08. GORILA

5.6K 290 4
                                    

Sedari tadi Poppy tidak bisa tenang barang sedikit pun. Ia terus melihat ke jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 1 pagi lalu sesekali melihat keluar jendela dan yang didapatnya hanya hujan deras disertai guntur.

"Aduh Juna kemana sih?" monolog gadis itu kembali mengecek ponselnya. Tidak ada satu pun pesan yang dibalas dan telpon yang diangkat.

Pasalnya Juna bilang akan pulang lebih awal, tapi sudah dini hari pria itu tak kunjung pulang. Poppy takut terjadi sesuatu yang buruk pada Juna.

Ceklek...

Poppy menoleh pada pintu yang dibuka. Juna dengan penampilan kacau melangkah masuk kedalam.

"Ya ampun Juna! kamu kenapa basah-basahan begini?" tanya Poppy khawatir menghampiri Juna yang berjalan dengan gontai dan tatapan pria itu sangat kosong.

"Juna! kamu kenapa?" Poppy memukul pelan pipi pria itu agar tersadar.

Juna menatap mata Poppy lalu air matanya mengalir begitu saja.

"Maafin saya, Poppy..." lirih Juna memeluk istrinya itu dengan erat sambil menangis sesenggukan.

"Shhtt...gak apa-apa kok. Aku gak marah kamu pulang telat, udah gak usah nangis." Poppy mengelus rambut Juna yang basah.

"Saya salah..."

"Gak Juna, gak apa-apa."

"Saya bukan pria yang baik untuk kamu."

"Juna kamu jangan ngomong gitu, terlambat pulang bukan berarti kamu bukan pria yang baik."

Juna semakin histeris menangis dan memeluk Poppy dengan erat seolah-olah takut kehilangan gadis itu.

Cukup lama mereka berpelukan akhirnya Juna melepaskan pelukannya dari Poppy.

"Pfftt...kamu lucu banget tauk gak? masa nangis cuma karena pulang telat, segitu bucinnya sama aku. Uh jadi gemesssss." Poppy tersenyum manis dan itu justru membuat Juna semakin merasa bersalah.

"Oh ya Juna, aku tadi cek berat badan dan....berat badan aku turun dari 70 kg jadi 69,99 kg!"

"Terus nih ya Juna tadi kan-" perkataan Poppy terhenti karena Juna tiba-tiba saja mencium bibirnya.

Ciuman kilat yang awalnya membuat Poppy terkejut, namun saat Juna melumat bibir gadis itu pelan, perlahan Poppy memejamkan matanya membalas ciuman Juna.

Poppy melepaskan pagutan bibirnya untuk mengambil nafas.

"Poppy kalau seandainya saya berbuat kesalahan yang fatal, tolong pergi dari hidup saya. Saya tidak bisa melihat kamu terluka," ucap Juna menangkup wajah Poppy dan menatap gadis itu dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Aku bisa maafin semua kesalahan kamu, Juna. Kecuali, kalau kamu selingkuh. Tapi, aku percaya kamu gak mungkin ngelakuin itu!"

"Saya baru saja melakukan yang lebih dari itu..."

"Juna..." panggil Poppy karena Juna malah melamun menatap dirinya.

Apa yang harus ia katakan pada gadis sebaik Poppy? Ia bahkan tidak sanggup untuk jujur dan melukai gadis itu.

Ia benar-benar tidak sanggup.

•••

Karena kejadian semalam, Poppy jadi tidak fokus dengan pekerjaannya. Ia bahkan tidak berselera makan, bagus sih karena itu bisa memengaruhi berat badannya semakin turun.

"Lo gak makan siang?" tanya Aro baru saja keluar dari ruangannya.

"Masih kenyang."

"Perut karung gitu mana bisa cuman makan pagi, ayo makan! gue yang bayarin deh."

"Gak usah makasih, bapak Aro Danuarta yang terhormat. Saya masih kenyang sekali, jadi bapak Aro Danuarta yang terhormat saja yang makan silahkan." ucap Poppy membuat Aro tersenyum tipis, sangat tipis mungkin hanya dirinya yang tahu kalau sekarang sedang tersenyum.

"Lo ngejek gue?"

"Nggak-nggak!" panik Poppy.

"Lo kemarin sakit apa?" tanya Aro bisa leluasa karena para karyawan lain sedang makan siang di luar kantor.

"Cuma kecapean aja kok."

"Kok bisa kecapean? gue ngasih kerjaan terlalu banyak?"

"Nggak! gue kecapean karena ya lo tau sendirilah kalau udah nikah. Belum ngurus rumah, ngurus suami dan lain-lain." ujar Poppy sekenanya.

"Kalo gue sih, bakal jadi suami yang mandiri. Gak bakal ngerepotin istri gue nantinya, gue biar gini-gini bisa beres-beres rumah, nyuci baju terus-"

"Wah pasti beruntung banget deh yang bakal jadi istri lo." ucap Poppy tertawa kikuk. Kenapa Aro jadi banyak bicara sekali? pakai promosi diri sendiri lagi.

"Menurut lo kayak gitu?"

"Iyalah...punya suami yang bantu-bantu istri dirumah jarang banget adanya. Pasti beruntung kalo ada yang punya!"

"Kalo gitu lo mau jadi istri gue?"

"Ha-hah? gimana-gimana?"

"Gue cuma latihan, sore ini gue mau ngelamar cewek. Gue cuma pingin tau aja respon cewek kalo diajak nikah kayak gimana." alibi Aro mengusap belakang lehernya untuk menghilangkan rasa malu. Kenapa juga ia bisa keceplosan seperti tadi?

"Ohhh ya ampun! semoga nanti diterima."

"Respon lo kaku banget, gue jadi ragu."

"Lah kok?"

"Gue takut ditolak karena dia udah nikah."

Poppy refleks memukul Aro dengan map yang ada didekatnya.

"Lo gila ya! masa mau ngelamar cewek udah nikah. Kayak gak ada cewek lain aja! Kalo kayak gitu sih udah pasti ditolak." sewot Poppy.

"Iya iya elah gak jadi!"

Terdengar langkah kaki orang-orang berdatangan, sepertinya para karyawan sudah kembali dari makan siang mereka. Aro merapikan jasnya dan berjalan dengan santai meninggalkan Poppy yang tidak habis pikir dengan pria itu. Bagaimana mungkin Aro suka sama istri orang?

"Dasar cowok aneh." gumam Poppy yang terdengar oleh Ira.

"Siapa yang aneh, Pop?" tanya Ira kepo.

"Gorila."

"Hah?"

"Iya Gorila aneh, dia mau ngelamar cewek udah bersuami."

"Lo deh kayaknya yang aneh. Kebanyakan main sama pak Aro sih lo! udah ah gak penting banget," Ira kembali fokus pada pekerjaannya.

Poppy pikir Ira masih ingat, dulu kan Poppy sering manggil Aro dengan sebutan Gorila. Sepertinya gadis itu lupa panggilan kesayangan Poppy pada Aro.

Gorila!

My Cutie Pie WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang