"Sa, lo dimana?"
Pertanyaan Jehian pada sabtu siang, lewat sambungan telephone pada gadis diseberang sana.
"Lo gue liat-liat jalan mulu nyet" canda Jehian, lalu meminum air pada botol dihadapannya.
"Lo emang udah gila nonton sendirian di sabtu siang bolong kayak gini." heran, Jehian sungguh heran apa yang ada di benak Resa itu.
"Kenapa gak ngajak gue aja?" Jehian banyak tanya juga ternyata.
"Gue susul, tungguin ya? Ganti baju dulu" putus sudah sambungan telephone dari handphone nya.
Jehian dengan cepat mengambil kaos dilemari, kalau Bundanya tau isi lemari sudah tidak sama rapinya lagi. Kita lihat konsekuensi yang diterima nanti.
****
Disini Jehian sekarang, lantai 3 mall yang menjadi satu-satunya tempat nongkrong remaja atau bahkan orang tua yang masih dimabuk cinta, katanya.
Dari jarak 5 meter Jehian sudah tau kalau disana ada Resa sedang duduk di depan pintu bioskop sambil memainkan handphonenya. Ide jahil muncul dikepala.
"Kak sorry, saya dari lembaga penyaluran dana.." belum sempat Jehian melanjutkan kata-katanya Resa sudah langsung menepuk dua kali pipinya, halus. Jehian hanya terpaku dan diam.
"Lama lo ah. Ayo buruan pilih dulu filmnya, kalo banyak omong keburu makin rame tuh" tunjuk Resa pada kasir bioskop yang sungguh tidak main antrinya. Mungkin karena ini sabtu, jadi banyak pemuda-pemudi sedang libur sekolah atau kerja.
Jehian masih beku, lima detik kemudian Jehian sadar. "Gue kenapa?" tanya nya pada diri sendiri. Ah entahlah, aku pun juga tidak tahu apa jawabannya.
"Lo mau nonton apa?" tanya Jehian pada Resa sembari matanya menatap monitor diatas kasir yang menunjukkan film apa aja yang sedang ditayangkan. Jehian tidak tertarik sama sekali, sungguh.
"Gak tau" singkat Resa sembari melihat antrian didepannya yang kebanyakan pemuda yang rupanya sedang berpacaran.
"Lah? Terus ini gimana?" Jehian sedikit menjauhkan diri dari Resa. Bingung, mana ada orang pergi menonton tapi tidak tahu apa yang akan ditonton.
Tangan Resa perlahan menyentuh lengan Jehian, menariknya agar tetap berada disampingnya.
"Yaudahlah ngikut orang didepan aja. Mereka pesen film apa ya kita pesen juga" jawaban Resa yang kelewat enteng bikin Jehian makin tidak tahu apa yang dipikiran gadis disebelahnya.
"The Medium" judul film yang mereka tonton. Satu persatu penonton mulai menduduki kursinya. Resa dan Jehian? Dian, seperti biasa. Jehian dengan popcorn ditangan dan Resa menyeruput coca-cola nya. Tapi ada yang Jehian tahu lagi tentang gadis disebelahnya ini, dia tidak suka popcorn.
Jehian menatap dalam pada gadis disebelahnya yang sedang asik menendang kecil kursi dihadapannya. Resa, yang dipandang hanya tersenyum kecil sebelum lampu ruangan dimatikan. Mereka berdua memposisikan agar menonton lebih nyaman
Satu menit ditayangkannya film Jehian dan Resa saling menatap satu sama lain. Jehian mencondongkan badan pada telinga kiri Resa.
"Ini film horor thailand?" bisik Jehian.
Sekarang giliran Resa yang mencondongkan badan, tapi Jehian sedikit membungkuk karna perbedaan tinggi badan mereka berdua.
"Ya gue gak tau. Kan ngikut doang" jawab Resa sambil tersenyum menyebalkan.
****
Film baru saja ditayangkan tiga puluh menit. Jehian merasa disebelahnya, tempat duduk Resa tidak bisa diam. Jehian menoleh karna sungguh Jehian mulai menikmati filmya.
Resa tidur, yang didapati Jehian adalah Resa tertidur dan menjadikan tangan kanannya ssbagai tumpuan.
"Bangun Sa. Liat tuh mulai seru" kata Jehian sembari menoel-noel lengan Resa.
*****
"Lo daripada buang-buang duit buat nonton mending buat makan aja, masa baru ditayangin udah tidur" protes Jehian.
"Kalo film documenter diawal-awal bosenin Je. Jadi biasanya gue nungguin 40 menit bisr pas seru gue nonton lagi" ada saja jawaban untuk melawan Jehian.
"foodcourt dulu yuk, nyebat dikitlah" ajak Resa pada Jehian.
Mereka berdua duduk pada bagian luar foodcourt sembari menikmati sushi serta jus jeruk diatas meja. Lalu berbicara panjang lebar sambil menghisap asap putihnya.
"Lo suka nonton?" tanya Jehian pada Resa.
"Jelas" sombongnya.
"Suka genre apa emangnya?"
"Semua. Kalau dulu gue cuma suka nonton horor. Tapi pas gue kerja, gue ketemu dua cowok yang jauh lebih tua dari gue. Mereka suka nyaranin film bagus buat ditonton dengan segala genre" jawab Resa sambil meminum jusnya.
"Cowok?" yakin Jehian. Entahlah, dadanya terasa sesak.
"Iya. Mereka udah kayak abang dan temen buat gue. Suka ngajakin gue main game, padahal gue gak bisa. Suka cerita tentang Anime atau sekedar tanya gue kalo dirumah ngapain aja. Gue jadi kayak punya kakak kandung yang lagi main sama gue"
Resa menatap pada perkampungan yang terlihat sangat jelas pada tempat duduknya.
"Gue punya kakak kandung yang demi Tuhan sama persis kayak 2 cowok yangg gue temuin pas kerja. Mereka sama-sama suka Naruto, jago gambar, jago benerin barang dan yang paling hebat menurut gue adalah mereka jago buat gue nyaman sebagai adik mereka" jelas Resa sembari mengambil batang nikotin itu lagi. Cepat-cepat jehian menahan tangannya.
"Udah cerita dulu aja"
"Astaga iyan" sebentar. Iyan? Jehian? Yang punya nama hanya diam, mencoba mencermati nama baru untuknya.
"Gue jadi sadar kebahagiaan seseorang yang udah dewasa gak bisa diukur dengan apa yang mereka lihat. Mereka tetep bisa bahagia lewat apa yang mereka tonton, menghibur dan tetap punya jiwa muda buat bersanding dengan dunia yang mulai berkembang dan maju. Walaupun begitu, mereka tetap takut sama istri dan tetap melakukan yang terbaik untuk buah hati. Tanggung jawab mereka tetap sama dan semakin besar untuk setiap hari. Apa yang mereka tonton cuma pengalihan saat rehat sejenak dari kewajiban. Selebihnya mereka banting tulang untuk sesuap nasi"
Sudah cukup berhenti disitu mereka berbicara tentang bioskop dan hari ini. Jehian semakin bingung setiap bertemu Resa. Sebenarnya dia mengambil makna dari setiap apa yang berharga menurutnya itu darimana? Toling kasih tau dia. Kasian Jehian. Mau jatuh cinta saja sepertinya bingung akan dibawa kemana.
