Serpihan

1 0 0
                                    

Anagram #9

Beberpa hari telah berlalu sejak terakhir Dira bertatap mata dengan Rendra, hingga saat ini bahkan Rendra belum menghubunginya lagi. Bahkan ia mencoba menelepon baik di nomer lama maupun nomer baru milik Rendra, selalu tak bisa tersambung. Banyak misteri yang masih tersisa di kolom benaknya. Ditambah lagi kini ia harus memecahkan maksud di balik kertas yang disleipkan Rendra di tas nya waktu lalu. Ia kembali membuka kertas tersebut, “151190”. Ia menggeleng lagi. Apa maksudnya ini? Pikirnya. Dira terbangun dari lamunannya saat dering ponsel nya berbunyi “Halo. Ra, aku mau kasih tahu kamu. Ada kabar baik.” ujar suara di ujung sana. “Iya Mas, ada apa ya?” timpal Dira menjawab kabar dari Chandra. “Pembunuhnya sudah ketemu Ra, iya betul, pembunuh Mayang & Agnes.” kata Chandra riang. “Maksud Mas?” suara Dira menyimpan keraguan. “Rendra, Ra. Rendra sudah berhasil kami ringkus tadi malam.” jelasnya. Dira tahu, seharusnya ia merasa senang mendengar kabar tersebut. Tapi bagaimana mungkin ia bisa senang kalau dirinya sendiri ragu bahwa Rendra lah pelakunya? Ia merasa menyesal tidak segera menjalankan amanat dari Rendra waktu lalu, yang menyuruhnya pergi ke rumah Rendra untuk menemui ibunya. Tapi Dira sendiri bingung, bagaimana caranya bisa ke sana? Ia saja tak pernah mengunjugi bahkan tidak tahu rumah Rendra. “Hallo, Ra. Kok kamu diam?” tanya Chandra. “Eh, ga kok Mas. Iya, syukur deh kalau begitu. Maaf Mas, saya permisi ke kamar mandi dulu ya, nanti saya hubungi lagi.” ujar Dira memutuskan sambungan telepon. Ia harus segera mencari cara untuk mencari rumah Rendra. Satu-satunya yang terpikirkan olehnya ialah kampusnya dahulu. Ia akan menghubungi karyawan bagian kemahasiswaan, & menanyakan alamat Rendra, ya, semoga saja berhasil. Dira segera menekan nomor kampusnya, dan segera terhubung. Begitu mendapatkan alamatnya, ia segera bersiap-siap berangkat. Semoga saja ia belum pindah, batinnya. Ia segera menuju dapur, mencium ibunya yang sedang mempersiapkan sarapan dan menjahili adiknya, Sarah yang sedang asik memakan serealnya. “Duuuh,, apaan sih Mbak. Maaah,, Mbak Dira tuh iseng banget.” ujar Sarah, si bungsu yang kini duduk di bangku SMP. “Eh, jangan iseng kamu Ra sama adiknya.” ujar ibunya. “Biarin aja Ma. Ntar kalo kebanyakan makan Sarah bisa gendut lho.” ejek Dira sambil mengambil kembali sesendok penuh sereal dari mangkok Sarah. Sarah mengerang. Dira mundur sambil menjulurkan lidahnya “Oh ya Ma, Dira mau pergi dulu ya.” Dira meminta ijin pada ibunya. “Mau kemana kamu nak? Sendiri atau sama teman?” tanya ibunya. “Ke rumah teman sebentar Ma. Dadah Mama,,dadah Sarah endut,, Hehehe. Assalamu’alaikum.” Dira segera keluar dari rumah dan pergi menuju alamat yang ia peroleh.
Rumah yang sederhana & nyaman. Itu kesan yang ia peroleh ketika pertama kali Dira melihat rumah yang letaknya sesuai dengan alamat yang ia peroleh dari kampus. Dira memasuki halamannya, dan mengetuk pintu. “Assalamu’alaikum.” tak lama terdengar jawaban dari dalan rumah “Wa’alaikumsalam.” seorang wanita yang terlihat seumuran dengan Ibunya menyambutnya. Rambutnya digelung ke belakang dan beliau mengenakan daster berwarna hijau cerah.”Ada apa nak?” tanyanya. “Eh, maaf Bu. Apa benar ini rumah Rendra Pradirga?” ujar Dira. “Oh, betul nak. ehh,, nak ini nak Dira bukan?” tanyanya lagi. “Betul Bu, saya dira. Lho, maaf, darimana Ibu tahu?” tanya Dira keheranan. “Masuk nak, sini. Ayo duduk. Ibu ceritakan. Mari.” ibu Rendra mempersilahkannya masuk. Dira duduk di bangku kayu, pendangannya menyisir seisi rumah. Di sana ia lihat foto-foto berbingkai Rendra & ibunya, Rendra kecil & ayahnya, ataupun mereka bertiga. Ibu Rendra kembali setelah mengambilkan minuman “Monggo diminum dulu nak.”ia mempersilahkan. Dira mengambil gelas tehnya, dan menyeruputnya pelan.

Sore itu, sepulang kerja, Dira langsung sibuk menekuri laptop yang ia pegang. Ia menemukan sebuah folder yang berisi sekumpulan hasil-hasil analisa dari penyelidikan kasus pembunuhan Mayang. Masih terngiang-ngiang di telinganya ketika Chandra meneleponnya untuk mengabarkan tentang jalannya sidang Rendra siang tadi. Ya, Rendra telah ditetapkan sebagai tersangka, sayang sekali ia tidak punya alibi, dan kini ia harus menantikan hukuman mati yang akan dieksekusi selama 1  minggu lagi. Motifnya telah diketahui, katanya adalah motif balas dendam, karena disinyalir bahwa kedua korban adalah mantan pekerja seks komersial. Balas dendam akan masa lalunya sebagai anak, yang orang tuanya bercerai karena sang ayah tergoda oleh seorang wanita psk sehingga menelantarkan keluarganya, dan hingga besar, Rendra hanya tinggal berdua saja dengan ibunya. Tapi Dira bergeming, ia malah kini semakin yakin bahwa bukanlah Rendra pelakunya. Mana mungkin seorang pelaku mengumpulkan bukti-bukti penyelidikan seperti ini? Tapi satu yang mengganggu pikirannya, kalau bukan Rendra, lantas siapa pembunuh berdarah dingin itu? Dan kini waktunya mengungkap pelaku semakin sempit, karena ia hanya punya waktu 1 minggu sebelum eksekusi hukuman mati dijalankan. “Null Air Lab” Dira mengulang-ulang kata-kata itu, merapalnya bak mantra sihir. Apa sih arti dari kata-kata ini? Ia jengkel sendiri. Apa maksud dari pembuhnya meninggalkan kata-kata itu? Ia mencoba membahasakan kata-kata itu lagi. “Kosong-Udara-Laboratorium”. Ah, non-sense, pikirnya. Ia kembali mengubek-ubek laptop Rendra, dan menemukan sebuah program pengacak kata di sana, dan sebuah file berisi catatan hasil acak kata. “Anagram” serunya. “Iya, ini pasti Anagram.”ujarnya yakin pada diri sendiri. Ia sering memainkannya, ya, acak kata, untuk menjadi sebuah kata baru. Kemudian ia melihat hasil yang sudah Rendra peroleh. “Hufftthh,, perlu waktu berapa lama lagi jika seperti ini? Bahkan kemungkinannya bisa sangat banyak..” Dira mengeluh, mengingat lagi pelajaran-pelajarannya di sekolah tentang permutasi dan peluang. Kata-kata yang berhasil Rendra peroleh juga belum menunjukkan sesuatu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 27, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AnagramTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang