28. So tired

54 12 8
                                    

Tinggalin jejak, dong :( Mood ku lagi ga bagus belakangan ini, jadi ayo bantu aku mempertahankan work ini. Gamau comment gapapa, tapi paling nggak bantu vote, dong :( gila aja kali ini sampe 4k words tapi ga dihargai huft mengcapek.

Eh btw seriusan mau nanya, ada yang ngikutin survival Loud? Kalau ada komen, ya. Lagi cari temen nge-hype anak-anak Loud. Mau PLoud atau Jloud aku gas aja. Komen di sini 👉







"Ta, ikut ke rumah Dodo lagi, gak?" Tanya Jinu yang baru saja berdiri dari kursinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ta, ikut ke rumah Dodo lagi, gak?" Tanya Jinu yang baru saja berdiri dari kursinya. Di sebelahnya ada Ojun yang masih memasukkan buku ke dalam tas.

Tae menoleh. Dengan menunjukkan senyum tipis di wajah, ia menggeleng. "Nggak,deh."

"Lah? Emangnya hari ini ada jadwal les?" Tanya Jinu kebingungan. Sebenarnya Jinu sudah hafal betul jadwal les Tae yang lumayan padat itu, makanya ia bisa bertanya seperti itu.

"Nggak. Aku ada urusan lain."

Jinu memasang ekspresi paham dan mengangguk. "Kalau gitu gue duluan, ya, sama anak-anak. Sekiranya ada waktu, lo bisa nyusul aja."

Tae tak menjawab dengan suara. Hanya bibir yang tertarik ke atas yang ia gunakan untuk jawaban dari ajakan Jinu.

Jujur saja, dalam hati terdalamnya ia ingin ikut berkumpul dengan teman-temannya. Apalagi menghabiskan waktu dengan teman-temannya membuat semua sesak di dadanya menghilang. Tapi ia mengingat perkataan Papanya kemarin malam yang membuatnya sakit hati dengan teramat sangat. "Jika kamu terus-terusan keluar untuk bertemu teman-teman brandal kamu itu, lebih baik kamu keluar dari rumah Papa!"

Mau ia membantah seperti apapun, tak ada yang berubah. Hasilnya akan sama saja, bahkan bisa lebih parah. Sang papa bahkan tak segan-segan untuk memberikan ancaman untuk melukai teman-teman Tae, jika dirinya masih saja melanggar perkataan papanya.

Tentu saja hati Tae patah berkeping-keping. Siapa lagi yang mampu membuatnya merasakan kehidupan masa remaja jika bukan kedua belas temannya itu? Lalu sekarang apa? Papanya hendak mengambil salah satu kebahagiaan terbesarnya itu. Papanya seakan menjadi lakon utama dalam hancurnya masa remaja Tae.

Papa selalu saja menuntut anak-anaknya untuk fokus belajar dan tak boleh menentukan karier-nya sendiri. Apalagi dengan posisi Tae yang sebagai anak bungsu, membuat Tae merasakan banyak beban di pundaknya. Dan tentu saja itu semua diberikan oleh papa. Tae selalu diatur ini-itu demi membuat pandangan orang lain ataupun relasi papanya bagus terhadap keluarganya. Kata Papa, Tae harus lebih sukses dibandingkan kedua kakaknya. Ya, harus.

Tapi, bukankah itu terlalu berlebihan? Apakah pandangan orang lain, terutama relasi Papa jauh lebih penting ketimbang kebahagiaan Tae sendri? Lebih baik daripada kesehatan mental Tae yang saat ini sudah mulai goyah? Atau bahkan, ternyata Tae sendiri tak dianggap penting oleh Papa? Jangan-jangan selama ini Tae hanya dianggap sebagai barang saja? Barang yang hanya dibawa saat sang pemilik hendak bertemu dengan teman-temannya. Barang yang hanya dikeluarkan saat ajang pamer telah dimulai. Lalu menjadi barang yang akan ditelantarkan jika sang pemilik telah kalah saing dari teman-temannya.

BOSOM FRIENDs (02 L) - CHAPTER 1 : such a bad dreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang