"AMALIA! KAMU KURANG AJAR, SAYA BILANG KEMARIN APA?! HARI INI ADA PEMOTRETAN, KENAPA KAMU MALAH SEKOLAH?!" Bentakan yang terdengar keras, menyambut kepulangan Amalia diambang pintu, Amalia menunduk, dengan pandangan sendu kearah lantai.
Dirinya memang salah, karna pagi pagi sekali sudah berangkat sekolah menghindari Mamah nya yang memaksanya untuk keluar kota, walau hanya sehari atau dua hari, Amalia tetap tidak suka karna Mamah nya disana akan semakin mengekang dia, jika sedang tidak ada Bagas. Amalia Akui, Bagas baik karna sering membantunya untuk bebas dari yang namanya Pemotretan. Tetapi, kali ini ia tak akan lolos, karna Bagas juga sedang lembur dikantor.
Jika kalian tanya, Bisma dan Laras dimana? Jawaban nya mereka masih di sekolah, Mereka berdua berbeda sekolah dengan Amalia, karna mereka memang memilih bersekolah bisa dibilang elite.
Amalia tidak pernah menuntut untuk bersekolah di sekolah elite atau biasa, karna nyatanya, pendidikan nya sama. Terkadang Amalia dipaksa Mamah nya untuk bersekolah bareng dengan Bisma dan Laras, Amalia tolak Mentah mentah, jika soal pendidikan ia, tidak boleh diganggu gugat.
"Maaf, mah. Lia--"
Plak!
"Sekarang kamu masuk, Ganti baju! Kita pergi sekarang juga?!" Bentak kembali Nila.
Amalia berlari menuju kamar dengan mata yang sudah memerah menahan tangis sedari tadi. Lelah, dirinya lelah, mamah nya semakin mengekang dia. Amalia ingin pergi jauh, ingin menjauh dari mamah nya, tapi tak bisa.
Dengan sesegukan, dia mulai packing barang barang yang nanti akan dia butuhkan. Mamah nya memang wanita hebat, tapi dia tidak ingin seperti mamah nya yang egois pada anaknya sendiri.
Amalia sempat mencuci muka agar tidak terlalu terlihat seperti habis menangis. Dia turun kebawah dengan kepala sedikit menunduk, disana sudah ada Bagas, Bisma, dan Laras. Yang ternyata ikut dalam Pemotretan nya kali ini.
"Mah," panggil Amalia lirih.
Nila melirik sebentar, lalu berjalan keluar dengan yang lain, tanpa mempedulikan dia yang mati Matian menahan sakit dihatinya.
Selama diperjalanan keluar kota, Amalia hanya diam, tanpa mengeluarkan sepatah katapun, dan yang lain nya pun acuh tak acuh padanya. Setelah sampai, Amalia mulai Pemotretan yang memakan waktu banyak, harusnya besok dia pulang, tetapi, karna besok ada acara disini, jadi di undur menjadi lusa, membuat Amalia bete.
Di hotel terdekat, Amalia tengah termenung didepan jendela yang menunjukan ibu kota yang mulai terguyur hujan. Menikmati sensasi dingin yang membuat Amalia tenang.
Tetapi, ketenangan nya terganggu oleh suara telpon dari ponsel yang berada di samping nya. Dengan malas, ia mengangkat telpon itu.
"Halo."
"Hallo, my Bestie, ada apa nih kagak sekolah? Ngelonthe ya?" Suara Risya menyambut pendengaran Amalia.
Amalia berdecak kesal, "Iya, gue lagi di hotel nih," balasnya.
"Bagus, Bestie. Lanjutkan." Tawa Risya mengudara, membuat Amalia ikut tertawa. Mood nya kembali muncul jika bersama sahabatnya ini.
"Eh, Li. Lo tau gak?"
"Gak tau, Lo belum kasih tau." Potong Amalia cepat.
Risya berdecak kesal. "Gue belum selesai ngomong bege!"
Amalia terkekeh pelan. "Ywdah, apa apa?!"
"Crush, Lo. Dia nafas disekolah anjirr" Heboh Risya, tidak tahu saja perubahan muka Amalia seperti apa?
"DEMI, APA?! LO NGELIAT, RIS?! GILA GILA, HARUS NYA LO POTO ANJIR, KIRIM KE GUE, NANTI GUE PAJANG DI KAMAR!" Dan ini Respon Amalia. Berlebihan? Ya, tetapi mendengar nama nya di sebut oleh sahabat sendiri, membuat Amalia panas dingin ditempat, Apa lagi, dilaporkan tentang aktivitas nya selama di sekolah.
"Iya, anjir. Dia juga tadi, bisa jawab pertanyaan guru didepan."
Amalia mengernyit. "Tunggu-tunggu, Lo tau aktivitas dia di kelas dari siapa? Sedangkan Lo sama Crush gue beda angkatan." Heran Amalia.
"Y-ya gue tau dari temen, ya temen." Gugup Risya takut ketahuan.
"Temen? Lo gak punya temen selain gue, cug. Kagak usah bohong, jujur!" Desak Amalia yang sudah curiga.
Di seberang sana, Risya menyengir walau tak terlihat oleh Amalia. "Anu, gue lagi pdkt sama Ra-rayan. Temen nya Aldo." Risya tertawa kikuk.
Mata Amalia membulat. "YANG BENER LO?!" Pekik nya terkejut.
Risya menjauhkan ponsel nya saat telinga nya berdengung karna teriakan Amalia. "Kagak usah teriak juga, anjir. Sakit nih kuping gue."
Amalia terkekeh, "Iya maaf, kan, gue cuman kaget."
"Kaget, sih, kaget. Tapi, jangan teriak juga." Kesal nya.
"Iya, iya, maaf." ujar Amalia. "Terus, sekarang gimana?"
"Gimana apa nya?"
Amalia berdecak, "Maksud gue, gimana Lo sama Rayan sekarang?"
Di seberang sana, Risya terkekeh, "Menurut Lo, Rayan orang nya gimana?" tanya malu malu Risya.
"Kagak nyambung Lo, gue nanya Lo sama Rayan hubungan nya apa sekarang?"
"Udah, Lo tinggal jawab aja. Nanti gue jawab pertanyaan Lo tadi" sungut Risya.
Amalia berpikir sebentar, "Dia orang nya baik, ganteng juga, iya. Famous, iya. Berprestasi, iya. Pokonya gitu lah yang gue tangkap dari dia" ujar Amalia menjelaskan tentang Rayan, menurutnya.
Risya berjingkrak-jingkrak di tempat nya, dengan suara ingin berteriak tetapi ia tahan dengan mengalihkan, menggigit bantal kasur kamar nya, pipi nya terasa panas, perut nya seperti ada kupu-kupu yang ingin berterbangan, mendengar penjelasan Amalia.
"Halo, Halo, Ris, Lo masih disana, kan?" tanya Amalia, saat tidak ada suara Risya sama sekali.
"Hah? Iya, gue masih disini."
Amalia mengangguk. "Rayan orang nya emang paket lengkap. Tapi, gue gak setuju, deh, Lo sama dia."
Di seberang sana, Risya menegang. "Maksud, Lo?"
"Iya, gue gak setuju sama Lo, karna, Rayan lagi Gamon!"
Deg.
Risya terdiam kaku, "Ga-gamon? YANG BENER LO!" teriak Risya terkejut.
Amalia mendengus kasar, mengusap telinga nya yang berdengung nyaring karna teriakan, sahabat nya. "Iya, yang gue denger sih gitu."
"Gue gak percaya. Soalnya Rayan, kan, Playboy mana mungkin dia Gamon."
Amalia mengambil gelas yang berada di nakas, saat tenggorokan nya kering. "Terserah mau percaya apa nggak, yang penting Lo jangan terlalu Deket sama dia, takut nya di jadiin bahan pelampiasan." ujar Amalia menasehati.
"Oke gue ikutin apa kata Lo." Pasrah Risya.
"Udah malem, mending Lo tidur. gue pulang nya lusa."
Tut.
Amalia mematikan telpon nya sepihak, saat netra mata nya menatap sebuah objek yang terlihat jelas dari arah kamar hotel nya. Amalia mengucek mata nya, meyakinkan bahwa yang di lihat nya hanya halusinasi.
"Nggak mungkin..." lirih Amalia.
TBC.
Vote + Komen !
See you.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mas Crush
Teen FictionKetika cinta pada pandangan pertama kepada Mas Crush. Membuat dia tergila gila akan sosok lelaki tampan yang memakai bandana basket dengan keringat yang terus mengucur, membuat pesona nya berkali kali lipat. Di tempat tribun, satu sosok perempuan m...