Not Only Romance [2]

981 139 37
                                        


Sometimes good things fall apart so better things can fall together.

'Love is.. not only about romance'

Klik!

Klik! Klik! Klik!

Senja sudah semakin tenggelam kala Mark sibuk menangkap rupa semesta yang tiada hentinya memamerkan keindahan. Dalam bidikan lensanya, ratusan potret itu terabadikan dengan sempurna.

Ketika matahari sudah terlalu lelah dan memutuskan untuk pulang ke peraduan, Mark masih sibuk sendirian. Di sana. Di tengah belukar setengah rambat yang menjadi pembatas antara dirinya dan apapun yang semesta tawarkan padanya melalui celah lensa.

Saat kelam menjelang dengan ribuan gugus bintang di tengah jernihnya langit malam, pantulannya tampak mengerjap indah dalam pualam Mark yang tegas. Pukul dua pagi, akhirnya lelaki itu memutuskan untuk mengakhiri bidikan terakhirnya.

Max sudah menunggu di atas jeep hijau lumut yang mereka kendarai. Seluruh peralatan tampak berantakan di kabin belakang. Kamera kesayangnya Mark simpan di kotak besi kokoh yang menjadi penghuni kursi penumpang jeep tua itu.

Menyalakan mobil usai mengganti baju hangatnya yang mulai lembab, keduanya melaju meninggalkan tempat.

"Are we still have some beer?"

Max bergumam menjawab pertanyaan Mark. Sebuah box tempat mereka menjaga persediaan pangan selama berada di lapangan pun terbuka. Desis soda yang berkejaran menembus udara terdengar nyaring di tengah-tengah keheningan sabana. Berbaur bersama deru mesin yang meraung melawan medan tanah bebatuan.

Mark memejamkan matanya sejenak. Erat dekap seatbealt tidak berkutik saat jalanan menjadi semakin bergelombang. Tubuhnya tampak terombang ambing sejenak. Sekaleng beer kemudian habis dalam sekejap lalu.

Sudah hampir empat bulan Mark ada di sana. Menjelajahi satu titik menuju titik lainnya. Membidik segala sesuatu dengan lensa kebanggannya. Merangkak, menyelinap demi berbaur dengan dunia luar.

Jalanan kemudian menjadi lebih tenang usai medan bergelombang terlewati.

Perjalanan menuju apartment tidak pernah bisa dilalui dengan waktu singkat. Karena jarak kota dan sabana yang mereka tuju begitu jauh. Dalam empat bulan terakhir, ketika tengah letih-letihnya usai menyusuri sabana lain, Mark dan Max terkadang memutuskan untuk berhenti di desa-desa yang mereka lewati demi menumpang tidur.

Tidak sulit, sebenarnya. Berbekal kartu identitas, tanda pengenal dan baju dengan logo yang sudah dikenali dimana-mana, keduanya selalu mendapat sambutan baik dari warga sekitar.

Afrika Selatan tidak pernah membosankan untuk dikunjungi.

Kecuali untuk menghadapi rendahnya suhu malam yang begitu gigil serta terlalu berlebihannya suhu siang, segala sesuatu di sana seolah mampu membuat Mark betah berlama-lama untuk tinggal.

"So you gotta go home today?"

Pertanyaan Max seolah menarik Mark dari lamunannya sendiri. Matanya terbuka perlahan. Dalam maniknya, pantulan gemintang masih begitu jelas terlihat berlarian mengikuti laju mobil. Helaan nafas terdengar nyaring sebelum kaleng beer kosong itu Mark lempar ke dalam plastik hitam tempat sampah keduanya bermuara.

"Yeah. I hope Steven will treat you well for the next month."

Keduanya tertawa rendah. Deru mesin masih terasa mengisi udara. Sudah hampir satu jam berkendara, tidak ada percakapan berarti diantara keduanya hingga kemudian Max menghentikan mobil di sebuah gas station pertama yang mereka temui usai meninggalkan sabana jauh di belakang.

SaudadeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang