Mitsuki menghela nafas dalam-dalam. Dia tegang.
Rasa bersalah masih menghantuinya. Tapi, dia harus melakukannya untuk menghilangkan perasaan menyebalkan yang akhir-akhir ini datang sehabis percakapannya dengan Sumire berlalu.
Jujur saja, Mitsuki juga rindu akan hari-hari dulu berlalu pun.
Jangan kaget, Mitsuki berkunjung ke kediaman Uzumaki. Tujuannya adalah menemui Boruto. Sudah tiga kali.. tapi selalu tidak jadi.
Dulu, Mitsuki adalah orang pertama yang selalu mendukung Boruto kemana-mana, mengikutinya kemana-mana. Sudah bisa dibilang dia memang sahabat setia. Namun itu dulu. Sudah lama sekali, satu tahun yang lalu.
Mitsuki meninggalkan Boruto, saat tau Boruto cacat fisik.
Mitsuki malu, pasalnya dari awal alasannya berteman dengan Boruto memang hanya numpang nama karena Boruto anak walikota.
Mitsuki pikir tindakannya benar, melihat teman-temannya juga ikut menjauhi Boruto dengan cepat.
Namun, melihat Sarada yang begitu menyayangi Boruto tanpa memandang Boruto sempurna tidak nya. Jujur, Mitsuki tersentuh juga merasa bersalah.
Mitsuki selalu terdiam melihat Sarada yang melupakan semua aktivitasnya hanya untuk menemui Boruto yang sekarang.
Mitsuki merasa tertampar, Sarada selalu melemparkan tatapan kecewa padanya. Seolah-olah tatapan itu merupakan peringatan untuk teman yang ah sudahlah seperti dia.
Mitsuki ingin memperbaiki hubungan pertemanannya dengan Boruto. Namun.. Mitsuki juga takut dijauhi oleh teman-temannya yang lain.
Realistis saja, Mitsuki bukan Sarada, yang mempunyai banyak jasa sehingga banyak orang yang masih menghargainya. Bukan juga anak dari keluarga terhormat. Tidak heran, Sarada tetap memiliki banyak teman meskipun Sarada selalu memilih satu orang tanpa berpikir panjang.
Ini bukan adu nasib atau apalah, sudah dibilang kenyataannya..
Mitsuki tidak punya apa-apa. Mitsuki bukan kalangan siswa pintar, dia kalangan siswa yang menunggu jawaban. Mitsuki tidak punya keluarga, dia tinggal sendirian di kostan pula. Jika teman-temannya menjauhinya.. Mitsuki akan kehilangan semuanya. Kalau soal tampang muka bisalah dibicarakan kedepannya.Hal itu yang menjadi penghambat ego nya Mitsuki. Terlebih, Sumire.. bisa saja menjauhi nya, kan? Itu sudah menjadi kelemahannya dari awal.
"Mimit?--- eh maksud gue, Mitsuki?"
Mimit, ya? Asing, udah gak pantes.
Deg.
Mampus. Mampus. Mampus.
Suara Sarada sukses ngebuat Mitsuki lebih tegang dari yang tadi.
Sarada tersenyum simpul. Mendekat, menepuk pundaknya pelan.
Puk.
"Lo tumbenan kesini?'
Mitsuki gemetaran, berbalik pelan, tersenyum kikuk.
Sarada.. tatapan nya beda.
Mitsuki merasa begitu, tapi dia tepis jauh-jauh.
Mitsuki menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Ini gue mau ketemu Kawaki, Sar. Tapi kayak nya Kawaki nya gak ada ya? Haha gue langsung balik aja deh.." tertawa hambar.
Senyuman Sarada pudar dengan cepat, Sarada tidak suka alasan itu.
Raut Sarada kembali datar. "Oh? Yaudah, hati-hati."
Mitsuki terdiam sebentar. Dengan berat langkah, Mitsuki mulai menjauh dari kediaman. Tidak berani, menatap kebelakang.
Sarada hanya memandang belakang punggung Mitsuki dengan kecewa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Relation
General Fiction"Boruto cacat, gue enggak. Lo harusnya lebih milih gua, Sar!" "Gak bisa, Kawaki.. maaf." ----- "Your eyes not daijobou, Sar." "Terserah lo, Ki." ------- "Demi masa depan lo, Sar. Masa depan lo! Sampai kapan lo terus-terusan sama cowok yang bicara aj...