Bagian 5 - Keputusan

32 9 2
                                    


Cerita sebelumnya

"maaf bin, salah nya aku terlalu cinta sama kamu, sehingga hati ini rasanya hancur ketika kamu membalas cintaku hanya melalui jarak tanpa aku disisimu, aku tidak ingin kamu terluka dan kecewa yang aku inginkan adalah kebahagiaanmu seutuhnya".

.........

Aku ingat pertama kali melihatmu, matamu yang berbinar itu selalu memberikan ketulusan setiap aku memandangnya, ketulusan yang kau buat itu layaknya seperti bola salju yang terus berputar menggelinding sampai menjadi besar. Bola itu terus berputar dan menggelinding sampai pada akhirnya tertabrak di tepi jurang dan hancur berkeping-keping tanpa menyisakan apapun.

Aku tahu, itulah yang kamu rasakan sekarang, kenapa aku tahu? Karena akupun juga merasakan. Pelik yang aku ciptakan sendiri membuat semua hal yang kita rencanakan menjadi secercah harapan yang sia-sia, namun aku berharap, kamu tidak akan pernah berfikir bahwa semuan hal yang pernah kita lalui itu juga bagian dari sia-sia. Karena masalalu itu tidak harus dilupakan, walau harus berakhir perih namun sempat memberikan kebahagiaan dengan caranya sendiri, kesempatan itulah yang jangan pernah di anggap sebagai sia-sia, karena bisa jadi, orang akan menemukan kebagahagiaan dari kesempatan rumit yang pernah di jalaninya.

Terlepas dari itu, menyayangimu adalah soal keikhlasan, bukan ikhlas soal melepaskanmu, melainkan untuk menyadari bahwa memang seharusnya kamu berhak bahagia, dan itu bukan denganku. Urusan dengan siapa kamu berhak bahagia, itu tak jadi soal, yang terpenting disini tugasku sudah selesai.

Aku hanya seorang perempuan biasa yang pernah merasakan cinta dari ketulusanmu saat itu, semenjak kau menunjukku untuk menjadi pemenang di hatimu, aku hanya menjalankan tugas sebagai kekasihmu untuk bisa perhatian lebih dari biasanya. Begitulah hubungan, bagai belati bermata dua, terkadang membuat hidup lebih indah namun lebih sering membuat hati patah. Tak apa, bukan kah luka menjadikan kita untuk bisa saling menguatkan? Bukan kah hubungan yang baik-baik saja tidak akan pernah menemukan pembelajarannya?

Orang bijak pernah berkata, luka yang tersakit adalah pengalaman yang terbaik, kita tidak perlu mengenang, namun cukup di jadikan pelajaran, pelajaran agar tidak akan mengulang kembali kesalahan. Memang benar, merelakan segala hal memang tidak semudah kata-kata yang terlontar, tapi setidaknya usaha itu ada ketimbang bertahan, tapi menahan. Kita mungkin juga harus belajar dari cara kerja tarik tambang, perlu menarik mundur agar bisa menang. Dan menang itu bukan berarti harus juara, menang juga bukan harus menjadi nomor satu, namun mengikhklaskan juga adalah bentuk rasa kemenangan kita, yaitu kemenangan yang tabu untuk pemenang yang gagal dalam menerima sesuatu.

kita mungkin gagal dalam menjalin hubungan di dunia yang penuh dengan kejutan ini. Maaf bukan kita, tapi aku. Aku mungkin gagal dalam menjalin hubungan kali ini, dulu kamu terus-menerus ku berikan pertanyaan yang tidak seharusnya ku pertanyakan, seperti "apakah cintamu padaku itu tulus?" namun soal itu sekarang layaknya menjadi boomerang untuk diri aku sendiri, aku yang selalu mempersoalkan keraguannya dan aku juga yang mematahkannya, aku yang selalu menginginkan ketulususannya, aku juga yang memupuskannya, dan aku yang memulai aku juga yang harus mengakhiri ini semua, mengakhiri dengan rasa penyesalan yang mungkin tidak akan pernah ku lupakan sepanjang perjalanan hidup yang aku jalani.

Karena bagiku, begitu berartinya dirimu di hidupku, bahkan kau telah menjadi matahari sendiri bagi kehidupanku, cahayamu telah menerangi gelapnya dunia ini, menjadikan warna tersendiri bagi semesta hingga aku bisa bertahan sampai sekarang itu karenamu.

Tapi ini sudah menjadi keputusanku, hal-hal yang memberatkan hati untuk melepaskan itu hanyalah waktu. Tidak, aku hanya berupaya optimis menerima diri, bisa atau tidak itu tak jadi soal, aku hanya berikhtiar berikhtiar dan berikhtiar, aku hanya ingin melakukan apa yang ku bisa walau sejujurnya aku tahu, bahwa aku tidak akan bisa.

Memang iya, aku terlalu munafik untuk menjadi diri sendiri, akan tetapi begitulah hati, tidak akan mau berkompromi dengan diri. Sekeras apapun lidah ini mengucap cukup, namun hati ini untukmu tidak akan pernah menutup.

akan ku coba sudahi polemik yang aku ciptakan sendiri, akan aku akhiri dengan caraku sendiri, cara yang mungkin tidak akan menenangkan kedua belah pihak di sekarang, namun setidaknya baik untuk hubungan asmaramu ke depan. Karena aku tidak punya jaminan, ketika hubunganmu denganku berjalan serumit ini, aku tidak bisa mengatakan, jaminan hari tua yang kita rencanakan itu akan kita pegang. Jujur, aku sekarang berada di posisi sedang tidak percaya diri, aku betul-betul ragu kita akan bisa menjalani ini, aku mungkin bisa, tapi kamu? Kamu akan menjadi lelaki seperti apa ketika menjalani hubungan dengan perempuan yang sudah meninggalkanmu diam-diam dan harus bertahan yang bukan hanya jarak, namun juga waktu yang kita sama-sama tahu, bahwa kita tidak sanggup melewati itu tanpa saling temu.

Apa kata manusia lainnya ketika kamu menjalani hubungan bersama perempuan namun seperti hidup sendirian, apa yang akan kamu lakukan dengan usia kita yang masih remaja, yang tidak akan bisa memaksa apa-apa? Kita hanya sebuah batu kerikil kecil yang diciptakan untuk bisa saling menguatkan tanpa harus di satukan.

Dan aku, aku lebih percaya kamu bisa melanjutkan hidup dengan begitu baik tanpa harus menoleh ke belakang yang mungkin sedang merasakan hari-hari terburuknya, lalu ia mombongi dirinya dengan seolah-olah berkata bahwa dirinya sedang baik-baik saja.

Tak apa, lagi-lagi itu hanya sebuah rencana yang nantinya kita akan menyadarinya dan menjadikan kita lebih dewasa, aku bukan sok ikhlas, hanya sedang belajar menerima diri, raga ku sudah terlalu letih dengan keadaan seperti ini, air mataku sudah terkuras habis untuk menangisi keputusan ini dan waktu ku sudah cukup terbuang dengan kebodohan-kebodohan yang aku lakukan sekarang ini. Lalu mau apalagi yang aku lakukan? Aku sudah mecoba berserah diri kepada ia sang pemilik hati, karena hanya ia yang maha membolak-balikan hati, dan aku hanya meminta balik kan hatiku agar tak sesakit ini lagi walau semuanya sekarang sudah berubah.

Dan mengenai diriku, jangan khawatir.

Jangan khawatir tentang kabarku, aku disni baik-baik saja. Aku hanya seorang kutu buku yang biasa melampiaskan segala halnya melalui pena dan buku diary yang selalu ku bawa kemana-mana, mulai sekarang aku akan banyak cerita, aku akan memulai kata demi kata sebagai lawan berbicara di ceritaku. Karena hanya pena ini nanti yang akan menulis isi hatinya, dan diary ini yang juga akan mengerti tentang perasaannya.

Untuk robin, tetap jadilah sayap pelidung bagi orang-orang yang kamu sayangi nantinya, bukan hanya yang kamu sayangi, namun juga untuk semua orang, karena kamu adalah pria terbaik yang pernah aku kenal. Dan sekarang, aku juga ingin kamu menjadi sosok yang terbaik untuk nanti yang tak di kenal atau pada saat kita seperti sudah tidak saling mengenal.

Untuk aku, Nabila. Kamu adalah perempuan bodoh karena sudah menyianyiakan laki-laki seperti robin, yang harus kamu ketahui resiko dari keputusanmu adalah kamu belum tentu akan mendapatkan pria seperti robin lagi, dan yang harus kamu ketahui untuk diri sendiri, rasa sakit ini tidak akan pernah hilang dan akan sering muncul tanpa mengenal waktu, rasa penyesalan itu akan terus menghantui pikiran dan hatimu serta kamu harus siap dengan hal itu, anggap saja itu adalah penebusan dosa terbesarmu karena telah menggagalkan rencana indah yang sudah dibangun dengan begitu rapi. Selamat! Atas kamu yang telah berhasil menipu diri.

PEMERAN PENGGANTITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang