×Eps 8 [ KEBERSAMAAN KAMI ]×

3 2 0
                                    

Jam 06.40 Nindy menunggu kami di AEON MALL Sentul City. Dia mengenakan Blouse putih dan Celana jeans biru. Wajahnya berseri seri, dan matanya terlihat antusias; sama sekali tidak kelihatan seperti sedang sakit. Terlihat, di punggungnya tersampar tas ransel kulit.

Aku memesan Grabcar yang kebetulan sang driver adalah teman dari Ayahku dan kami bisa dibilang dekat. Tidak sampai 15 menit, Grabcar yang aku pesan sudah datang. Tempat yang ingin dikunjungi oleh Nindy adalah Rumah Pohon Curug Ciherang, air terjun yang berlokasi di Desa Warga jaya, Kecamatan Sukamakmur.

~ℳ~

Tempat itu-secara kebetulan-masih sepi ketika kami berada disana. Yah, setidaknya kami bisa menikmati rumah pohon itu tanpa diganggu pengunjung lain.

Sedikit informasi, Curug Ciherang merupakan air terjun yang berlokasi di Desa Warga jaya Kecamatan Sukamakmur, Bogor Jawabarat. Curug Ciherang memiliki tiga tingkatan dimana terdapat beberapa pohon dan tanaman disisinya. Curug ini memiliki ketinggian 30 meter.

Dan tempat yang ingin disinggahi oleh Nindy bukanlah air terjun-ataupun perahu gantung-tetapi rumah pohon dan jembatan gantung.

Rumah Pohon disini mempunyai ketinggian kurang lebih 900 mdpl. Sebelum mencapai kawasan rumah kayu ini, kami harus berjalan terlebih dahulu melewati jalan setapak dan membutuhkan tenaga ekstra. Jalanan ini memang sudah bersahabat karena dibentuk dari bebatuan yang disusun seperti layaknya tangga.

Di pertengahan jalan, Nindy mulai mengeluarkan sesuatu dari tas miliknya. Rupanya dia membawa kamera Canon yang dibeli nya seminggu sebelum kembali ke Indonesia.

Kemudian, dia sibuk memotret dan merekam benda yang ada disekitarnya-seperti pohon, air terjun,burung burung-ya semacam alam terbuka pada umumnya.

Meskipun Nindy bilang tak ingin mengunjungi, pada akhirnya dia mengajak kami untuk berfoto bersama dengan berlatar belakang air terjun itu.

Nindy memasang tripod kamera dan menyalakan timer. Saat timer mulai berhitung mundur, kami mundur kira kira 1 meter dan berpose berbeda sebanyak 3 kali di depan kamera.

Kegiatan yang kusangka berlangsung berkisar 5 menit, rupanya meledak menjadi 15 menit. Pasalnya Alvin tidak pandai berpose, dan Zera sepertinya terlalu keras hati jika Alvin hanya berpose itu itu saja. Maka selesai berfoto, sudah tentu Zera mencak mencak kepada Alvin dan perdebatan antar keduanya tak terelakkan.

Nindy yang tengah melihat, justru asyik memotret-sempat beberapa kali merekam juga-kegiatan absurd mereka.

"Kau memotretnya untuk apa?" Aku bertanya.

"Tidak kok, hanya iseng saja," katanya.

"Kau berencana menggunakan foto itu sebagai guyonan?" Aku bertanya sembari tertawa.

Nindy ikut tertawa dan kemudian menggeleng. "Tidak. Aku hanya mengabadikan aksi mereka saja."

"Bisa saja kan, aku hanya bisa melihat sekali dalam hidupku." Nindy melanjutkan kalimatnya.

Aku menatapnya bingung sekaligus maklum. Mungkin Nindy berpikir jika hari hari berikutnya berlalu tanpa pertengkaran mereka.

5 menit kembali berlewat, dan pertengkaran mereka berakhir-syukurlah. Jika pertengkaran mereka terus berlanjut, maka sudah pasti aku akan meninggalkan mereka disini.

"Sudah selesai?" Nindy bertanya sinis.

"Sudah" Zera menjawab ketus.

Nindy mengangguk dan mengajak kami untuk lanjut berjalan.

"Hati hati lo, Zer." Nindy bilang.

Zera menatap tak mengerti. "Hati Hati apa?"

Nindy mengerlingkan matanya, "Hati hati kau jatuh hati pada Alvin."

Muka Zera merah bersemu dan dia bilang, "J-jangan meledekku."

Nindy tertawa, begitu juga dengan ku. Alvin tidak ikut, manusia setengah mesin itu tidak bisa tertawa.

~ℳ~

Kami kembali ke apartemen saat jam menunjukkan 09.20 WIB. Di lobby Apartemen, ada seorang resepsionis muda yang memberitahu kami bahwa ada paket yang diberikan kepada Nindy.

"Ah, itu pasti paket dari temanku yang ada di Jepang," kata Nindy bersemangat.

"Temanmu?" Alvin bertanya.

"Iya. Aku mengenalkan kalian kepada temanku itu, dan sebagai balasannya ia akan mengirimiku selusin kue mochi."

Setelah menerima paketnya, Nindy berkata kembali, "Temanku baru saja belajar membuat kue mochi. Dan dia ingin kalian mencicipinya."

Sembari menyodorkan kue mochi tersebut, Nindy bertanya "Mau coba?"

Alvin dan Zera bersitatap sejenak dan kemudian mereka menggangguk.

Nindy tersenyum puas dan mengajak mereka memasuki kamar apartemen yang kami singgahi.

Nindy menyuruh Alvin dan Zera untuk duduk di balkon kamar, sementara aku membantu Nindy menyiapkan teh dan kue mochi.

Aku meletakkan 2 cangkir yang mengeluarkan aroma melati itu dan kotak yang berisi selusin kue mochi di meja-yang berada diantara mereka berdua.

Zera mencomot satu kue mochi, diikuti Alvin dan aku. Kue itu berbeda dengan yang banyak dijual di Indonesia, lebih lembut dan harum. Bentuknya pun menarik.

"Enak," kata Alvin setelah kue itu dicicipinya

"Enak? Ayame bilang yang kau makan itu isi teh hijau."

"Ayame?" Aku bertanya

Nindy mengalihkan pandangannya ke arahku dan kemudian dia mengangguk, "Temanku yang ada di Jepang bernama Ayame."

"Kau kenal dia dimana?" Zera bertanya sambil menikmati mochi.

"Dia adalah salah satu temanku di club Bahasa Asing yang ada Canadian Internasional School waktu di Singapore." Nindy menjelaskan.

"Ah, sepertinya seru. Aku juga mau mempunyai teman di luar Indonesia." Zera berkata antusias.

Alvin yang sejak tadi menikmati kue yang berasal dari Jepang itu berkata, "Cih. Bahasa Inggris saja kau remedial, mau sok sok-an ingin punya teman luar negeri."

Zera mencibir, sementara aku dan Nindy tertawa cekikikan.

Begitulah akhir pekan kami saat itu, berlalu dengan tawa dan canda. Sehingga membuat kami tak menyadari, ada 'kejutan' lainnya di esok hari.

Jelmaan Bunga DandelionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang