chapter 22

1.1K 147 0
                                    

Menikah dan Ilusi

Beberapa orang sudah datang silih berganti untuk membujuk Ming Tao keluar dari kamar Rong Bai tapi tidak ada satu pun yang berhasil. Mo Chang An yang mendapati kabar mulai cemas dan khawatir tentang saudaranya. Dia sendiri sudah ingin pergi tapi di cegah Tian Hongjun dengan alasan, "Kamu masih belum sembuh total tapi ingin menyembuhkan orang lain. Kamu pikir kamu pahlawan".

Sejak hari itu Mo Chang An menurut dan beristirahat agar cepat sembuh dan menemui saudaranya.

Wajah kusut Ming Tao masih sama seperti biasa dengan kantung mata hitam, rambut berantakan dan bau badan karena tidak mandi beberapa hari. Pipinya kering karena di aliri air mata terus menerus. Tubuhnya mulai kurus dan matanya sendu seperti tidak ada emosi.

"Kenapa kamu melakukan ini?" Bibir kering itu terangkat dan bergetar. Air matanya kembali mengalir dan suaranya terdengar lirih yang memilukan.

"Kamu berjuang sejauh ini tapi kenapa harus seperti ini?"

"Rong Bai bisakah kamu kembali, aku mohon" Ming Tao memeluk kedua kakinya dan menangis dengan sedih. Dirinya mendapat depresi dan frustasi berat.

"Rong Bai, kalau boleh jujur, aku benar benar belum siap."

"Apa kamu sudah lama menyiapkan semuanya seperti ini?"

"Rong Bai bisakah kamu kembali. Aku___" suaranya putus karena menangis dengan tersendu sendu.

Dia hanya bisa merasa sisa aromanya di kasur dan memeluk guling seakan itu adalah Rong Bai. Pelayan yang mendengar dari luar bersimpati dan ada yang menangis karena tidak kuat.

Ming Tao tertidur dan kembali melihat seekor rubah putih di tengah sebuah pulau kecil di danau. Ada pohon dan di bawahnya di tumbuhi bunga kematian. Sang rubah bertengger malas di dahan pohon. Ketika Ming Tao datang, rubah itu bangkit dan mata birunya mengunci pandangan Ming Tao.

"Rong Bai" Ming Tao tanpa sadar berucap dan kali ini rubah itu turun dan menjadi Rong Bai.

Ming Tao senang dan ingin berlari ke arah Rong Bai tapi dia seakan di halangi dinding tidak kasat mata. Rong Bai tersenyum dan berjalan ke arah Ming Tao.

"A Tao, dunia kita sudah berbeda dan kamu tidak bisa melewatinya ketika waktunya tiba. Jaga baik baik dirimu dan juga Rong Yin." Suara Rong Bai yang halus seperti menggema di alam mimpi dan memberi sensasi nyaman untuk Ming Tao. Itu seperti obat penenang namun hanya sementara ketika dia teringat kejadian waktu itu.

"Bai, kenapa kamu meninggalkan ku. Kamu kenapa__" tubuh Ming Tao merosot ke bawah dan kembali menangis.

"A Tao" tiba tiba sebuah suara yang akrab masuk ke pendengarannya dan mimpi itu menghilang. Kini berganti ke tempat seperti kuil suci milik empat dewa agung. Banyak pohon ginkgo tumbuh di sekitar kuil dan daunnya menguning berguguran memenuhi halaman dan menutupi tanah.

Itu menyenangkan dan membuat perasaan damai. Ming Tao merasa itu bukan mimpi tapi benar benar nyata.

"A Tao" panggilan itu terdengar dari dalam kuil.

"Rong Bai" Ming Tao tanpa sadar berlari memasuki kuil. Di dalam kuil berhiaskan satin merah dan tidak hanya ada Rong Bai tapi ada seseorang perempuan cantik tengah duduk dengan rapi menggunakan baju merah.

"A Tao" panggil Rong Bai.

"Bai, apa yang terjadi?" Jantung Ming Tao melonjak hebat. Dia melihat Rong Bai dan wanita cantik itu sama sama menggunakan baju merah. Pikirannya melayang mengarah kesana, apakah Rong Bai menikah dengan gadis cantik itu.

"A Tao, aku minta maaf," mendengarnya membuat air mata Ming Tao mengalir dan pikirannya sudah terkunci disana. Tapi dia berusaha tenang meski tidak mungkin dan meminimalisir hasilnya nanti.

"Maaf kenapa?" Tanya Ming Tao.

Rong Bai memeluknya secara tiba tiba yang membuat Ming Tao kaget dan tubuhnya kaku. "Aku telah membuatmu sedih, aku membuatmu menangis dan meninggalkanmu. Kamu tahu aku juga sakit melihatmu berhari hari seperti itu. Tapi apa boleh buat ini adalah tantangan sebenarnya dari kutukan itu. Ketulasan dari pasangan adalah kuncinya. Jika aku tahu, aku tidak akan melakukan ini. Aku yang melihat kamu seperti ini, terus memohon untuk menghentikan ilusi. Tapi tetua Ming Cao tidak mengijinkan dan mengatakan bahwa tantangan belum selesai. A Tao aku salah, aku juga belum siap untuk kehilangan kamu, hatiku sakit."

Ming Tao tersadar seperti orang bodoh. Jadi selama ini itu hanya ujian. "Lalu__" Ming Tao ingin mendemgar kelanjutannya.

"Kita berhasil, kutukan itu benar benar hilang untuk selamanya dan desa kita bebas", Rong Bai mengeratkan pelukannya.

"Jadi dia?" Tangan Ming Tao menunjuk le arah gadis canti yang tengah duduk di kursi dengan anggun.

"Tetua Ming Cao, istri kepala desa yang memiliki kutukan" Jawab Rong Bai.

"Tetua, Ming Tao memberi hormat" sapa Ming Tao.

"Ming Tao aku tidak menyangka kamu ternyata sangat tulus terhadap kekasihmu. Tidak seperti Kakek buyutmu yang tergoda dengan seorang jalang rendahan. Aku minta maaf telah menyakiti kamu" Ming Cao tersenyum dan mengeluarkan sebuah liotin giok berbentuk daun ginkgo. "Di masa depan, jadilah kepala suku yang baik" katanya.

Ming Tao kaget dan menerima liontin giok itu. Dia kemudian menoleh ke arah Rong Bai, "Kenapa kalian berbaju merah seperti__"

"Kita akan menikah" potong Rong Bai.

"Hah"

Ming Tao tidak percaya dengan pendengarannya. "Menikah!!!" Ulangnya.

"Apa kamu tidak ingin menikah denganku?" Goda Rong Bai dengan mata anjing.

"Kamu rubah bukan anjing" pukul Ming Tao.

"Hehe"

"Lalu?"

"Apanya?"

"Tetua Cao sebagai orang tua kita. Dia yang menyarankan ini semua"

Lagi lagi hanya "hah" yang bisa di katakan Ming Tao karena sering kaget.

Rong Bai yang gemas tersenyum geli dengan reaksinya. Dia Menciumnya dengan buas di hadapan tetua.

"Hei, hei, hargai jomblo" tegur tetua Ming Cao.

Rong Bai tertawa dan Ming Tao tersipu mendengarnya. "Baiklah upacaranya dimulai" ucap Ming Cao.

Ming Tao tidak tahu sejak kapan dia sudah mengunakan gaun pengantin merah karena saat itu entah dari mana Rong Bai mendapati kerudung sutra merah untuk menutupi kepalanya.

Saat sesi terakhir upacara selesai kedua pengantin di kirim ke kamar pengantin untuk melaksanakan upacara terakhir yang di sebut pelangkap. Ming Tao merasa gugup dan tidak percaya. Kini keduanya duduk di kasur merah dan lilin merah menyala terang di dalam kamar. Kata kebahagiaan tergantung di depan pintu dan tersulam di bantal. Anggur pernikahan sudah siap di atas meja. Rong Bai menuangkannya dan memberi mereka berdua satu masing masing.

"Semoga, kita selalu bahagia" kata Rong Bai yang sukses membuat Ming Tao menangis saat meminumnya.

"Kenapa?" Tanya Rong Bai.

"Jika ini hanya ilusi, aku bahagia dan ikhlas" Ming Tao masih tidak percaya dengan semuanya. Dia masih berpikiran jernih dan ingat bahwa dia tidur lalu bermimpi serta kemudian menikah.

Rong Bai menghela napas dan mencubit pipi Ming Tao.

"Aww" jerit Ming Tao.

"Sakit? Ini bukan ilusi Ming Tao" Rong Bai tersenyum dan mencium puncak kepalanya.

"Bukan?" Ming Tao masih ragu.

Tiba tiba keduanya di kamar dimana Ming Tao tertidur. "Apa masih tidak percaya?"

Ming Tao tergagap dan melihat bahwa kamar itu benar. "Ini benar benar bukan ilusi"

Hati Rong Bai sedikit sakit ketika melihat istrinya acak acakan.

"Um"

"Ka__kamu nyata kan?" Telunjuk Ming Tao gemetar. Dia lalu bergegas memeluk Rong Bai dan mencurahkan segalanya. Dia terus mengatakan Rong Bai dan Rong Bai hinga tertidur.

"Iya ini aku, Rong Bai mu"

[END][BL]The Evil Emperor Fall In Love By SVDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang