×Eps 7 [ 'MUSIM SEMI' YANG KEMBALI ]×

2 2 0
                                    

Alvin mengajakku bicara empat mata di perpustakaan. Ini aneh, aku serius. Sejak tingkah konyolku dengan Nindy yang terjadi di kantin waktu itu, Alvin bertingkah sangat bertolak belakang dengan yang sebelumnya.

Sebelum kemari, aku seperti biasa berada di ruangan OSIS. Lalu saat dia datang, tanpa basa basi dia menarikku ke perpustakaan.

"Aku tidak yakin kau bisa tahu atau tidak, tapi entah kenapa aku memang merasa dia terkena masalah." Alvin mulai memasang tampang serius.

"Dia? Dia siapa?" Aku bertanya

Alvin menatap sinis. "Sepertinya memang benar kau tidak tahu."

"Ini soal Nindy," katanya.

Nindy? Ada apa dengan Nindy? Apa dia membuat keributan di kelas? Ah, tidak mungkin. Nindy bukan tipikal perempuan yang suka membuat rusuh-apalagi di dalam kelas.

"Nindy sepertinya-" Alvin menahan kalimatnya.

"Nindy kenapa?" Aku bertanya penasaran.

Alvin menghembuskan nafasnya lalu "Nindy,dia-"

Kalimat Alvin tertahan karena bunyi debum yang sangat keras dari pintu perpustakaan. Wajah perempuan keturunan Arab-siapa lagi jika bukan Zera-terlihat di tengah pintu. Langkahnya terburu buru menuju posisiku.

Nafasnya terengah engah. Keringat meluncur di dahinya tanpa habis. Dengan terbata bata, dia memberi tahu aku,
" Ni-nindy dibawa ke UKS. Dia jatuh pingsan di kelas"

~ℳ~

Aku dan Zera duduk gelisah di selasar UKS, menunggu. Nindy ada di dalam ruang perawatan di hadapan kami. Seorang dokter muda menemani gadis itu.

Suasana di sekeliling kami sepi. Selain karena UKS terletak tersembunyi di sekolah, para murid memang jarang mengunjungi tempat ini kecuali mereka yang langganan sakit saat upacara hari senin atau beberapa murid yang terkena cedera ringan.

Menurut Zera, Nindy tiba tiba saja jatuh saat hendak mempresentasikan tugas karangannya di kelas Bahasa Indonesia. Sebelum itu, tidak ada tanda apa apa yang menunjukkan dia tidak sehat.

"Sepertinya Nindy sakit deh, Nick."

"Sakit?" Aku menoleh ke arah Zera.

Gadis itu mengangguk. "Aku tidak yakin,sih, tapi sebelum ini Nindy sempat mimisan. Itu terjadi sebulan lalu saat aku dan dia ada tugas kelompok di kelas biologi."

"Dan, lebih parahnya lagi itu bukan mimisan biasa," dia mendesah pelan "Darah dia keluar deras. Aku sampai panik," suara Zera sedikit bergetar.

Aku terdiam. Mengapa Nindy tidak memberitahu aku jika dia pernah mimisan?

"Teman kalian sudah sadar." Dokter keluar dari ruang UKS.

Kami buru buru menghampirinya "Emm, bagaimana keadaannya?"

"Saat ini kondisinya cukup baik. Tapi, saya sarankan kepadanya untuk melalukan pemeriksaan lebih lanjut." Dokter itu mendesah pelan "Dia pingsan bukan karena kecapekan atau semacamnya, itu jelas." Lalu, dia mempersilakan kami masuk ke ruang perawatan untuk melihat Nindy.

Nindy duduk bersandar di tempat tidur dengan kepala sedikit menunduk. Kedua tangannya terkulai lemas di sisi tubuhnya. Lalu saat kami masuk, gadis itu menyambut aku dan Zera dengan senyuman tipis.

Zera mendatangi tempat tidur Nindy dan aku menyusul. Hatiku pilu. Sejak kecil Nindy adalah anak yang sangat kebal terhadap penyakit. Tapi, baru kali ini aku melihat Nindy yang tidak bersemangat dan matanya terlihat redup.

Aku menarik kursi yang ada dan duduk di sebelahnya dan bertanya "Bagaimana Keadaanmu?"

Nindy mengangguk tipis. "Aku baik baik aja," lalu melirik Zera "Berkat Zera. Terima kasih," jawabnya.

Zera mendengus. "Kau membuat aku khawatir, tahu?"

Nindy tertawa kecil. "Maaf ya."

Aku membelai lembut kepala Nindy "Lain kali jika kau sakit, beritahu aku." Aku menasehatinya

Kulihat, Nindy sempat tertegun. Tapi setelah itu dia tertawa "Iya iya. Maaf ya merepotkan mu."

Tawa Nindy bertambah keras. Kini wajah pucat yang menguasai gadis itu berangsur angsur hilang dan itu membuat kami lega. Aku melirik Zera lagi dan kami ikut tertawa bersama Nindy.

Setelah tawa kami reda, ponsel di meja sebelah tempat tidur Nindy berbunyi. "Alvin," katanya

Nindy menerima telepon darinya kemudian suara berat bernada datar milik Alvin mulai terdengar.

"Maaf jika menggangu waktu istirahatmu." Alvin memulai pembicaraan.

"Tidak apa apa. Lagipula aku tidak sakit."

"Bagaimana? Apa ada keluhan khusus?"

Nindy lagi lagi tertawa "Tidak. Aku pingsan karena kecapekan. Itu saja kok."

"Baguslah. Aku tidak tau kondisimu yang sebenarnya, tapi sebaiknya kau menjaga kesehatanmu."

Nindy terdiam sejenak. Lalu beberapa saat dia mengangguk "iya. Aku akan berusaha." Kemudian setelah itu, percakapan selesai.

~ℳ~

"Kalian mau menemaniku Akhir pekan ini? Ada tempat yang ingin aku datangi." Dia bertanya dengan mata berbinar binar.

"Kau ingin pergi ke suatu tempat? Ayolah, kau sedang sakit. Ingat?" Zera menatap simpati kepada Nindy.

Nindy menggelengkan kepalanya "Tidak apa apa. Aku tidak sakit."

Lalu Zera dan Alvin diam, memikirkan sesuatu.

"Lagipula kita bisa dibilang teman baru kan? Baru sekitar 1 bulan kita kenal. Setidaknya aku ingin membuat kenang kenangan bersama kalian."  Senyum Nindy mengembang.

"Kalau kau berpikiran jika kau pergi bersama 2 perempuan," Nindy menggandeng lenganku "Nicky juga akan ikut. Jadi kau tak perlu khawatir." Nindy sedang meledek Alvin rupanya.

"Ck. Siapa bilang aku berpikiran begitu?" Alvin mencibir.

Kami bertiga tertawa. Dan setelah itu suasana menjadi hening lagi.

Kemudian disaat Zera memasang ekspresi ingin menolak, Nindy menatap mereka dengan ekspresi memelas. "Aku mohon kepada kalian. Ya?"

Menggemaskan. Saking menggemaskan nya sampai sampai Wajah Zera dan Alvin berubah menjadi merah.

"B-baiklah. Aku ikut." Akhirnya, Zera dan Alvin menyetujuinya.

Gadis di sebelahku tertawa girang. Dia bertepuk tangan penuh semangat, mirip anak kecil yang baru saja berhasil menebak teka teki badut pesta.

Melihat aksi menggemaskannya, aku mulai berpikir jika Nindy benar benar menepati janjinya.

Jelmaan Bunga DandelionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang