4. Rain

50 5 2
                                    

Seusai makan, Soobin kembali ke kamar dan membaca beberapa koleksi bukunya, buku kumpulan soal Matematika, Fisika, Kimia, Biologi, dan masih banyak lagi. Berbeda sekali dengan Sley yang koleksi bukunya adalah novel romansa.

Sley dengan telaten membersihkan pecahan kaca yang tersebar di penjuru kamar. Tiba-tiba mendengar suara pulpen jatuh dari tempat Soobin.

"Sudah ya belajarnya, sekarang waktunya tidur," ucap Sley sembari mengelus tangan Soobin yang terasa dingin. Kemungkinan besar tangannya juga keram.

Soobin hanya mengangguk, jujur saja kepalanya sudah berkunang-kunang. Dirinya hanya menurut ketika Sley membantunya untuk menuju kasur. Bahkan ketika tubuhnya menyentuh kasur, matanya reflek tertutup, benar-benar sangat mengantuk.

Sley membuka lemari kemudian mengambil sepasang kaos kaki warna putih polos lalu memakaikannya pada kaki Soobin. Ia mematikan semua lampu dan hanya menyalakan lampu tidur di atas nakas.

"Selamat malam," ucapnya sebelum menutup pintu.

"Ingin pulang sekarang?" tanya Bibi Aeri yang entah sejak kapan berada di depan kamar.

"Bibi mengagetkanku!" ucap Sley sembari mengusap dadanya. "Iya, sudah malam dan besok harus sekolah."

Bibi Aeri nampak khawatir. "Sepertinya sebentar lagi hujan, tidak ingin menginap di sini saja?"

Sley tampak berpikir, sesekali melihat ke arah jendela di mana terlihat kilatan-kilatan petir. "Tidak Bi, aku akan sampai rumah dengan cepat," putusnya. Kemudian dengan setengah berlari meninggalkan rumah mewah yang menjadi rumah keduanya selama beberapa tahun terakhir.

•••

Benar saja, hujan turun dengan sangat deras saat Sley baru sampai di halte. Ia merogoh tasnya berharap benda pipih yang sering ia gunakan berada di sana. Namun sayangnya, tidak ada. Ia lupa membawa ponsel kesayangannya yang sering ia banting.

Tidak ada pilihan lain selain menunggu bus datang. Keinginannya untuk merebahkan diri di kasur harus ia tunda sebentar. Memandang air yang terus berjatuhan dari langit, tiba-tiba sebuah ide muncul di kepalanya. Ya, bermain hujan.

Tanpa pikir panjang, Sley melangkahkan kakinya keluar dari area halte. Rasanya begitu menenangkan ketika air hujan mengenai tubuhnya. Itu tak bertahan lama, karena setelahnya rasa gelisah justru datang mendominasi.

Sley memejamkan mata erat-erat.

"Cih, jangan bersikap sok baik denganku!"

"Kau benar-benar sangat pintar berakting ternyata!"

"Dasar bermuka dua!"

Deg!

Sley membuka matanya dengan cepat dan—

"AAAAA!!!"

"Kenapa? Ada apa?!" tanya Taehyun panik. Apakah dialog yang ia katakan salah? Seingatnya memang benar seperti itu.

"APA YANG KAU LAKUKAN?!" Teriakan Sley hampir saja mengalahkan suara hujan.

"Aku? Aku sedang berdiri di depanmu!" jawab Taehyun polos. Kelewat polos.

"Argh, kau mengagetkanku!"

Taehyun menggaruk belakang kepalanya, padahal itu adalah keputusan terbaik yang ia buat karena sebelumnya ia berniat muncul dengan wajah hantunya.

"Payah, begitu saja kaget!" ucapnya lirih, namun Sley masih bisa mendengarnya.

"Seandainya saja kau itu bukan hantu, aku pasti akan memukulmu dengan sapu sampai kau pingsan seperti Yeonjun tahun lalu! Menyebalkan!" ucap Sley dengan amarah yang membeludak kemudian berlari pergi.

Taehyun menutup kedua telinganya. "Kenapa wanita sangat cerewet?" tanyanya pada diri sendiri kemudian ikut menyusul Sley.

Sley menghentikan langkahnya kemudian duduk di kursi salah satu toko di pinggir jalan.

Ia kira suara yang ia dengar tadi adalah bagian dari masa lalu yang mungkin ia lupakan. Entahlah, saat hujan mengguyur dirinya Sley selalu merasa gelisah, seperti ada hubungan erat antara ia dengan hujan. Namun, sampai sekarang ia tak tahu hubungan macam apa itu.

"Hey!"

Sley menatap Taehyun malas. "Jangan bicara padaku!"

"Kau ini begitu saja marah! Aku 'kan hanya bercanda!" ucap Taehyun membela diri.

"Bercanda mu tidak lucu!" jawab Sley yang cukup membuat Taehyun tertohok.

"Aku minta maaf, tadi aku hanya ingin membaca dialog sebuah drama karena kau mengingatkanku pada sebuah adegan di drama itu!"

Sley berdecih pelan. "Tidak ada drama seperti itu!"

"Ada, aku yakin ada. Mungkin sebelum meninggal aku menonton drama itu, jadi aku mengingatnya!" jelas Taehyun.

"Terserah."

Keduanya diam setelahnya. Agak bingung juga ingin membahas apa. Hingga sebuah pertanyaan terlintas di kepala Taehyun.

"Kau tadi ke rumah siapa?" tanyanya.

"Kau tidak perlu tahu!" jawab Sley singkat.

Taehyun tersenyum, ia dapat merasakan nada kesal dalam jawaban Sley. "Siapa pria tadi? Kau memperlakukannya dengan sangat baik!"

Sley menghela napas, kenapa hantu di sebelahnya itu sangat ingin tahu? Kenapa ia tidak dipertemukan dengan hantu yang pendiam saja.

"Aku bisa merasakan kasih sayangmu saat merawatnya dan juga pria itu seperti tidak mau jauh darimu." Taehyun menatap Sley yang melamun menatap jalanan.

"Mereka bilang dia sangat mencintaiku," jawab Sley tiba-tiba. Matanya tertutup menikmati rintik hujan.

"Lalu bagaimana dengan kau?" tanya Taehyun lagi.

Kini, Sley membuka matanya kemudian menatap Taehyun dengan sendu. "Tidak pernah ada yang menanyakannya."

Saat itu juga, Taehyun ingin sekali memeluk tubuh yang basah kuyup itu. Namun, ia sadar jika tubuh itu bahkan tak bisa ia sentuh. Tiba-tiba ia merasa sangat marah pada dirinya sendiri.

"Terima kasih sudah menjadi yang pertama," ucap Sley sebelum akhirnya beranjak pergi meninggalkan Taehyun di bawah guyuran hujan yang sama sekali tak membuatnya basah.



To Be Continued...

A Ghost : My Fear Is Not For You | TXT TAEHYUNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang