09 : Bandung, Your Scenario

130 30 35
                                    

"Lo tau, Bandung serasa lebih indah kalau jalannya sama orang yang dia sayang."

Pasalnya, Bandung sudah dipijaki oleh para manusia yang dihanyut ketidakpastian. Celetukan Arya menghentikan langkah perempuan tersebut. Baru saja sampai ke Bandung dan jalan-jalan di sekitar, Arya sudah pintar membuat Kara tersipu. Liburan akhir tahun cukup banyak mengukir cerita dengan Arya. Tapi sebenarnya, tujuan mereka ke sana bukan untuk liburan. Melainkan ingin menuntaskan apa yang mengganjal di hati kedua insan.

Kara memandang teduh netra Arya. "Kalau sama gue, gimana?" tanyanya.

"Layaknya sepasang kekasih, begitu istimewa, Ra." Aryasatya sukses meronakan pipi Kara kali ini.

Sekala mereka melanjutkan perjalanannya. Kara masih bingung dengan perkataan Arya. Begitu monokrom baginya, mengapa hatinya selalu ingin bertanya. Padahal perempuan itu sudah berjanji pada dirinya untuk tidak lagi mencintai seseorang lagi. Sehabis ia dicampakkan dengan Andra, Kara lelah. Sayangnya, kehadiran pemuda di sampingnya tak pernah membuatnya kecewa.

"Mas, kalau boleh nanya, apa ada seseorang di hati lo?" Pemudi tersebut terlalu penasaran.

Arya menghela napasnya. "Kenapa? Kalau ada seseorang di hati gue?" ujarnya tak pasti.

"Gapapa gak masalah juga, kok."

Terkadang tingkah lakunya yang begitu monokrom mampu membuat Kara bingung. Sebenarnya, ia ingin tahu bagaimana perasaan Arya padanya. Kalau saja nabastala menyetujuinya, Kara pasti sudah tertarik. Tetapi, percintaannya yang sudah pernah kandas tak berapa lama itu cukup memberikan pelajaran.

"Ra, diem dulu, deh. Braga cantik banget hari ini," kata Arya mengagumi jalanan di sana.

Kara terdiam mengikuti tubuh Arya yang berhenti mengambil posisi di hadapannya. "Tapi, bentar lagi hujan, loh. Nanti kalau basah kuyup kita gimana? Lo mau diomelin sama Bunda lo karena gak jaga gue baik-baik?" sarkasnya tiba-tiba melirik ke arah awan yang begitu mendung.

"Gapapa, gue suka hujan. Lo juga suka hujan, kan?"

Kara menghela napasnya dan mengangguk. "Aryaa, ih udah ayo cepetan pulang aja sekarang." Begitu gemas bagi Arya hingga dirinya mencubit pipi sang gadis.

"Gue suka hujan. Tenang aja. Apalagi kalau sama yang namanya Kara," ujar Arya seraya menggenggam tangan Kara.

Pemuda itu sukses melukiskan sketsa di wajah Kara. Sudah berapa banyak warna merah muda yang mengulas di pipinya kini. Arya hanya terkekeh atas ulahnya sendiri. Memang benar, pria di samping Kara sangat menyebalkan atas sifatnya. Kara menarik lengan Arya kali ini untuk berjalan kembali.

"Gak peduli, ayo jalan sekarang! Gue udah capek berdiri mulu, yah," rintih Kara.

"Ih ngomel mulu."

Tapi, Arya menyukainya.

Tapi, Arya menyukainya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Korelasi [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang