Seneca setengah berlari menuruni anak tangga, dan lagi-lagi hampir terjatuh kalau saja dia tidak langsung berpegangan di tangga. Dia bernapas lega, masih bisa selamat.
"Aduh!"
Namun Juang malah menabraknya dari belakang, dan menjatuhkan tas miliknya begitu saja.
"Ih sorry. Lagian kenapa malah pose di tangga? Situ model?" seloroh Juang seraya mengambil tas milik Seneca.
"Ini bukan lagi pose, aku hampir jatuh barusan," protes Seneca yang langsung menyambar tas miliknya dari tangan Juang.
Mereka berdua kemudian berjalan bersamaan ke ruang makan, dan di sana sudah ada Mba Ani dan Ibunya yang sedang menyiapkan sarapan untuk mereka.
"Selamaaat pagi Ibu!" ucap Juang dengan nada salam sapa si Upin-Ipin.
"Dih, seneng banget kayanya." Laila menghampiri, lalu mengusap puncak kepala anak lelakinya, yang tingginya hampir menyaingi suaminya.
"Seneng lah, tadi dapat kabar nggak jadi ulangan Matematika. Jadi nggak nyesel waktu semalam kelupaan belajar karena push rank."
Seneca langsung berdesis tak habis pikir, tapi respon Laila malah tertawa.
"Terus aja main game, giliran tangan mulai tremor panik sendiri," cibir Seneca sinis.
Juang langsung cemberut di kursinya, dan tak menimpali. Kemudian tak lama Abdi bergabung di meja makan setelah selesai merokok di luar.
"Ayah juga, katanya mau berhenti ngerokok tapi wacana doang."
Abdi yang baru saja duduk, langsung terperangah tak bisa menjawab ketika mendapat serangan mendadak dari Seneca.
"Laki-laki emang nggak ada yang bisa dipegang omongannya!"
Laila lantas tertawa terbahak-bahak mendengar keluhan anaknya. Apalagi melihat ekspresi wajah suaminya yang mati kutu. Padahal jelas bahwa suaminya adalah lelaki cerewet, tapi sekarang, sikap cerewetnya itu malah menurun kepada Seneca.
Abdi kemudian berdeham, dia tak mau wibawanya sebagai kepala rumah tangga tercoreng.
"Gini loh Neca..."
"Ayah itu pusing kerjaan banyak banget nyinyinyinyi...." sela Seneca, sambil mengejek.
Abdi menghela napas dalam, ke depannya dia harus mencari alasan lain.
Selesai dengan drama rumah tangga dan sarapan, akhirnya mereka berempat meninggalkan rumah. Ayah dan ibu pergi bekerja, Seneca kuliah dan Juang sekolah. Namun, mereka pergi memakai mobil yang berbeda karena arah mereka berlawanan. Ayah dan Seneca pergi bersama, sedangkan Ibu pergi dengan Juang diantar supir.
"Hati-hati ya Ayah." Laila mengecup bibir suaminya, dan Abdi membalasnya dengan mengecup keningnya.
Mungkin bagi sebagian orang pemandangan ini cukup cringe, tapi bagi Seneca itu adalah hal yang membuatnya begitu mengagumi kisah cinta orang tuanya.
Meski terkesan sering merecoki satu sama lain, namun begitulah orang tua Seneca menyampaikan rasa cintanya. Bahkan terkadang bertingkah seperti layaknya remaja kasmaran yang membuat Seneca geleng kepala.
Juang kemudian salim kepada Seneca, lalu dia menghadap ayahnya. Dia salim, lalu ayahnya mengecup puncak kepala Juang dan memberinya pelukan.
"Juang, nanti pulang sekolah jangan coba-coba mampir ke warnet atau nongkrong di warkop pangkalan main gaple sama preman lagi! Awas aja!"
Abdi langsung memberi ultimatum kepada Juang meski ultimatum itu cuma masuk telinga kanan, keluar telinga kiri.
Juang mengangguk saja dan segera masuk ke dalam mobil. Begitu juga Laila yang setelah memeluk Seneca, dia masuk ke dalam mobilnya. Setelah mobil Laila pergi, barulah Abdi menyalakan mobil, dan mereka masuk ke dalam.

KAMU SEDANG MEMBACA
Seneca, Jatuh Cinta
RomanceTentang Seneca, gadis polos yang baru mengenal apa itu jatuh cinta. Neca, panggilan akrabnya, lalu melakukan penelitian tentang beberapa laki-laki yang mendekatinya seperti Prasaja, Rufus dan Catoya. Di antara mereka, siapa laki-laki yang bisa membu...