9

3 1 0
                                    

"Boleh bunda bicara sebentar?" Ucap Sonia

Ady mengangguk kemudian menegakkan badannya.  Ia memokuskan netranya pada sang Bunda.  Entah mengapa Ady justru merasa bahagia,  meskipun ia belum tahu apa yang akan bundanya katakan. 

"Misalnya kamu bertemu dengan ayah kamu,  apa yang akan kamu lakukan?" Kata Sonia hati-hati.

"Aku pengen memeluknya karena belasan tahun aku merindukannya.  Walaupun begitu aku akan tetap menjadi anak ayah Indra dan Bunda Sonia.  Karena kalianlah yang merawat dan membesarkanku.  Aku ngga tau Bun apa alasan sebenarnya ayah menitipkan aku disini."

Sonia mengangguk. "Besok, akan ada tamu ke sini. Kamu ngga ada acara kan? Tolong bantuin Bunda masak ya.  Kalau kamu mau ikut Rani dan Sada belanja dulu ke pasar juga ngga apa."

"Oke, Ady ikut deh.  Tapi mau masak apa memangnya?"

"Masak rawon aja.  Nanti sisihannya terserah kamu mau bikin apa."

"Duh Bunda bikin bingung ih kalau gitu.  Kasih ide dong Bun.  Ady masih kenyang jadi ngga muncul idenya." Keluh Ady

Sonia geli sendiri melihat tingkah sang putra.  Ketika orang butuh makan biar kuat mikir,  justru ia tidak bisa mengelola idenya ketika sehabis makan.

"Kamu mau rawon ayam apa daging? Atau mau bikin soto aja?" Tanya Sonia

"Ady kangen rawon Bunda.  Bikin rawon daging aja yaaa." Ucapnya dengan memelas pada Sonia

Sonia gemas sendiri.  Ia berdiri beranjak menuju kursi yang ada di samping putranya.  Ia membawa blocknote dan pulpen yang ada di atas kulkas. 

"Nih, mas tulis coba apa aja yang dibutuhkan.  Bahan-bahan dirumah udah pada habis semua.  Jadi sekalian kalian belanja buat nyetok ya."

"Lah,  banyak banget Bunda."

"Kan kalian belanja bertiga. Bisa lah bawa banyak barang.  Nanti setelah pulang jangan lupa mobilnya dicuci biar ngga bau."

Ady melongo.  Titah kanjeng ratu mana bisa ditolak?  Semua bahan habis itu bisa hampir 2 juta habis kalau sekalian nyetok.  Astaga,  tugas macam apa ini?  Apakah ini hukuman karena Ady demam? Tentu saja tidak. 

Bunda Sonia sudah berlalu kembali ke kamarnya.  Tinggallah Ady seorang diri dengan blocknote dan bolpoin di tangannya.  Untung masih ada makanan di depannya.  Tahu bakso dan sambel yang ia buat tadi. Kalau misal habis ya biarlah sekalian ngga ada masakan sisa untuk nanti.  Biar semuanya fresh from the pan.   Aish apalah itu. 

Ady kembali menikmati tahu bakso dengan menyocolkan ke dalam sambel.  Tangannya bergerak menuliskan bahan-bahan yang akan dibeli.  Mulai yang kecil imut-imut macam ketumbar,  yang halus seperti tepung,  hingga yang segar seperti sayur dan buah.  Ady handal dalam hal itu.  Tak heran jika ia sudah punya usaha kuliner diusianya. 

Daftar belanja ditulis sedetail-detailnya.  Ady tidak mau ada yang lupa tidak terbeli padahal itu penting.  Untuk sayuran okelah mungkin bisa beli di sayur keliling.  Tapi untuk bumbu-bumbuan Ady lebih suka beli dalam jumlah banyak untuk stok. 

Tak terasa tangannya sudah menuliskan lebih dari 4 halaman block-note.  Banyak? Cuma dua lembar kok.  Tapi mungkin sedikit lebih banyak pengeluarannya.  Karena harus beli daging merah,  dan beberapa sumber protein lainnya. 

Setelah selesai  ia segera merapikan kulkas.  Apa yang masih bisa dipakai diamankan sementara yang sudah kadaluarsa ia kumpulkan dalam plastik dan dibuang.  Untung yang dibuang ngga banyak.  Hanya susu kemasan 1 liter yang masih tersisa tidak lebih dari setengahnya. 

KembarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang