BAB 5

281 67 5
                                    


"Ini, ini, ini, dan ini."

Naruto memerhatikan tangan ibunya yang tanpa ragu menata foto-foto gadis di atas meja teh, seperti seorang pedagang yang menggelar barang dagangan paling berharga. Usai makan malam, Kushina Uzumaki kembali menginvasi kedamaian hidupnya. Tidak cukup dengan pertanyaan kapan menikah, kini foto-foto itu menjadi senjata baru. Wajah-wajah asing berjajar rapi, seperti barisan perang yang siap menembus benteng logika Naruto.

"Bu, jangan menata mereka seperti kamu mau menjualnya untukku," gumam Naruto, suaranya terdengar datar, tapi ketus.

Kushina menghela napas panjang, sebuah suara penuh kepedihan yang menggantung di udara. "Kalau bukan aku yang berusaha, siapa lagi? Aku sudah mencoba segalanya untuk menemukan calon istri yang cocok untukmu."

Naruto memutar matanya, tangannya menggenggam cangkir teh lebih erat dari yang seharusnya. "Kamu bahkan tidak bisa sembarangan menyimpan foto seseorang, apalagi memamerkannya begini."

"Ini demi kebaikan kita semua," jawab ibunya, matanya berbinar dengan tekad yang menyiksa.

"Kebaikanmu, bukan kebaikanku," jawab Naruto tajam.

Ekspresi Kushina berubah seketika. Cemberutnya seperti awan gelap yang menandakan badai akan tiba. "Apa... apa ini karena kamu masih pacaran dengan Gaara?" tanyanya, nadanya menggali lebih dalam, langsung menohok.

Naruto hanya menyeruput tehnya dengan tenang, seolah sedang mengejek keputusasaan ibunya.

"Kalau begitu, pilihlah satu gadis dari foto-foto ini dan akhiri permainan ini. Berikan aku cucu!"

Naruto hampir menyemburkan tehnya, tapi menahan diri. "Bu, apa kamu pikir hal semacam ini semudah membalikkan telapak tangan? Minta cucu? Serius?"

"Kamu tidak bisa mendapatkan penerus dengan cara seperti itu!" suara Kushina meninggi, emosinya mulai tumpah. "Semua temanku sudah punya cucu, Naruto! Mereka punya menantu yang cantik, baik hati. Sementara aku? Aku hanya punya kamu... dan kamu bahkan tak peduli!"

Naruto menyandarkan kepalanya ke kursi, lelah dengan skenario yang terus berulang setiap kali ia pulang ke rumah. "Bu, pernikahan dan anak bukan ajang kompetisi. Kalau kamu terus membandingkan diri dengan teman-temanmu, kamu hanya akan menyiksa dirimu sendiri."

"Kalau begitu, apa yang harus aku lakukan? Aku sudah kehabisan cara untuk membuatmu normal!" Kushina menggertak, air mata mulai menggenangi matanya. "Bayangkan kalau Ayahmu tahu! Orientasi seksualmu yang menyimpang itu... dia bisa terkena serangan jantung sebelum menimang cucu!"

Naruto mengangkat alisnya. "Apa ini inti dari semua kekacauan ini? Kamu ingin menghindarkan Ayah dari serangan jantung atau kamu hanya ingin pamer cucu di depan teman-temanmu?"

"Diam!"

Ruangan itu tenggelam dalam keheningan yang menusuk, hanya suara jarum jam yang terdengar samar. Naruto tahu ini akan menjadi malam panjang yang melelahkan. Ia menatap foto-foto di atas meja dengan rasa muak, tapi pandangannya terhenti di salah satu foto di bagian paling bawah.

"Siapa ini?" Naruto menariknya dengan enggan.

"Hinata," jawab Kushina spontan, seperti terkejut putranya menunjukkan minat. 

"Oh, Hinata Hyuuga. Adik temanku." 

"Kamu mengenalnya?"

Naruto mengangguk samar. "Sedikit. Temanku kadang membawanya ke kampus. Dia terlihat rapuh, tapi... entah. Kesehatannya tidak terlalu baik, kalau aku tidak salah."

Wajah Kushina berubah cerah seketika, penuh harapan yang memancar seperti sinar matahari di pagi hari. Naruto menghela napas, tahu persis apa yang dipikirkan ibunya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 4 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Separated of FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang