Hara ¦ 14

85 44 352
                                    

S E T E L A H keluar dari taksi, Hara menghela napas panjang. Hari ini, ia akan sendirian di sekolah karena Saza masih harus beristirahat untuk memulihkan kondisinya.

"Mumpung Teh Ajal gak sekolah, Hara harus cepet nemuin A Ararya!" tegas Hara. "Hara benar-benar gak bisa tenang sebelum ketemu dia."

Hara melangkahkan kakinya memasuki koridor sekolah. Ia berjalan dengan tenang walaupun hati dan pikirannya sangat gelisah, ingin segera mengakhiri masalah yang menghantui pikirannya.

Setelah sampai di depan kelas Ararya, Hara menghentikan langkahnya. Saat seorang laki-laki hendak memasuki kelas itu, ia menegurnya.

"Anu ...."

Laki-laki itu mendongak saat Hara menyentuh bahunya. "Hm?"

"Boleh tolong panggilin A Ararya?"

"Baiklah."

Setelah laki-laki itu masuk, Hara mengalihkan pandangannya dan memainkan jari-jarinya. Ia kembali dilanda kegelisahan, entah mengapa laki-laki itu selalu gelisah dengan hal-hal kecil.

"Hh!" Ararya bersedekap. "Lo udah siap nurutin perintah gue?!"

"Apa yang harus Hara lakuin, A?"

"Lo yakin mau ngelakuin ini?" Ararya tersenyum sinis.

"Asalkan Aa tidak menyentuh Teh Ajal, Hara akan lakuin, A!"

"Ikutin gue!" titah Ararya, laki-laki itu berjalan mendahului Hara.

Hara menarik napas, lalu mulai membuntutinya mendekati kamar mandi. Ararya memasuki kamar mandi dan berhenti tepat di depan toilet. Ia berbalik, menatap tajam laki-laki polos di depannya. Dagunya terangkat mengarah ke dalam toilet.

"Ambil ini!" Ararya menyodorkan sebuah benda tajam pada Hara. "Masuk dan potong urat nadi lo di sana!"

Hara tercengang menatap sebilah pisau itu. Jantungnya berdebar kencang, ia semakin gelisah, bingung dengan apa yang harus dilakukannya.

Bagaimana ini, Tuhan ....

Kalo Hara gak nurutin keinginan dia, Teh Ajal pasti akan menangis ....

Hara menelan saliva. Dengan berat hati, ia mengambil sebilah mengkilat itu. Saat benda itu sudah dipegangnya, ia mengalihkan pandangannya, menatap Ararya dengan penuh keseriusan.

"Setelah ini, jangan deketin Teh Ajal lagi."

"Oke!" balas Ararya mantap.

Setelah lo mati, Saza akan jadi milik gue seutuhnya, hahaha!

Sambil memegang pisau itu, Hara berjalan pelan memasuki toilet dengan perasaan gemetar. Ia menutup pintu toilet dan merosot di sana. Matanya berkaca-kaca. Ia terus menatap tangan yang akan dilukainya untuk Saza.

"Seiyanya Hara harus pergi sekarang, Hara tetep seneng selagi Teteh aman ...." Hara tersenyum sendu.

"Maaf, Hara gak bisa tepatin janji Hara buat selalu ada sama Teteh," Hara terdengar parau. "Hara gak punya pilihan lain, Teh,"

Hara mengarahkan pisau itu ke tangan kanannya. Ia memejamkan matanya, membuat air mata mengucur membasahi pipinya.

Laki-laki itu sudah siap, siap memotong nadinya sendiri demi orang yang sangat dicintainya.

Hara ...,

Suara Hara tercekat.

Hara sayang sama Teteh ....

Hara (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang