CATATAN:
Sebab aku sudah kehilangan ide pertama, jadinya aku menulis ulang beberapa bagian dan aku perbaiki tulisan di bawah. Kemungkinan bertambahnya kata, jadi kemungkinan besar ga bakal sama kayak ide awal. Tolong nikmati, kegilaan Hinata di sini, jangan lupa terus dukung BukiNyan (♥ω♥*)
∞
Bekerja di kedai kopi sering terasa seperti membuang waktu. Hinata memahami bahwa uang yang diperoleh setiap malam tak pernah cukup untuk mengurangi utang yang menumpuk. Paling-paling hanya bunganya yang terbayar, itu pun dengan susah payah. Kadang dia bertanya-tanya, sampai kapan dia harus terjebak dalam lingkaran setan ini?
Pagi itu, Hinata baru saja keluar dari kuil. Semalam kedai penuh sesak, membuatnya tak sempat pergi saat pergantian tahun. Jadilah dia datang pagi-pagi, setelah tubuhnya nyaris remuk karena bekerja. Dengan langkah gontai, dia mencoba merentangkan badan, mencari udara segar untuk menghidupkan kembali jiwanya yang nyaris padam. Rasanya, jika tak segera menghirup udara pagi, dia bisa menua tiba-tiba tanpa menyadarinya.
Meski tubuhnya dipenuhi lelah, Hinata tetap berdoa dengan penuh kekhusyukan. Dalam hatinya, dia memohon dengan kesederhanaan yang menyakitkan: sedikit waktu untuk bernafas lega, sedikit jeda dari tekanan hidup yang tak pernah surut, dan semoga utang kakaknya—yang seperti beban batu di pundaknya—bisa segera selesai. Tetapi dia tahu, itu doa yang berat. Melunasi bunga saja sudah seperti berjalan di pasir hisap, apalagi menyentuh pokoknya. Sepuluh tahun lagi, mungkin, jika dia beruntung, dia akan bisa bebas.
Setelah selesai berdoa, Hinata melangkah ke taman. Dia membeli semangkuk mi soba hangat dan duduk di bangku kayu. Uap kuahnya mengalir ke wajah, membawa rasa lega yang sulit dideskripsikan. Untuk beberapa menit, hidup terasa lebih ringan. Namun begitu mangkuknya kosong, kenyataan kembali menamparnya.
Dia beranjak dengan langkah lemas, menyeret tubuhnya yang terasa lebih tua dari umurnya. "Begitu sampai rumah, aku harus tidur," gumamnya. Pikiran untuk beristirahat jarang muncul dalam kepala Hinata. Sebaliknya pagi ini, dia merasa tubuhnya memaksa: kalau tidak sekarang, kapan lagi?
Namun langkahnya terhenti mendadak. Matanya menangkap sebuah toko baru di pinggir jalan. Manekin-manekin di balik kaca jendela mengenakan gaun-gaun indah, pakaian yang seumur hidupnya tak pernah dia sentuh. Hinata mendekat, matanya terpaku pada potongan kain yang begitu lembut dan anggun. Dia tidak pernah membayangkan dirinya memakai sesuatu seperti itu. Untuk apa? Dia tidak punya pesta untuk dihadiri. Teman-temannya—jika bisa disebut begitu—tidak pernah mengundangnya ke acara besar. Dan dia tahu, tak ada gaun yang cukup kuat untuk membungkus luka-luka yang dia bawa setiap hari.
Di balik semua penolakan itu, ada bayangan samar: suatu hari, mungkin di masa depan yang jauh, dia akan menikah. Saat itu, mungkin dia bisa mengenakan gaun seperti ini. Satu-satunya kesempatan di mana dia boleh merasa cantik, merasa hidup.
Lamunan itu buyar. Hinata melangkah mundur, menghela napas panjang. "Untuk apa aku membuang waktu di sini," pikirnya, lalu berbalik meninggalkan toko. Dia harus beristirahat sebelum hari ini kembali menjadi roda tanpa ujung.
Belum sempat dia melangkah jauh, dunia mendadak menjadi lambat. Ada teriakan, deru mesin yang memekakkan telinga, lalu truk besar yang melaju liar ke arah dirinya. Hinata membeku. Dalam sekejap, tubuhnya terpental, menembus kaca jendela toko tempat dia tadi berhenti. Dunia terasa hening, hanya rasa sakit yang menjalari seluruh tubuhnya, membuatnya sadar akan betapa rapuhnya hidup ini.
Di detik-detik itu, Hinata melihat hidupnya berkelebat seperti film usang—malam-malam panjang di kedai kopi, wajah kakaknya yang penuh janji kosong, doa-doa yang selalu dia bisikkan di sela-sela kelelahan. Dia bertanya-tanya, apakah semua ini sepadan? Dan di antara rasa sakit yang membakar, dia menyadari sesuatu yang ironis: akhirnya, untuk pertama kalinya, dia berada di dalam toko itu. Namun bukan sebagai pembeli, melainkan sebuah tragedi yang tak pernah dia undang, sementara semua tragedi yang dialaminya tak pernah cukup sebagai anak yatim piatu dan diusir dari panti asuhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Separated of Fate
Fanfiction[Publikasi awal 2021 - 護衛する (Goei Suru / Escort)] [Pembuatan ulang 2024 - On Karyakarsa] Hinata, seorang karyawan biasa yang kelelahan setelah bekerja seharian, tiba-tiba mengalami kecelakaan tak terduga dalam perjalanan pulang. Namun, alih-alih men...