17. Merusuh di Kandang Dinosaurus

87 23 36
                                    

Pemuda berperawakan tinggi itu sedikit sempoyongan dikarenakan membawa kardus yang berat. Niatnya, ia ingin membawa tentengan yang ringan saja. Tapi dikarenakan badan bongsornya, teman-temannya tak terima dan memberikan kardus yang berat tanpa rasa iba sedikitpun.

Kepala pemuda itu menoleh ke seseorang yang berada di sampingnya. Tak lama, ia mendecak sebal melihat orang itu bergerak tak terarah kesana-kemari. Bukannya membantu, orang itu malah sibuk sendiri.

"Bantu bawa, Jinu!" Omelnya tak tahan lagi.

Yang ditegur pun ikut mendecak. Tanpa melihat si tukang omel, ia menarik hoodie-nya yang sedikit tergulung ke dalam di bagian belakang. "Sabar, Seno sayang, sabar! Lu gak liat, nih, punggung seksi nan menawan gue terekspos?!"

Seno menatap Jinu sebal. Ia mengarahkan kepada teman-teman lainnya yang masih sibuk menurunkan barang dari bagasi ke tanah. "Ini ngapain si Jinu diajak, sih?!" Protes Seno.

Jinu yang masih kesulitan membenarkan hoodie, tak terima namanya disebut-sebut. Dengan mata mendelik, ia berteriak lantang, "KAI YANG JEMPUT GUE. SALAHIN KAI, LAH!"

Kai yang baru saja mengangkat kardus berukuran 40x40 cm itu menoleh dengan cepat ke arah Jinu dan Seno. Tak suka disalahkan, ia ikut mengomel dengan nada tinggi, "YA GUE KAN BAIK HATI DAN TAMPAN!"

"Tidak sombong dan rajin menabung," tambah Ensang menimpali. Dibalik maskernya –yang tadi diberikan Seno saat menjemputnya-, ia senyum sumringah menatap ketiganya bergantian.

Kai berdehem pelan. Lalu ia berbicara dengan nada normal, "gue gak hobi menabung, sih, Sang."

"Kenapa?" Tanya Ensang dengan ekspresi wajah kaget.

"Karena... Gak pengen aja?"

Ensang menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia menatap Kai sebentar, lalu ia lanjut menggeleng lagi. "Kai, menabung itu baik buat masa depan! Mulai besok Kai harus nabung, ya. Biar masa depannya cerah!" Ucap Ensang dengan nada seperti guru yang menyuruh muridnya belajar.

"Iya, iya, kalo niat," jawab Kai malas-malasan.

"JANGAN NIAT AJA."

"IYA ENSANG IYA!"

Ensang mengangguk-angguk puas. Ia menepuk pundak Kai tiga kali sebelum akhirnya membalikkan badan dan mengikuti Doyoum, Tae, Yedam, dan Ojun yang sudah berjalan menuju gedung apartemen. Ensang sedikit berlari kecil saat mengejar teman-temannya. Sesekali koper milik Doyoum yang ia tarik tersangkut rodanya dan membuat ia kesulitan. Tapi untung saja Tae yang melihat itu saat menoleh ke belakang, membantu Ensang dengan kopernya.

Lima orang itu meninggalkan tiga orang yang masih berada di dekat mobil: Kai, Seno, dan Jinu. Mereka bertiga ketinggalan dikarenakan mau tak mau menunggu Jinu yang mengurus hoodie-nya.

"Eh, Didip sama Samuel kemana?" Tanya Kai yang baru sadar akan tak adanya keberadaan mereka. Pantas saja Kai merasakan ada yang berbeda, ternyata orang-orang gilanya berkurang.

"Jemput jisung, kan?"

Kai ber-oh ria. Ia mengangguk-angguk kan kepalanya sembari berjalan.

Mereka memang menggunakan dua mobil ke sini, tapi hawanya tetap terasa jika tak ada beberapa orang. Ntahlah, mungkin keberadaan teman-temannya sudah menjadi kebiasaan bagi diri Kai. Hari-hari yang dulunya dipenuhi dengan suara knalpot motor di jalanan dan omongan toxic, kini berubah menjadi canda tawa dan celetukan yang menyerempet bodoh.

Kai sedikit menyesal, kenapa ia tak bertemu teman-temannya lebih awal? Bisa saja ia tak akan sebejat itu di masa lalu. Hah... Tapi paling tidak, sekarang lebih tepat daripada tidak sama sekali. Ia tak bisa membayangkan seperti apa dirinya sekarang, jika dua minggu yang lalu tak bertemu teman-temannya ini.

BOSOM FRIENDs (02 L) - CHAPTER 1 : such a bad dreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang