2. Ju Hua

49 10 7
                                    

"Gapapa capek, Ju. Bentar aja tapi, ya. Nanti kalau udah hilang capeknya, harus semangat lagi."


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Aku menghabiskan satu cangkir kopi hangat dan selembar roti sebelum akhirnya berangkat ke rumah Ju Hua. Tadi pagi-pagi sekali, ayah sudah pergi duluan, katanya ada acara di kantor DPRD. Aku tidak tahu acara apa, dia terlalu banyak mengambil pekerjaan.

Jika saja kehidupanku lebih normal, pasti akan sangat menyenangkan saling bercerita dengan ayah sendiri tentang bagaimana hari berlalu. Suasana seperti itu sudah lama sekali tidak kurasakan, sepertinya saat aku masih di duduk di bangku dasar. Malam hari yang kami habiskan di meja makan sembari berceloteh ada apa dalam kegiatan yang terjadi di hari itu. Entah hal yang menyenangkan atau bahkan menjengkelkan.

"Setidaknya itu menambah pengalaman kamu untuk tahu bagaimana menyikapi seseorang yang seperti itu," ujar ibu kala itu saat aku mengeluh tentang temanku yang mencuri alat tulisku.

Kejadiannya saat aku duduk di kelas empat SD. Aku menangkap temanku yang mengambil pensil mekanikku. Ia menyatakan jika pensil itu miliknya dan tidak mengaku jika ia mencurinya. Aku berakhir memukul anak itu, dan ibu dipanggil ke sekolah.

"Udah lama?"

Aku menegakkan kepalaku, menatap Ju Hua yang sudah memasang helmnya.

Aku menggeleng pelan. "Baru sampai. Di rumah gada orang?"

Ju Hua menggeleng. "Nyokap pergi kerja, jadi sendirian gue."

Ju Hua naik ke atas motorku saat aku ber-oh ria menanggapinya. Tadi pagi Ju Hua sudah memberikan tempat yang ingin ia kunjungi. Biasanya jika ia ingin ke alam terbuka, pasti sedang meributkan sesuatu dengan ibunya.

Lagi pula, kami ini sama.

Ju Hua itu anak yang berbakat dan berprestasi. Salah satu jenis manusia yang paling tidak aku suka. Tapi dia melakukannya karena ingin membuktikan jika ia layak hidup di dunia. Rasa benci itu berubah juga secara perlahan.

Ju Hua merupakan anak jurusan desain fashion. Teknik menggambarnya sangat luar biasa, terlebih di tahun pertamanya, ia berhasil memenangkan juara utama sebagai desain terbaik di tingkat provinsi.

Kemudian hal yang bisa ia lakukan bertambah. Menyanyi dan membaca puisi. Ia mendapat juara ketiga saat acara bulan bahasa di universitas swasta di kota.

Ju Hua selalu menyumbat telinganya. Bahkan jika kuingat, saat aku mengutarakan perasaanku, ia juga menyumbat sebelah telinganya dengan handsfree. Selera lagunya juga sama denganku. Terkadang indie, terkadang juga alternatif rock.

Aku melenguh panjang setelah memarkirkan motor dan melepaskan helmku.

"Sorry, ya, kejauhan," ujarnya pelan. Ia turut melepaskan helmnya dan menatapku dengan senyuman tipis.

Semua Yang Tidak SejalanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang