° Chapter 2 : Brown °

60 11 2
                                    

Sudah dua minggu berlalu sejak Joseph mampu melihat warna biru. Entah karena keajaiban, atau memang gadis itulah 'kunci' untuk Joseph melihat dunia penuh warna lagi, Joseph tidak tahu. Bahkan setelah beberapa kali bertemu dengan sang gadis dalam arena, ia tetap tidak mengetahui jawabannya.

Ketika ditanya, gadis itu hanya tersenyum manis dan berkata, "Sesuai perkataanku, aku akan membantumu melihat warna lagi."

Namun, ia mengetahui satu hal, bahwa si pemain flute memiliki kemampuan 'misterius' yang berada di luar nalar manusia. Seperti halnya Eli Clark si peramal yang mampu melihat masa depan-mungkin kemampuan (Name) adalah karunia dari Tuhan?

Joseph hanya menghela napas kecil. Semalaman ia tak tidur memikirkan kejadian misterius yang dialaminya. Sepanjang ia berjalan ke mansion pemburu, ia melihat warna biru di samping hitam dan putih-oh sungguh Joseph belum percaya atas apa yang dialaminya ini.

Hari ini Oletus Manor tidak menjadwalkan Joseph untuk tanding, dan ia cukup bersyukur atas itu. Ia masih memusingkan dirinya yang mampu melihat warna, jikalau hari ini ada pertandingan, beban pikirannya akan semakin bertambah.

'Gadis itu ... apa dia benar-benar memiliki karunia Tuhan?'

'Jikalau iya-kenapa ia memilihku sebagai 'subjek' kekuatan dari Tuhan itu?'

Berbagai macam pertanyaan terlintas dalam benak Joseph. Ia memijit pelipisnya yang terasa pening. Ia merasa gelisah, sekaligus heran. Jemarinya mengetuk-ngetuk meja di ruang makan mansion pemburu.

"Fotografer?"

"...."

"Hei, fotografer."

"...."

"Fotografer, Joseph Desaulnier!"

Tiga kali julukannya di manor itu disebut, Joseph tersentak dan seketika mengalihkan atensinya pada seseorang yang memanggilnya itu, ia berdiri di belakang si fotografer. Netranya mendapati sosok berperawakan tinggi dengan topeng putih yang menutupi wajahnya.

"The Ripper ...." Joseph menyebut satu nama, memandanginya dengan keheranan. Tak biasanya ada pemburu lain yang mengajaknya berbicara-sebab, ia sendiri enggan untuk mengobrol atau sekadar berbasa-basi. "Ada apa?"

The Ripper-atau yang lebih dikenal dengan nama Jack menghela napas kecil, seraya kakinya melangkah untuk menghampiri si fotografer. Ditariknya kursi yang terletak di samping Joseph, kemudian ia duduk di sana, seraya mengalihkan atensi sepenuhnya kepada Joseph.

"Lima belas menit."

Joseph mengernyit keheranan, tidak mengerti maksud perkataan Jack yang hanya menyebutkan waktu. Netra birunya memandangi The Ripper. Jack hanya menghela napas kecil, seraya memangku tangannya di depan dada.

Jack menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi, memandang Joseph dengan tatapan yang tak bisa diartikan. "Sudah sekitar lima belas menit kau tampak gelisah, sejak aku datang ke sini."

"Apa ada sesuatu yang mengganggumu, fotografer?"

Joseph bergeming ketika mendengar pertanyaan Jack. Sepertinya kegelisahannya benar-benar terlihat-sampai-sampai rekan sesama pemburunya saja mengetahui itu. Memalukan, bagi Joseph.

"Tidak ada apa-apa ...." Joseph berdusta seraya menghela napas singkat. Hal seperti ini bukanlah hal yang wajar untuk diceritakan pada sesama pemburu. Ia menyadari tatapan Jack sepenuhnya diarahkan padanya, dan ia memilih untuk memutus kontak mata itu.

Jack tertawa kecil. Seringai tipis terulas di wajahnya yang tertutupi oleh topeng. "Ohh ... kupikir kau sedang gelisah karena gadis itu?"

"Aku tak ingat namanya, tapi dia adalah si pemain flute, benar?"

Coloruary « Joseph Desaulnier x Reader » (Identity V)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang