Catoya duduk dengan canggung, atau lebih tepatnya sedikit risih ketika beberapa orang mahasiswa yang ada di kantin menatap ke arahnya. Ada yang keheranan, ada yang sinis, ada pula yang menertawainya.
"Huuaaaaaa..."
Bagaimana tidak? Pasalnya cewek yang kini duduk di hadapannya sedang menangis histeris karena dikeluarkan dari kelasnya.
"Kan aku udah minta maaf."
Catoya jadi merasa bersalah karena membuat cewek yang dia saja tidak mengenalnya malah dikeluarkan dari kelas. Tapi semua ini tidak akan terjadi jika saja Prasaja bisa dihubungi.
"Berhenti dong nangisnya, kan kamu udah gede."
"HUAAAAAAAA."
Malah tambah kenceng.
Please. Catoya nggak punya pengalaman buat berhentiin cewek nangis, kalau bikin nangis cewek sih sudah sering.
"Nan...nan...ti.. Kalau ni..lai aku ..jel..lek gimanaaaa? Huaaaaa.."
"Paling ngulang, sans aja kali Neng."
Bragh!
Seneca menggebrak meja membuat Catoya hampir terjungkal dari kursinya.
"Sans! Sans! Seenak jidat! Kalau ayah aku marah kamu mau tanggung jawab?"
Seneca menyeka hidungnya yang sedikit meler.
"Kok tanggung jawabnya sampai bawa-bawa ayah sih?"
Catoya kan ngeri sendiri, mana masih kuliah belum mapan.
"Ayah aku galak! Kalau aku aneh-aneh dia suka ngamuk!"
"Ck! Anehnya di mana? Di keluarkan dari kelas itu sesuatu yang lumrah dalam kehidupan mahasiswa."
"Mahasiswa nakal!" balas Seneca.
"Nggak juga, kamu buktinya nggak nakal kan?"
Seneca lantas tertegun.
"Minggu depan udah bisa masuk kelas lagi, jadi anggap aja sekarang lagi bolos."
Seneca kembali terisak.
Dasar mahasiswa baru, mentalnya masih payah. Apa-apa sudah parno duluan, padahal di dunia kampus kan banyak jalan menuju Roma. Gerutu Catoya dalam hati.
"Kamu ada kelas lagi jam berapa?"
Seneca melirik ke arah jam tangannya. "12.40"
"Wah masih lama dong ya. Kalau gitu tunggu di sini, nanti aku balik lagi."
Catoya lantas bergegas pergi dari kantin, bahkan dia berlari entah ke mana tujuannya, tidak jelas.
Seneca mengusap wajahnya yang basah karena air mata. Dia tidak tahu nasibnya akan seperti apa di kelas filsafat ini. Masalahnya 3 SKS, sayang kalau nanti nilainya sampai C atau D.
Lagi, Seneca kembali menangis terisak.
Tuk tuk..
Seneca menoleh dan ia cukup terkejut melihat siapa yang sedang berdiri di hadapannya sekarang.
"Kenapa nangis?"
Bukannya menjawab, Seneca malah menangis tambah kencang, sehingga membuat cowok jangkung nan tampan itu jadi kelimpungan.
"Cup..cup.. Jangan nangis! Mau aku beliin es krim nggak?"
Tangis Seneca lantas terhenti. "Tapi ini masih pagi," jawabnya terisak.
"Udah pernah coba susu almond cinamon di sini belum?"
Seneca menggelengkan kepalanya.
"Ya udah, aku pesenin dulu."

KAMU SEDANG MEMBACA
Seneca, Jatuh Cinta
Roman d'amourTentang Seneca, gadis polos yang baru mengenal apa itu jatuh cinta. Neca, panggilan akrabnya, lalu melakukan penelitian tentang beberapa laki-laki yang mendekatinya seperti Prasaja, Rufus dan Catoya. Di antara mereka, siapa laki-laki yang bisa membu...