×Eps 9 [ MIMPI BURUK ]×

2 2 0
                                    

Waktu berjalan begitu cepat. Sekitar satu setengah jam kemudian, mobilku memasuki lingkungan Bandara Soekarno Hatta. Aku memilih tempat parkir di dekat terminal kedatangan luar negeri. Kemudian, aku celingukan mencari sosok seorang gadis di tengah lautan manusia yang hampir membuatku putus asa.

Aku terkesiap ketika merasakan sebuah tepukan di bahuku. Serta merta aku menoleh. Nindy berdiri di belakangku. "Oi Nicky, aku sudah menunggumu daritadi," katanya dan tersenyum.

Begitu melihatnya, aku refleks ingin memeluk dan memperlakukannya seperti anak kecil.

Tapi anehnya, ketika aku ingin menggapai lengannya, sosok yang amat ku rindukan itu menghilang seperti abu yang ditiup angin. Sosoknya raib, berganti pemandangan cahaya putih yang amat terang dan ...

"Nindy!"

Aku memekik, lalu terjaga. Mataku terbelalak. Tubuhku dalam keadaan duduk tegak di tempat tidur. Keringat membasahi kening, leher dan punggungku. Nafasku memburu. Kerongkongan ku kering.

Nindy yang hendak bersiap berangkat sekolah, menatap heran kepadaku.

"Kau kenapa?" Dia bertanya.

"A-aku-"

Nindy memberhentikan kegiatannya. Kemudian, dia menghampiri dan duduk di sebelahku.

Dia menepuk lembut bahuku. "Tenang. Aku tidak akan pergi jauh kok" katanya, lalu dia tersenyum.

~ℳ~

Aku duduk lesu di kantin. Teman temanku dan Nindy sejak tadi menatap heran. Pasalnya, aku tidak bisa fokus sejak jam pertama kelas Fisika tadi karena mimpi buruk yang terus berputar di kepalaku. Dan kejadian itu terus terjadi sejak 3 hari terakhir.

"Kau kenapa sih belakang ini?" Zera bertanya.

Aku mengedikkan bahu. Sejujurnya, aku pun tak tahu menahu mengapa mimpi buruk ini kerap menerorku. Terlebih lagi, orang yang bersangkutan selalu Nindy, Nindy dan Nindy.

"Dia mimpi buruk. Belakangan ini Nicky sering memekik memanggil namaku," kata Nindy memberitahu.

Zera tersentak.

"M-memanggil namamu?" Alvin bertanya tak percaya. Dan sebagai balasan, Nindy mengangguk.

Aku menarik nafas dan menghembus lesu. "Yah, aku berharap mimpi buruk ini yang terakhir kalinya."

"Hati hati lo, Nick. Bisa jadi itu pertanda buruk." Zera berkata pelan.

Nindy menyenggol tangan Zera dan menatap dingin padanya. Zera justru hanya terkekeh.

"Ck. Hei Zera. Kau masih saja percaya dengan omong kosong?" Alvin bertanya sinis.

Zera seketika melotot ke arah Alvin, menatap tidak suka. "Aku kan tadi sudah bilang bisa jadi. Kau ini tidak mengerti kalimat Bahasa Indonesia ya?"

Nindy yang melihat tingkah Zera justru menggeleng geleng kepala sembari tertawa kecil.

Tapi, setelah itu, Nindy mengernyitkan dahinya dan memegang kepalanya. Aku tersadar dari lamunku dan bertanya padanya. "Kau sakit?"

Nindy buru buru mengembalikan ekspresinya seperti semula dan dia menjawab, "Tidak, aku tidak sakit. Kau tak perlu khawatir."

Aku memasang ekspresi lega.

Setelah menjawab pertanyaanku, Nindy berpamitan ingin ke toilet-meninggalkan kami bertiga di kantin.

~ℳ~

Aku berdiri di tengah tengah hamparan batu nisan. Di depan ku terdapat kuburan yang baru saja selesai dimakamkan. Di kuburan yang sedang kuperhatikan itu, terdapat nama jenazah yang dikuburkan. Aku tidak dapat melihatnya dengan jelas-tulisan itu tampak kabur. Hanya Huruf depannya saja yang terlihat. Huruf itu adalah...

Belum sempat melihat dengan jelas apa huruf itu, aku terbangun.

Ah,lagi lagi aku bermimpi.
Aku duduk di tepi tempat tidur dengan wajah kusut dan bingung.
Harus bagaimana?
Jika ku hitung dengan benar, aku sudah sekitar 10 hari berturut turut bermimpi buruk. Dan, sudah selama itu pula, aku belum mendapat arti yang jelas dari mimpi yang masuk ke dalam tidurku.

Jelmaan Bunga DandelionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang