yang membiarkan mereka terapung di tepian dermaga tanpa pertolongan. Kakak juga berada disana, ayah. Tanpa harapan hidup usai menghirup sesak yang bukan udara.
Kala itu, benak kakak benar-benar penuh dengan bayangan ayah yang gagah. Datang menyelamatkan kami dan meringkus siapapun dalang dibaliknya. Tapi kemudian kakak membuka mata di atas brankar, kehilangan bunda dan Dave, juga hangat ayah yang luruh entah kemana.
Ayah..
Jika kehilangan bunda dan Dave begitu menyakiti ayah, apakah kehilangan kakak tidak begitu?
Ayah selalu mengingatkan tentang kedisiplinan dan tata krama. Tentang bagaimana caranya menjadi kuat dan tangguh. Tentang bagaimana cara menantang dunia yang kejam. Tapi, ayah tidak penah mengajarkan kakak bagaimana caranya menunjukkan kasih sayang. Bagaimana caranya meluluhkan hati sekeras batu karang lewat kasih yang lembut.
Ayah selalu lupa bahwa seharusnya, ada cinta yang selalu terselip diantara kita.
Kepergian bunda dan Dave membawa separuh hidup ayah. Tanpa ayah tau, jika separuh hidup kakak pun ikut luruh. Lalu separuhnya lagi membutuhkan ayah untuk mendekap kakak agar tidak sendirian.
Tapi angan tetaplah angan.
Karena kakak lupa, bahwa sejak awal ayah selalu ingkar.
Teruntuk ayah..
Prajurit hebat kebanggaan negara.
Kakak titipkan surat ini untuk ayah. Karena.. ayah tidak pernah ada sejak pertama kali kakak menatap dunia. Dan kakak juga percaya bahwa.. tak akan ada ayah ketika kakak meninggalkan dunia.
Karena bagi ayah, kesejahteraan masyarakat umum adalah yang paling utama. Ayah menggenggam bulat prinsip itu, hingga tak lagi punya siapa-siapa.
Berbaik hatilah pada satu-satunya menantu dan cucu yang ayah miliki. Kakak titipkan ayah pada mereka, karena ada separuh hati kakak disana. Semoga apa yang tersisa dari kakak selalu mampu memeluk ayah kala kesendirian mulai terasa menyakitkan.
Ayah.. kakak menyayangimu.
Tapi saat di surga nanti.. tolong jangan lagi temui kakak.
●●●●
Dee's Note:
Udah capek belum, patah hati terus?
With love,
Dee ☘
KAMU SEDANG MEMBACA
Saudade
FanfictionRuang kecil, tempat dimana kasih hadir namun tak selalu harus dipersatukan. Kumpulan oneshoot, twoshoot, ficlet and short story.