4

11 2 2
                                    

Senja menyapa sedikit malu-malu. Berbeda dengan biasanya, langit menguning cerah kadang memberi warna baru disana. Formasi lengkap keluarga Indra Hadiyawan. Sonia sang Bunda juga sudah siap dengan alat tempurnya. Rani juga ikut sibuk menyiapkan bakso rumahan ala Bunda Sonia. Para lelaki? Ah mereka sedang asik dengan dunia mereka sendiri.

Adzan maghrib terdengar merdu. Para lelaki pergi ke masjid lengkap dengan sarung warna gelap, koko warna terang, dan peci hitam bermotif. Damage sudah kalau tiga pawang Sonia dan Rani berpenampilan seperti ini. Indra yang sudah berumur saja terlihat muda, dan yang muda terlihat lebih... Ah sudahlah. Pokoknya gantengnya bertambah-tambah.

Setelah pulang dari masjid, mereka kembali duduk di mushola rumah dan membaca Al-Quran bersama. Mengecek hafalan masing-masing hingga selepas isya. Sementara Rani dan Sonia bergantian sholatnya untuk menunggui masakannya. Agar matangnya pas dan nikmat.

"Ayah, kak Sada, Dek Ady makan yook. Udah siap nih!" Teriak Sonia dari dapur.

Baiklah, terhentilah sudah candaan ala lelaki di kediaman Indra. Mereka akan tunduk ketika Ibu Negara sudah melontarkan titahnya. Barakallah. Ah sudahlah. Lagian perut mereka juga sudah mulai berontak minta diisi.

"Wih mantap. Kali ini bakso mana bund?" Ucap Ady terdengar antusias

"Bakso khas Rumah Indra, Dek." Jawab Sonia sekenanya

"Astaga bunda, cinta banget sama ayah ya? Sampe nama ayah dibikin nama usaha?"

"Iya dong. Kalo ngga cinta nggak tak masakin. Masak sendiri sana." Ucap Sonia yang sewot nya dibuat-buat.

Indra shock dengan jawaban sang Istri. Pasalnya ia tak begitu bisa memasak. Hanya beberapa menu saja yang ia bisa memasak. Kalau hanya masak nasi dalam magiccom, nyeplok telur, bikin sup sayur sederhana pakai bumbu instan, bikin rendang, soto, ayam bawang dalam bentuk mie instan ia juga bisa. Namun kalah telak dengan sang istri.

Sementara ketiga anak disana hanya diam mengulum senyum melihat drama antara ayah dan bundanya. Epic memang, tapi memang sukanya begitu. Bikin kangen rumah kalau nginep diluar lama. Entah kegiatan sekolah maupun kampus.

"Bunda, makan yuk. Rani laper."

"Ayo sudah. Selamat makan suami dan anak-anakku."

"Selamat makan semuanya."

Makan malam mewah ala Rumah Indra dan Sonia. Kenapa mewah karena memang sore ini agak mendung. Cocok makan yang hangat-hangat. Jadilah bakso khas Rumah Indra, begitu kata bunda.

Iya kan saja. Biar bunda seneng, moodnya baik dan kita semua akan dimanja sama bunda. Siapa sih yang ngga suka dimanja sama ayah sama bunda? Ngga ada. Manjanya juga beda-beda. Tapi bunda bisa memenuhi kadar manja ala anak-anaknya. Hebat kan?

Makan sore dan malam ini cukup mengesankan. Formasi lengkap, makan hangat-hangat, camilan udah ready di toples dan yang lainnya. Mantap. Mari kita sambut selasa malam ini dengan penuh syukur. Alhamdulillah.

Setelah selesai makan, gantian Ayah dan Sada yang mencuci piring dan perkakasnya. Karena Ady sudah memasak dan bersih-bersih tadi pagi. Adil kan? Bagi-bagi tugasnya,  biar capeknya sama-sama. 

Kini ruang makan dan dapur sudah bersih. Berganti acara ramai di ruang tengah sembari menonton TV. Eh bukan. Di tonton TV lebih tepatnya. Bunda Sonia dan Rani sedang asyik merawat diri alias maskeran di kamar Rani.

Di ruang TV hanyalah para lelaki. Dan berkali-kali pula Ady menghela nafas gusar. Sada tahu apa yang ingin diungkapkan Ady. Ia melirik sang ayah dan memberi kode menunjuk Ady dengan dagunya. Indra yang paham kode dari putra sulungnya kemudian pergi mengambil air mineral kemudian duduk di samping kiri anak bungsunya. Sementara Sada leha-leha di sofa empuk warna abu tua.

"Kamu kenapa, Dek? Dari tadi ayah perhatiin kok gelisah. Putus sama pacar kamu?"

"Mana ada Ady pacaran, Yah. Lebih sayang sama hafalan dia lah. Aku aja keselip terus." Timpal Sada memanas-manasi.

"Ngga ada pacar, Ayah." Jawabnya. "Masak kamu semuanya unggul kak. Sesekali aku juga lah ya." Ketus Ady.

"Kamu itu Da, seneng bangeet jailin adekmu."

"Bikin adek-adek kesel adalah keharusan yah. Bisa kangen berat aku sama mereka kalau diam-diam aja. Ntar sepi. Pasti pada nyariin aku kan kalau aku dah berangkat kuliah? Hayoo ngaku?" Jawabnya dengan sangat PeDe. Nah kan isengnya kumat lagi.

"Yah, Ady boleh minta pendapat?"

"Aku enggak nih?" Timpal Sada.

Ady hanya melirik Sada dan menatap sang ayah.
"Yah, Ady bingung habis ini mau kemana. Ke kedinasan atau kuliah."

"Kalau kedinasan? Kamu mau kemana?"

Ady melirik Sada, dan Sada mengangguk. "Ady pengen masuk Akmil, Yah. Apa ayah mengizinkan?"

"Beneran kamu?" Ucap Indra kaget mendengar penuturan anak bungsunya.

"Iya, Yah, nanti buat usaha catering, aku minta tolong kak Rani buat handle. Buat propretinya biar kak Sada yang pegang. Aku percaya sama kak kembar."

Indra makin terkejut mendengar penuturan anak bungsunya. Pasalnya ia tak pernah tahu bahwa anaknya punya bisnis sendiri. Kapan mulainya saja tidak tahu. Kaget dan terkaget-kaget ditambah terkejut. Indra melirik Sada. Lagi-lagi main kode. Sada kemudian bangun dari tidurnya dan duduk di sofa.

"Sada sudah tahu semuanya, Yah. Ady yang minta Sada untuk rahasiakan semuanya. Itu kenapa Ady begitu hemat dan bahkan ia sering puasa sejak sehabis khitan."

"Benar nak?"

Ady mengangguk pelan. Kemudian ia merasakan hangatnya pelukan Sada dan Indra. Benar-benar hangat dan menenangkan.

"Ayah bangga sama kamu, Nak. Ayah bangga sama anak-anak Ayah. Maaf, ayah sibuk dengan urusan ayah bahkan hal seperti ini ayah ngga pernah tahu."

"Ngga, ayah terbaik buat kita. Ayah panutan dirumah ini." Ucap Sada

Indra memegang pipi Ady, "Ayah, izinkan kamu untuk melanjutkan impian kamu. Dimana saja. Ayah mendukung pilihanmu. Doa ayah selalu yang terbaik untuk anak-anak ayah. Kejarlah mimpimu nak." Indra kembali memeluk kedua anak laki-lakinya.

"Ayah, meridhoi impian kalian. Ayah ngga mau memaksakan kalian untuk menjadi seperti apa. Kalian permata Ayah dan Bunda. Kalian punya kelebihan masing-masing. Ayah percaya kalian bisa tumbuh dengan cara kalian masing-masing. Yang akur ya nak. Jaga kekompakan kalian ya."

"Siap, Ayah. Terima kasih." Ucap Ady dan Sada bersamaan

"Sudah, ini minum dulu. Jangan kelihatan habis nangis. Nanti Ayah yang dimarahin Bunda kalian." Kelakar Indra

Ketiganya tertawa kemudian menonton acara sepak bola lokal bersama hingga hampir tengah malam. Memang Ady sudah diberi tahu sejak ia masih kecil bahwa dia bukan anak kandung Indra dan Sonia. Namun ia tidak pernah merasa bahwa ia adalah anak angkat karena Indra dan Sonia tidak pernah membedakan antara Sada, Rani, dan Ady. Ditambah wajah Ady dan Sada sedikit mirip. Itu merupakan keuntungan tersendiri bagi seorang Ady.

Allhamdulilah, bersyukur lagi. Bersyukur terus karena nikmat dari-Nya tak pernah ada tandingannya.

10112021
Haii, pagi ini aku update nih
Jangan lupa voment yaaa
Sehat selalu dan bahagia terus yaaa
Jangan lupa bersyukur! 🌻

KembarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang