Kembali

0 0 0
                                    

Anagram #1

Desember, 2010 (6 tahun lalu)
Dira mengamati layar ponselnya, namun pikirannya yang kacau berkeliaran entah kemana. Pandangan matanya pun nanar. Ia baru saja menerima telepon dari Ibunya yang memberi kabar bahwa ayahnya, sedang diopname di rumah sakit. Dira menyewa kost di dekat kampusnya di Surabaya, sementara keluarganya tinggal di Jakarta. Hidup keluarganya yang pas-pasan pun menjadi alasan mengapa sakit ayahnya bertambah parah hari demi hari, karena tidak ada biaya untuk ke rumah sakit. Pernah suatu kali ayahnya diboyong ke Puskesmas, tapi tentu saja mereka sudah tak mampu lagi, dan memberi rujukan ke rumah sakit. Sudah berkali-kali rumah sakit sudah dikunjungi dengan membawa surat keterangan tidak mampu, namun pihak rumah sakit selalu beralasan bahwa rumah sakit sudah penuh, dan tidak sanggup menampung orang lagi. Sementara Dira yang hanya mengandalkan uang beasiswa & kerja paruh waktunya sebagai guru privat juga tidak bisa menutupi biaya berobat ayahnya. Bahkan seringkali dirinya hanya makan satu kali sehari untuk menghemat pengeluaran. Dira anak yang pintar & rajin, karena itulah dirinya mendapat beasiswa untuk kuliah di Universitas negeri di kota Surabaya itu. Ia memijat kepala nya yang seakan mau pecah dengan beban bertumpuk. Air matanya sudah tak terbendung lagi untuk keluar.
Tiba-tiba, bunyi pesan di whatsapp nya membuyarkan lamunannya. Dia menatap sepintas lalu, ah, hanya chat di group cewe-cewe di kelasnya, paling mereka sedang asik bergosip. “Iya, lo liat deh si Erika, gaya nya makin hedon lhoo,,liat aja tuh hp nya yang ganti-ganti tiap bulan.” kata seorang temannya. “Ah, biarin aja, barangkali dia emang anak borju.” yang lain menimpali. “Wait ya, denger-denger dia nge job sampingan juga lho, jadi ayam kampus.” lainnya tak kalah menyela. Ih, pikir Dira, masih sempet-sempetnya ya mereka mikirin orang lain. Tapi kemudian Erika terlintas di pikiran Dira. Erika, gadis itu, memang gaya nya sangat glamour sebagai seorang mahasiswa, sudah banyak desas-desus yang mengatakan ia menjadi ayam kampus. Benarkah demikian? Namun lamunannya buyar saat teringat kembali nasib ayahnya di Jakarta, dan segera saja keduanya menyambung bagai tali-temali yang saling beriaktan. Apakah aku harus melakukannya? Kurasa ini yang terbaik. Ia mengambil ponsel dan segera mencari kontak Erika. Tak lama setelah nomer dipencet, terdengar suara wanita menjawab dari sisi sebelah “Halo.” katanya. “Erika, ini Dira, boleh gw tanya sesuatu sama lo? Bisa kita ketemu di Coffe Cafe sekarang? Mungkin bisa dibilang, urgent.” jelas Dira. “Ok, gw lagi ga jauh dari tempat itu kok. Gw sampai sekitar 30 menit lagi.” jawab Erika tanpa basa-basi. “Makasih ya, Ri.” pungkas Dira sambil mematikan ponselnya. Ia segera bersiap-siap dan segera meluncur di tempat yang mereka janjikan.
Tak lama Dira menunggu, muncullah Erika. Dia memang gadis yang cantik, tubuhnya pun molek, benar-benar penampilan yang sangat dirawat. “Kenapa Dira?”tanya Erika spontan. “Eh, gw, gimana ya mau mulainya. Ini, gw lagi butuh duit banget, Ri. Sori sebelumnya, gw nekat nanya lo tentang hal ini karena rumor dari anak-anak...”penjelasan Dira terhenti. “Oke, oke, gw ngerti koq, biarin aja rumor yang berkembang itu, mereka ga akan ngerti, gini ya, terserah apa yang mau mereka pikirin, tapi yang jelas, gw masih gadis, camkan itu. Emang kerjaan gw nemenin om-om ke karaokean, dinner,  jalan-jalan atau tidur. But, it’s only that. Kalau masalah esek-esek, ya gw ga mau lah, gw masih pinter juga kali kalau ngelakuin itu resikonya besar. Entah bisa kena penyakit kelamin, atau gw yang hamil, sementara gw kan kuliah. Apalagi kita kan kuliah jurusan kesehatan gini, masa iya gw ga tahu kalau penggunaan kondom ga bisa menghalangi terjangkitnya HIV.” pungkasnya. Dira agak lega mendengarnya. “ Nah, kalau lo berminat mau ikut sama gw, gw bisa bantu lah. Sasaran kita memang orang-orang kaya yang tajir melintir, tapi ya in case biasanya mereka udah kakek-kakek yang udah ga mampu lagi berhubungan, tapi hasrat masih tetap ada.” ujarnya. Dan begitulah obrolan mereka bergulir, sementara Dira makin memantapkan kenekatannya untuk mengikuti jalur yang dipilih Erika. Ini semua demi ayahnya, pikirnya.

[Continue]

AnagramTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang