5. Retak

300 47 5
                                    

Bimo bergegas sesudah melihat plat mobil yang ia tahu kepunyaan siapa terparkir rapih di garasi terbuka khusus tamu. Barang bawaan Rosalind yang mereka kemas sepulang liburan sudah masuk ke dalam kamar. Ranjang besar jelas terpampang tidak menyurutkan keinginan Bimo untuk mengantar kekasihnya.

Melihat Rosalind duduk manis Bimo lekas berlutut. "Istirahat di sini dulu ya. Aku mau ada urusan sebentar," katanya lembut.

Jemari Bimo yang mengusap punggung tangan kekasihnya ditahan. "Jangan lama-lama ya," pinta Rosalind memelas.

Dielus surai Rosalind penuh sayang. "Iya janji nggak lama."

Anggukan manis Rosalind memantapkan niatnya untuk pergi membiarkan kekasihnya istirahat di kamar bertemakan hitam dan putih. Beberapa kepentingan yang ditinggal tiga hari lamanya sudah menunggu di ruang tamu.

Pemilik mata sipit tajam dan alis menukik berdiri tegap menyambut kehadiran sang tuan. Hari ini ia datang seorang diri sebab rekannya sudah dihadiahi tugas lain. Setelah memastikan tuannya duduk barulah dirinya menyusul. Isyarat Bimo memerintahkannya untuk bicara duluan.

"Mata-mata yang kita curigai dari keluarga Ambrogio kemarin meninggal. Mohon maaf saya belum sempat mengintrogasi lebih lanjut, Tuan." Inti pembicaraan segera disampaikan, bosnya ini tidak suka bertele-tele membahas pekerjaan.

"Setelah diperiksa air liurnya mengandung racun, ada yang sengaja membunuhnya." Trik klasik memotong ekornya agar rahasia si kepala tetap terjaga. Kemungkinan akan ada penyerangan dari keluarga yang berada di kubunya. Dibalik dukungannya diam-diam ada pedang yang diasah dan berusaha menghindari konflik terbuka saat mereka belum siap. Pengecut!

Biarlah pengecut itu muncul dengan sendirinya Bimo ingin tahu seberapa kuat mereka. Jeda cukup panjang sebelum Bimo mengutarakan pertanyaan yang mengganjal di kepala. "Bisnis saudara saya apakah semuanya aman?"

"Sejauh ini tidak ada yang mencurigakan. Hanya saja saya tidak bisa ikut membantu dalam pembukaan lahan tuan Sangaji karena pada hari itu akan ada pemindahan kotak deposit kelas VVIP." Kerutan halus di dahi Bimo menandakan ia harus menambah keterangan tugasnya. "Nona Nina sendiri yang mengatakannya."

"Pembukaan lahan di hutan untuk bisnis Sangaji sudah bukan lagi urusan kita. Rajendra sudah menemukan agen yang menyanggupinya. Kita fokuskan ke gedung baru khusus VVIP milik Nina."

Ibu jari dan telunjuknya bergesekan pelan di atas lutut yang tertekuk. Isi kepalanya sibuk bekerja merencanakan sistematik pemindahan isi berangkas yang sempat terlupakan. "Buat lima kelompok dengan empat jalur berbeda. Pastikan informasi yang tersebar untuk tiga jalur bayangan. Detailnya sama seperti rapat bulan lalu. Saya tidak akan ikut untuk perjalanan kali ini." Lawan bicaranya memilih diam menunggu sang tuan selesai menyampaikan semua perintah.

"Utus juga beberapa orang untuk terus mengawasi gerak-gerik keluarga lain. Saat ini kita sedang menjadi target empuk untuk diserang. Saya percayakan ke kamu, Leon." Sorot serius dari Bimo bagai beban tambahan terbukti dari beratnya nafas pemuda bernama Leon.

"Saya yakin mereka punya rencana," lanjut Bimo dengan mata menerawang ke depan. Tanpa bantahan Leon menyanggupi dan berpamitan pergi melaksanakan perintah.

Setelah urusannya selesai, Bimo meminta salah satu pelayan untuk mengambilkan minuman dan camilan ke kamarnya. Ia lupa kekasihnya pasti kelaparan akibat menempuh perjalanan jauh. Senyum merekah dan langkahnya begitu ringan sembari menebak apa yang dilakukan Rosalind sekarang. Sudah tidur mungkin?

Pijakannya tak berpindah ketika melihat beberapa pengawal melawatinya meneteng koper merah muda yang ia kenal. Menyusul di belakang pemilik koper diseret paksa. Bimo melesat melepaskan Rosalind yang merintih kesakitan. Nina muncul di antara pengawal sambil melipat tangan dagunya juga terangkat tinggi.

Sang Suryo | 97 LineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang