lima puluh dua

1.8K 504 23
                                    


Sama sekali tidak nyaman dan menenangkan.
Sharda tahu dia belum mati, dia masih hidup, terbaring diatas sesuatu yang kemungkinan besar sebuah ranjang.
Tidak ada hal lain yang Sharda ingin selain membuka kelopak matanya yang berat lalu memastikan apakah Nayef baik-baik saja.

Sharda gelisah, kenapa kelopak matanya tidak juga terbuka meski dia sudah berusaha.
Dia mencoba menggerakkan tangannya tapi begitu berat.
"Nayef.!" Bisiknya berharap dapat tahu tentang Nayef meski matanya tidak bisa melihat.

"Sayang.. ini aku Nayef. Aku disini.!"

Dada Sharda bergemuruh, dia mencoba membalas remasan di jarinya oleh Nayef.
Air matanya mengalir dan tangisnya pecah.
"Syukurlah. Syukurlah kau masih hidup.!"

"Aku tidak akan mati sebelum membahagiakan mu.
Aku akan terus hidup untuk membahagiakan mu." Lirih parau Nayef meraba wajah Sharda.

Perlahan airmata meringankan kelopak matanya hingga Sharda bisa membuka matanya, perlahan bisa melihat sosok Nayef yang duduk disebelah tempat tidurnya, diapit paman dan bibi Rima yang berdiri di kanan dan kiri putranya.
Tidak ada diantara ketiganya yang mata ataupun pipinya kering, termasuk Sharda sendiri yang kini terisak hebat.

Sharda mengumpulkan tenaga, meremas Jemari Nayef.
Pria itu memakai baju rumah sakit yang tidak dikancingkan, perban putih tebal teelihat melilit dibawah ketiaknya.
"Kau baik-baik saja kan.?!" Isak Sharda.

Nayef mengangguk.
"Ya. Aku baik-baik saja. Berkat kau aku hidup.!" Paraunya tersenyum.
"Pelurunya tersangkut di jaringan otot, tidak melukai atau mengenai organ penting.!" Terangnya lembut.

"Terimakasih Sharda. Terimakasih karena sudah menyelamatkan Nayef.!" Isak Bibi Rima membungkuk, mengusap pipi Sharda yang basah.

"Terimakasih karenamu putra kami hidup.!" Paman Zayed ikut meremas jemari Sharda berserta Nayef.

Sharda mengeleng, malu.
"Jangan. Jangan berterima kasih padaku.
Kalau bukan karenaku, kalian mungkin tidak akan mengalami kejadian ini.
Seharusnya kalian marah dan memakiku, bukannya berterimakasih.!"
Isak Sharda tersendat.
"Hatiku, pikiranku dan niatku sangat buruk.
Aku tidak pantas menerima ucapan terimakasih.!"

"Apa yang mereka lakukan tidak ada hubungannya denganmu.
Dari awal mereka memang sudah berniat mengkhianati dan menghancurkan ku.
Af dan Ole melakukan semuanya tanpa pengaruh mu."
Nayef mencoba menghibur Sharda.
"Kalau bukan karenamu, mungkin mereka sudah berhasil.!"

"Lalu Af.. Ole. Mereka.. "

"Sudah mati.!" Potong Nayef kasar.
"Aku datang dan berhasil melumpuhkannya, dia melawan dan aku mematahkan lehernya sebelum mencarimu."
Tidak ada sesal ataupun ragu dalam suara Nayef
"Sedangkan Ole, para polisi itu menemukan mayatnya terdampar di tepi pantai, ratusan meter dari tempat dia tenggelam.!
Orang-orang jahat itu memang pantas mati.!"
Desisnya.
"Kalau diberi kesempatan lagi, aku akan tetap membunuh mereka berdua.!"

Sharda menelan ludah.
"Aku sama jahatnya dengan mereka. Yang selalu aku pikirkan hanyalah cara untuk membuat kalian sedih, terluka dan hancur.
Aku lebih berbahaya karena hidup bersama kalian tapi setiap saatnya menyumpahi agar kalian hidup di neraka.!"
Kali ini Sharda sudah memutuskan akan mengatakan semuanya.
Dia melihat kedua orangtua Nayef bergantian.
"Aku jahat pada kalian,yang aku katakan tidak pantas diucapkan.
Paman Bibi, aku tidak akan marah jika kalian memukulku.!"
Dia menelan ludah.
"Semua yang dikatakan Ole dan Af tentangku benar adanya.
Aku melacur dan melayani pria manapun asal ada uang.!"

Bibi Rima terisak makin keras.
"Itu salahku. Andai saja aku menjagamu tidak mungkin kau akan terjerumus dalam kehidupan seperti itu.
Meskipun kau meminta, aku tidak akan mungkin membencimu.
Andai saja Nayef terus terang dari awal, bukannya mendengar dari kedua orang itu.
Aku tidak marah Sharda tapi aku sedih.
Andai saja.. terlalu banyak andai- andaikan yang aku pikirkan.
Aku lah yang seharusnya meminta maaf padamu.
Kami bersalah padamu dan aku mohon, beri kami kesempatan untuk menembus semua kesalahan kami."

Repost YANG TERINDAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang