° Chapter 3 : Green °

48 11 0
                                    

Sejak pertemuan mereka yang terakhir kali yang terkesan canggung itu, entah kenapa Joseph semakin terbuka kepada (Name). Joseph sendiri tidak mengetahui-alasan apa yang membuatnya menceritakan masa lalu-kemudian menangis di hadapan penyintas seperti bocah.

Namun-Joseph rasa itu karena (Name)-lah yang membuat perasaannya menjadi gundah. Hanya karena itu, bukan alasan lain.

Setelah kejadian itu, Joseph pergi dari sana setelah 'meminta' (Name) untuk tutup mulut soal kejadian itu. Sapu tangan milik sang gadis tak ia kembalikan-ia masih tahu malu untuk setidaknya membersihkan dahulu sapu tangan itu baru dikembalikan kepada (Name).

Sekarang, ia berdiri di depan mansion penyintas. Ia menarik napasnya dalam-dalam, bersamaan dengan tangan kanannya mengetuk pintu mansion itu. Terdengar langkah kaki dari balik pintu-berselang sepuluh detik, pintu pun dibuka.

"Oi, Carl! Sudah kubilang kalau mau masuk ya masuk saja, tidak perlu mengetuk-eh?"

Suara laki-laki itu terhenti ketika mendapati sosok pemburu yang paling diwaspadai oleh para penyintas-sebab kemampuannya yang sangat merepotkan. Ia mendecak kesal, menatap Joseph dengan tatapan tidak suka. "Kau ... fotografer. Untuk apa kau ke mari?"

Joseph menghela napas kasar. Memang betul reputasinya sebagai pemburu benar-benar buruk-sebab ia tak kenal ampun dan sangat arogan. Netra birunya memandang laki-laki dengan tudung hijau itu. "Sopanlah sedikit padaku, bocah Subedar."

"Aku ingin bertemu si pemain flute."

Netra kehijauan Naib terbelalak mendengar perkataan Joseph, seketika ia memasang posisi siaganya. "Nona (Surname)? Dia tidak punya urusan denganmu."

"Aku yang punya urusan dengannya."

Keduanya saling beradu pandang, sama-sama memandang satu sama lain dengan tatapan tidak suka. Joseph tidak menyukai Naib dengan kemampuannya yang cukup merepotkan-dan sebaliknya, Naib juga sama.

"Kau gila, fotografer? Kau tidak boleh bertemu dengannya."

"Apa hakmu melarangku, bocah?"

"Kau adalah pemburu, dan aku hanya menghentikanmu membuat kekacauan di mansion kami."

"Kami sebagai pemburu memiliki larangan melukai penyintas di luar arena."

"Tetap saja-"

"Tuan Naib, ada ribut-ribut apa ini?" Suara yang sangat mereka kenali menyapa indra pendengaran, disertai dengan langkah anggun dari dalam mansion pemburu. (Name) menghampiri mereka berdua dengan langkah pelan. "Aku mendengar namaku disebut-ah, tuan Joseph?"

(Name) memandang keduanya bergantian, ia menyadari kebencian yang tersirat pada netra mereka masing-masing. Ia hanya tersenyum lembut, memandang Naib dan Joseph dengan tatapan penuh tanda tanya.

"Fotografer ingin bertemu denganmu." Naib mendecak kesal dan melipat kedua tangannya di depan dada. "Lalu aku melarangnya. Apa itu salah?"

(Name) hanya mengangguk-angguk pelan, seraya beralih memandang Joseph keheranan. "Tuan Joseph ada perlu apa denganku?"

"... Aku ingin mengembalikan sapu tanganmu." Joseph mengambil sapu tangan dari sakunya, kemudian diulurkannya pada sang gadis. "Sudah kucuci."

"Ah, sapu tanganku." (Name) menerima sapu tangannya dan menyimpannya di saku, ia tersenyum lembut dan membungkukkan badannya. "Terima kasih banyak, tuan Joseph. Kau sampai repot-repot mengantarnya padaku."

"Tidak perlu berterimakasih. Toh, aku meminjamnya darimu." Joseph menghela napas untuk kesekian kalinya, kemudian ia berbalik untuk segera pergi dari sana. "Aku pergi-"

Coloruary « Joseph Desaulnier x Reader » (Identity V)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang