Before Alice got to wonderland, she had to fall.
'Love is.. not only about romance'Eve baru akan mengikat kembali kimono pasiennya saat suara tangis bayi yang melengking menyapa pendengaran. Lalu tak berapa detik setelahnya, terdengar riuh penuh kehebohan yang kemudian menciptakan seulas senyum di bibir Eve.
Tak buru-buru, Eve bergerak seadanya. Karena luka bekas operasinya masih terasa amat nyeri setelah efek anastesi habis. Kehebohan di luar masih terdengar ketika ia menggeser pintu kamar mandi. Menyambut Eve dengan pemandangan dua orang dewasa yang tampak berdebat.
"Ma, ayo buruan!"
"Bentar dulu ih, kamu puk puk dulu aja biar tenang."
"Puk puk gimana?"
"Ya di tepuk-tepukin pelan gitu, Jaemin. Gimana sih, kamu udah berapa puluh tahun hidup sampai nggak tau puk puk?!"
Tawa ringan mengalun dari bibir Eve, yang kemudian, menarik atensi si lelaki heboh di depan sana.
"Oh my god, finally!" rusuh Jaemin yang buru-buru mendatangi Eve dengan kedua tangan yang tampak mulai kaku, membawa Geumbi yang masih menangis dalam dekap hangat lengan ayahnya.
"Sayang.." rengeknya meminta pertolongan. Namun tak berselang beberapa detik, lengannya dipukul ringan oleh sang ibu.
"Istrinya disuruh naik ranjang dulu!"
Salah satu pergelangan tangan Eve digenggam, lalu wanita itu dengan santai berjalan mengikuti ibu mertuanya. Meninggalkan Jaemin di belakang sana.
"Kenapa kalian jahat sekali padaku.."
Keluhan pilu Jaemin terdengar saat Eve masih memposisikan dirinya di atas ranjang. Ia tak ingin terlalu banyak bicara. Karena biasanya, ibu mertuanya lebih bersemangat untuk berdebat dengan sang suami.
"Kamu harus belajar menggendong Geumbi, Jaemin!"
"Ya ini aku sedang belajar, ma. Tapi jangan hukum aku seperti ini.."
Lelaki itu mendekat, masih dengan kedua lengan kaku dan Geumbi yang merengek pelan.
"Itu bukan hukuman. Mau sampai kapan kamu nggak bisa menggendong putrimu?"
"Aku bisa." Jawab Jaemin lebih tegas begitu sampai di depan ibunya. Bola matanya seketika berubah sendu sebelum menunduk, melirik putrinya yang masih menangis. "Hanya saja.. saat Geumbi menangis.. aku takut jika aku yang menyakitinya, ma."
Sebuah helaan nafas dan juga gelengan ringan menjadi bukti jika sang ibu pada akhirnya mengalah. Wanita paruh baya itu meraih Geumbi yang masih merengek dan meletakkannya di dalam gendongan Evelyn.
"Mama mau cari makan siang dulu." Ujar sang ibu mertua tak lama kemudian. Jaemin hanya bergumam, lalu pintu kamar tertutup dengan pelan.
Begitu hening menyapa, Eve mengalihkan padangannya pada sang suami. Jaemin masih sibuk memijat ringan kedua lengannya. Kedua belah bibirnya tampak maju beberapa senti. Ia tidak bicara apa-apa untuk sesaat. Lalu ketika manik mereka bertemu, lelaki itu mengukir senyum paling lebar yang ia miliki. Sebelum mendekat dan duduk di pinggiran ranjang.
"Masih pegel?"
Pertanyaan Eve ia barengi dengan jemari yang terulur, mengusap lengan kekar itu dengan lembut. Eve melihatnya menggeleng, namun matanya masih tampak sendu.
"Nggak apa-apa. Pelan-pelan aja, Ayah." Ujar Eve pada akhirnya.
Iris Jaemin yang semula tak fokus kemudian terangkat, mencari fokusnya pada manik sang istri. Lalu senyum tipis terukir dari bibirnya sejenak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Saudade
FanfictionRuang kecil, tempat dimana kasih hadir namun tak selalu harus dipersatukan. Kumpulan oneshoot, twoshoot, ficlet and short story.