Bagian 3 - Tiba

49 15 0
                                    

Cerita sebelumnya

Jaga diri baik-baik bin, sampai nanti waktu kita di pertemukan kembali, karena aku yakin semua ini ada alasannya, persis seperti yang kamu bilang. I miss you Robin, aku akan tetap terus mencintaimu walau hanya dari kejauhan, walau Sekarang hari-hariku tanpa peranmu lagi.

"Ladies and gentlemen, as we start our descent, please make sure your seat backs and tray tables are in their full upright position. Also, make sure your seat belt is securely fastened and all carry-on luggage is stowed underneath the seat in front of you or in the overhaid bins. Thank you." (suara pengumuman pramugari pesawat akan landing).

Menempuh perjalanan udara sekitar satu setengah jam, akhirnya aku tiba di Tanah Borneo, tepatnya di bandar udara Sepinggan Kota Balikpapan, Kalimantan Timur. Orang bilang Kalimantan adalah miniaturnya Indonesia, dari berbagai suku dan budaya semuanya ada disini, selain menjadi jantungnya budaya, Kalimantan juga di juluki sebagai paru-parunya dunia. Tak heran daerah sini nanti akan menjadi ibukota baru nya Indonesia, itu sebabnya Ibuku memlilih kota minyak ini sebagai wadah bisinisnya yang baru.

Kali pertama mengijak di bumi borneo, mata dan telingaku di suguhi dengan suasana yang tropis, kota yang rapi nan hijau. Kicaunya burung pun turut menyambut kedatanganku bak seorang putri mataram. Aku heran, dengan kota yang secantik ini, bahkan aku tidak se-excited ketika aku jalan mengelilingi Jogja padahal aku sudah mendatanginya hampir setiap hari. Mungkin ini karena keadaanku yang belum sepenuhnya pulih, keadaan dimana sakit yang harus ku terima, berpisah dengan ayah dan robin meninggalkan jejak rasa yang begitu mendalam, sehingga begitu sulit untuk bisa menatap apa yang saat ini di depanku sekarang.

Ibuku berkata, mulai dari sini kita akan akan memulai semuanya lagi dari nol, membangun dari nol lalu kembali menjadi manusia normal dengan hal-hal yang baru. Iya baru, aku benci sekali dengan hal-hal yang baru, aku benci harus beradapatasi dengan tempat baru, aku benci ketika harus berkenalan lagi dengan orang-orang baru, dan aku benci sekali dengan hidup baru seperti ini, seolah-olah kita harus meninggalkan yang lama, seolah-olah yang lama itu tidak terlalu baik dari yang sekarang, mungkin di sebagian orang akan merasa nyaman dengan tempat dan suasana yang baru, tapi jujur, tidak sama sekali untuk ku, aku merasa tidak nyaman, aku merasa seperti manusia asing di banyaknya orang, dan yang paling harus kalian tahu adalah disini, aku merasa kesepian.

Iya, kesepian ini semakin lengkap dengan tidak adanya kamu disini, aku terus memikirkan hal yang tidak-tidak sampai aku harus mengabaikan apa yang menjadi tempatku sekarang. Ketika mobil taxi meghantarkan kami kearah yang ditujukan, jalan, bibir laut dan biru nya langit menjadi sasaran pandanganku untuk melampiaskan pikiranku yang kosong. aku terus melamun dan menyandarkan kepalaku ke jendela mobil bagian dalam. Sambari merenung langkah apa yang harus ku perbuat selanjutnya tanpa-nya disini. Biasanya ia penuh rencana, biasanya robin selalu menenangkan hati seorang nabila, namun sekali lagi, itu hanya biasanya.

Seketika ibuku membelai rambutku dari atas ke bawah secara berulang-ulang dan berkata "kita di ajarkan masa lalu bahwa hal yang berlebihan itu tidak baik, namun memikirkan hal yang terburuk itu jauh lebih tidak baik, hidup memang harus sesuai porsi, sederhana tapi bermakna, ibu yakin di balik semua peristiwa ini pasti ada hikmahnya dan ibu percaya ini hanya masalah waktu buat kamu, yang kuat ya sayang, kita hadapin berdua". Peluk ibu sambari mencium keningku.

Entah kenapa waktu itu aku sulit sekali menerima keputusan dari ibuku, tetapi dengan meninggalkan orang yang kita sayangi hanya ibu yang ku punya sekarang, hanya dia yang memahami perasaanku, aku sangat butuh pelukan ini, begitu amat teramat hangat pelukan seorang ibu yang merasakan anaknya kehilangan suatu harapan. Dan biarkan aku menikmatinya sejenak agar hancurnya hati ini bisa teredam dari pelukan perempuan yang aku cintai.

"belum makan kan? Kita makan dulu yuk!" ujar ibu mengajakku

"nabila nggak lapar bu" jawabku dengan bernada lemas

"hee, justru sebelum lapar kamu harus sudah makan, biar perutnya terisi, magh kamu nggak kambuh"

"tapi bu nabila betul-betul kenyang rasanya"

"sudah sudah sudah, kita makan dulu ya, sampai rumah nanti kita beresin barang bawaan, nanti malah nggak ada tenaganya kalau belum makan, pak! Tolong cari tempat makan dulu ya" ujar ibu menyuruh sopir taxi untuk singgah.

"baik bu!" kata sopir

Ketika sedang menikmati hidangan makanan ibu ku menerima telepon dari seseorang yang ada di jogja

(Dering handphone ibu berbunyi)

"Hallo, ya gimana sein?"

"terus masalah berkas, aman?"

"Oke, tolong kamu carikan sekolah yang terbaik disini ya, masalah administrasi dan lain sebagainya whatsapp aja, nanti langsung saya transfer seperti biasa, yang penting semuanya aman"

"baik, terimakasih". (telepon tertutup)

..........

"siapa bu?" tanyaku kepada ibu

"pak husein, dia anak buah ibu, sudah bekerja sama ibu sekitar 10 tahun lebih, dia yang akan mengurus sekolahmu, orangnya terpercaya dan bisa diandalkan, oiya tadi barusan dia juga bilang kalau sekolahmu yang sebelumnya sudah clear semuanya", nanti mengenai sekolah yang baru akan di kabari secepatnya." jawab nya

"oiya, kamu nggak pamitan sama teman-teman kamu?"

"nggak sempat bu" jawabku dengan wajah tersenyum tipis

"terus robin gimana? Dia tahu?" tanya ibu

(Aku hanya diam dan menggelengkan kepala)

"nabila, sayang.. walau bagaimanapun kamu harus tetap ngomong sama dia, jujur sama dia apa yang sebenarnya terjadi, akan lebih sakit apabila kalau sampai dia tahu dari orang lain dan kamu akan di anggap berbohong, mau sampai kapan kamu lari dari masalah ini sendiri itu tidak akan menyelesaikan nya, justru akan menambah kerusakan di hubungan kalian nantinya"

Aku hanya terdiam setelah ibu berkata seperti demikian, aku pikir ada benarnya. Masalah ngomong mungkin aku hanya kurang siap dia terluka, namun kalau sampai dia tahu sebenarnya tanpa melalui aku yang berbicara itu akan lebih sakit dan membuatnya kecewa, aku mulai sadar semua yang akan aku lakukan akan ada konsekuensinya, tapi setidaknya aku mengurangi dari dampak yang aku buat sendiri.

Aku memegang saku bagian sebelah kanan tepat aku menaruh handphone ­ku yang sedang ku non-aktifkan, ingin rasanya aku mengambil dari saku dan mengaktifkan kembali, tapi lagi lagi ragu menyelimutiku, aku rasa waktu yang sekarang belum tepat, mungkin nanti saja setelah semuanya membaik dan biarkan hatiku istirahat terlebih dahulu.

Setelah memaksa perut untuk mengisinya, kami melanjutkan perjalanan ke rumah, tak selang waktu dua puluh menit kami tiba di kediaman baru kami, tempat tinggalku.

"nabila, kita sudah sampai sayang, ini rumah kita yang baru, tidak terlalu besar tapi cukup untuk kita tinggal berdua, untuk sementara kita ngontrak disini dulu, ketika nanti bisnis ibu sudah jelas, kita akan pindah ke yang lebih besar " ujar ibu.

Menurutku tentang kenyamanan dalam bertempat tinggal itu bukan dinilai dari kecil atau besarnya tempat tersebut, banyak orang yang aku lihat dari segi kaca mata ku, mereka tinggal dan hidup dengan keadaan yang sederhana tapi dengan keluarga yang utuh, sederhana bukan? tapi tidak se-sederhana itu, mereka bisa menikmati nya dengan cinta, itu yang aku lihat dan akupun ikut merasakan, karena percuma saja punya rumah besar tapi isinya kosong!

Setibanya kami dirumah, aku dan ibuku lekas membersihkan tempat dan barang-barang yang dibawa, seketika duduk di atas dipan kamarku untuk menghela nafas sejenak, aku kepikiran dengan ucapan ibu " walau bagaimanapun kamu harus tetap ngomong sama dia, jujur sama dia apa yang sebenarnya terjadi, akan lebih sakit apabila kalau sampai dia tau dari orang lain dan kamu akan di anggap berbobong, mau sampai kapan kamu lari dari masalah ini sendiri itu tidak akan menyelesaikan nya, justru akan menambah kerusakan hubungan kalian nantinya" jujur, aku kepikiran terus dengan kalimat itu, dengan memaksakan diri untuk berani, akhirnya aku memutuskan untuk mengaktifkan kembali handphone yang telah mati dari sejak aku di jogja.

Betapa terkejutnya diriku, ketika handphone ku aktif, handphone ku langsung berdering dan menerima panggilan dari nya.

"Hallo!" Robin.

........

PEMERAN PENGGANTITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang