Hara ¦ 04

120 59 169
                                    

N A S Y A  dan Gino tengah berjalan mendekati kamar Saza dengan menggiring sebuah koper. Hari sudah memasuki waktu subuh, mereka akan berangkat ke Paris saat ini juga.

"Sayang!" panggil Nasya mengetuk pintu kamar Saza namun tidak ada respon apa pun dari dalam.

"Sa," Kali ini Gino yang mengetuk pintu. "Udah subuh,"

Hara yang mendengar ketukan pintu, langsung membuka matanya dan bangkit dari tidurnya. Ia berdiri, lalu berjalan untuk membukakan pintu.

Setelah pindah terbuka Hara mengangguk pelan dan tersenyum. "Bu, Pak,"

"Saza belum bangun, Sayang?" tanya Nasya.

"Belum, Bu," bisik Hara.

Nasya tersenyum, lalu memasuki kamar Saza. Gino menepuk pelan bahu laki-laki itu dan ikut masuk ke dalam. Hara tersenyum menatap Nasya dan Gino yang tengah duduk di dekat Saza yang masih tertidur lelap.

"Sayang," Nasya mengelus lembut rambut Saza.

Saza berdehem tanpa membuka matanya.

"Momy sama Dady berangkat, ya, Sayang,"

"Hm," balas Saza malas.

"Nanti Momy pasti cepet pulang, kok,"

Saza langsung berbalik ke samping membelakangi Nasya. "Hm,"

Nasya yang mengerti alasan di balik Sikap Saza padanya ini, hanya bisa meneteskan air mata dan berusaha tersenyum. Ia menghapus cepat sisa air mata di pipinya. Gino yang melihat kesedihan di mata istrinya, langsung mengelus punggung Nasya dengan senyuman tipisnya.

Nasya berdiri, Gino pun menggerakkan tangannya untuk membelai rambut Saza. Ia menatap sendu Saza yang ikut membelakanginya, lalu mengecup lembut puncak kepala anak satu-satunya itu.

"Telpon Dady kalo butuh sesuatu, ya," ujar Gino yang mendapat decakan singkat dari Saza. "Dady sama Momy sayang sama kamu,"

Saza membuka matanya. Ia mulai mengucurkan air mata namun tetap tidak ingin menatap kedua orangtuanya itu.

Dari lubuk hatinya yang paling dalam, Saza sebenarnya tidak ingin orangtuanya pergi ke luar negeri dan meninggalkannya berdua bersama Hara. Namun, ia tidak bisa meminta mereka untuk tetap menemaninya karena Saza hanyalah seorang anak.

Seorang anak tidak bisa melarang orangtuanya melakukan kewajiban dalam mencari nafkah untuk membiayai anaknya.

Karena Saza masih tidak merespon, Gino pun menarik selimut gadis itu untuk menutupi sebagian tubuh Saza yang tidak tertutupi selimut.

Setelah Gino berdiri, Nasya langsung mendekati Saza dan tersenyum menempelkan keningnya di kepala gadis itu.

Momy juga gak mau ninggalin kamu, Sayang .... gumam Nasya dalam hati.

Hara yang sedari tadi hanya memperhatikan, mulai ikut bersedih melihat pemandangan menyedihkan di depannya. Ia sangat tahu bagaimana rasanya jauh dari orangtua. Laki-laki itu bisa merasakan apa yang dirasakan Saza saat ini.

Nasya setelah berdiri menatap Hara. "Hara, Ibu sama Bapak pamit, ya, kamu jaga diri baik-baik dan jagain Saza juga,"

"Baik, Bu," sahut Hara patuh.

"Kalo terjadi sesuatu sama kamu atau Saza," Gino menjeda ucapannya, lalu menyentuh bahu Hara. "Kasih tau Bapak, ya!"

"Baik, Pak!"

Setelah mendengar jawaban Hara, Gino dan Nasya pun melangkahkan kakinya keluar dari kamar Saza. Saat di pintu, wanita itu menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Saza yang tak kunjung menatapnya.

Hara (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang