BAB 8

238 68 1
                                    

Malam semakin larut. Langit pekat menggantungkan keheningan yang kontras dengan gemerlap pesta orang-orang kaya lama. Di tengah suasana formal itu, keluarga Hyuuga mendapat tempat istimewa—ruang tenang yang berdampingan langsung dengan ruangan keluarga Uzumaki. Namun, atmosfer antara kedua keluarga tetap seperti api dan air, tak pernah benar-benar bersentuhan.

Naruto berdiri di dekat pintu ruang keluarga Hyuuga, tangannya memegang gelas minuman kosong yang sudah lama tak diminumnya. Pura-pura santai, seakan dia sedang menikmati suasana. Padahal, pikirannya tidak bisa lepas dari gerak-gerik satu orang tertentu—Neji Hyuuga.

Dan seperti yang diharapkan, Neji akhirnya muncul. Baru saja beberapa menit berada di dalam, kini dia keluar dengan ekspresi dingin yang begitu khas. Naruto tanpa persiapan berarti, tetap berdiri di sana, menghalangi jalan.

"Mengapa kamu berdiri di sini?" Nada suara Neji seperti pedang, tajam dan penuh ketidaksukaan. Naruto tak gentar. Dari dulu, hubungan mereka seperti jalan buntu. Selalu ada gesekan, selalu ada benturan. Mungkin karena masa kecil Naruto yang terdengar kurang bagus, atau mungkin karena Neji memang tak pernah merasa ada alasan untuk menyukainya. "Sedang menunggu seseorang?"

"Aku tidak menunggu siapa-siapa," jawab Naruto santai, meskipun jantungnya berdebar tak keruan. "Aku hanya bosan dengan pembicaraan para orang kaya baru. Rasanya lebih baik sendiri di sini. Bukankah kamu juga begitu?"

Neji mengerutkan dahi, tak terpancing. "Tidak juga," jawabnya singkat, lalu berusaha mengabaikan keberadaan Naruto.

Namun Naruto tak semudah itu membiarkan situasi berakhir. "Eh, tunggu. Aku merasa anggota keluargamu ada yang kurang." Suaranya mencurigakan, seakan menyimpan sesuatu di balik senyumnya.

Neji berhenti melangkah. Dia menoleh, sorot matanya mulai mempertanyakan maksud ucapan Naruto. "Apa yang kamu katakan?"

"Di mana adikmu? Hinata, maksudku. Biasanya kamu selalu menempel padanya."

"Aku bukan pengasuhnya," jawab Neji dingin, tetapi ada guratan rasa terganggu yang mulai terlihat.

"Ya, tapi kamu mirip... pengasuhnya, biasanya." Naruto menambahkan dengan nada tak bersalah. Itu cukup untuk membuat Neji menatapnya tajam. Naruto tahu dia sedang bermain api. Namun di sisi lain, dia menikmati reaksi Neji. "Apa dia sakit?" tanyanya lagi.

Neji menarik napas panjang, jelas berusaha meredam kekesalan. "Apa urusannya denganmu?"

"Penasaran saja."

Langkah Neji terhenti sejenak. Kali ini, tatapannya lebih tajam, lebih menusuk. Masalahnya, yang membuat Naruto terkejut adalah ketika pria itu berbalik, mendekatkan wajahnya. "Omong-omong, dia mempertanyakan sesuatu yang aneh padaku."

Naruto merasa ada sesuatu yang ganjil. "Apa?" tanyanya dengan wajah penuh tanda tanya.

"Dia bertanya," Neji berhenti sebentar, menikmati ketegangan di wajah Naruto, "apakah kamu sedang berpacaran dengan Gaara."

Kalimat itu menusuk seperti petir di tengah malam. Wajah Naruto memerah, bukan karena malu, tapi lebih karena keterkejutan bercampur bingung. "Apa? Hinata berkata begitu padamu?"

Neji hanya tersenyum tipis, seperti seseorang yang baru saja memenangkan sebuah permainan. Sebelum benar-benar pergi, dia menambahkan dengan nada mengejek, "Sebagai teman, aku harus mengucapkan selamat, bukan?"

Naruto merengut kesal. Detik itu, dia kehilangan semua kata-kata. Namun ekspresi jijik Neji sebelum pergi meninggalkan jejak yang sulit dilupakan.

Setelah pesta yang menegangkan sebab ulah Neji, Naruto akhirnya kembali ke apartemennya. Dia punya alasan yang layak, ketika Hinata tidak menampakkan batang hidungnya sama sekali, seperti biasa. Ibunya sedikit merasa kecewa.

Separated of FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang