Relation © 02

490 52 10
                                    

Pada saat Sarada sampai dirumah kediaman Uzumaki, ada Himawari yang membuka pintunya dengan gemetar... Sarada merasa khawatir akan hal itu.

"Hima? K-kamu kenapa?"

Himawari menatapnya sayu. Badannya masih bergetar. "K-kak Sarada, A-aku k-kenapa takut, k-kak?"

Maksudnya?

"P-padahal k-kak B-boruto g-gak ngapa-ngapain a-aku.."

"A-aku jahat b-banget.."

"T-tapi aku b-beneran takut.." Himawari meremas celananya sendiri dengan kencang.

"Oke, oke. Bicara dulu kamu kenapa?" Sarada mengelus-elus surai Himawari lembut. Sebenarnya Sarada mengerti apa yang terjadi, namun dia memilih mendengarkan langsung dari Himawari.

Himawari malah terdiam. Menatap Sarada dengan penuh arti. "A-aku minta maaf sama kak B-boruto, a-aku ada t-tugas sekolah. Kak S-sarada m-masuk aja, kak B-boruto p-pasti nungguin kakak d-dari tadi."

Sarada tersenyum maklum. Menuntun Himawari sampai ke kamarnya. Lalu, pergi menuju kamar Boruto dengan diam-diam.

Cklek.

"Boruto? Ini gue.."

Boruto yang sedang melamun di atas kursi roda sambil menatap sup didepannya, menoleh kaget.

".. Sarada." Sarada terkikik geli dengan ekspresi Boruto yang terlihat kaget dan panik.

Kirain siapa.

Sarada berjalan menghampiri, terhenti dibelakang kursi roda. Berjongkok. "Selamat siang, ganteng!"

"S-s-s-s-a-a-r-r-ra-d-d-a??"

Sarada tersenyum sabit. "Iya, ini gue."

Boruto menunduk. ".."

Mengecup pucuk kepala Boruto pelan. "Lo gak salah. Nanti gue ajarin cara bicara yang bener, ya?" tersenyum. "Kita kan udah janji mau belajar kimia bareng-bareng, masa lupa?"

Sarada menepuk dahinya pelan. "Oh, iya! Gue juga udah beli tiket buat kita nobar film Fast & Furious 9! Lo pengen liat sibotak beraksi, kan? Kan?"

Boruto hanya menatapnya intens, Boruto tahu Sarada sedang menahan sesuatu.

Sarada terlihat menggigit bibir bawahnya.

Sarada memalingkan wajahnya, "Jangan natep gue begitu dong! Gasopan tau!"

Boruto menghela nafas, mengambil secarik kertas dan pena diatas meja, menuliskan sesuatu.

Boruto menulis,

Sehabis membacanya, Sarada menatapnya berkaca-kaca

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sehabis membacanya, Sarada menatapnya berkaca-kaca.

Sarada memang selalu menangis setiap menemui Boruto.

Menangis, tidak ada sahabat yang mendukungnya untuk terus bersama dengan Boruto.

Menangisi, teman-temannya yang selalu mendesak dia.

Menangisi, kondisi Boruto yang sayangnya seperti dibenci dunia.

Padahal, Boruto sama seperti mereka dulunya. Apa yang berbeda?

Memangnya kenapa? Sesalah itu dia memilih dengan Boruto?

Sarada terus bertanya-tanya.

*****


Saling pandang memandang yang mereka (Inojin, Chocho, Shinki, Shikadai, Mitsuki, Kagura) lakukan kala sampai di depan pintu kediaman Uzumaki.

Bingung harus apa, mungkin tepat.

Mereka memang sering kerumah yang satu ini, dulu.

Tapi sekarang, entah kenapa terasa canggung.

Mereka merasa, tidak perlu untuk mengunjungi rumah yang sayangnya pemilik dari orang yang mereka tak sukai namun juga orang yang mereka simpati.

"Shin, ketuk." titah Chocho padanya.

Shinki menggeleng. "Shikadai aja."

Shikadai menguap malas. "Males, Inojin aja."

Inojin melotot. "Ogah, Kagura aja."

Kagura mendengus, melirik Mitsuki. "Mit," ucapnya seolah-olah penuh harap.

Mitsuki menghela nafas. "Banyak bicrit lo pada."

Tanpa basa-basi, Mitsuki mendorong pintu rumah Uzumaki tanpa diketuk. Gak sopan emang. Kepalanya nongol didepan pintu, "KAWAKEEEEEEEE"

Kawaki yang lagi maraton anime Jojo, menoleh. "MASOOOKKKK"

Bukan para manusia yang berada diluar yang muncul, tapi malah Sarada yang mendorong Boruto serta berbincang, muncul dari arah berbeda.

Sarada sama sekali tidak melirik Kawaki, begitu juga dengan Boruto. Mereka berdua sama-sama pokus kedalam perbincangan masing-masing.

Untuk merendamkan amarah, Kawaki lebih memilih melanjutkan acara maraton anime Jojo nya. Dia kenal, juga terbiasa.

Hening yang ada.

Hening yang ada ketika Sarada dan Boruto sudah sampai didepan pintu utama.

Chocho menatap Sarada berbinar, belum sadar siapa yang Sarada bawa. "Cielah, beneran pulang bareng si wibu."

Namun tidak dengan para laki-laki yang berada disana, mereka malah menatap Sarada sampai dengan Boruto datar.

"Lo mau kemana? Kita kerkom dulu, Sar." ucap Inojin maksa.

"Minggir. Gue mau keluar. Boruto udah nungguin dari tadi." timpalnya.

"Kerkom dulu Sar."

"Gue udah janji."

"Emang sepenting apa sih janji lo sama dia?!" Shinki buka suara, menunjuk Boruto dengan emosi.

Sarada menepis tangan Shinki didepan Boruto. "Sepenting itu."

Lalu, dengan paksa. Sarada menerobos jalur di antara mereka.

Meninggalkan mereka yang sibuk menyumpah serapahi apa yang terjadi.

Wajar untuk seorang Sahabat yang selalu menginginkan hal terbaik untuk sahabatnya, bukan?

Relation Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang