Gelas yang retak tidak bisa disatukan jika tidak ada lem nya. Bahkan gelas itu tidak sesempurna seperti sebelumnya.
-AkmalAku ingat bagaimana perawakan wanita paruh baya yang mengisi masa kecilku. Rambutnya hanya sepanjang pundak dengan tahi lalat di sekitar dagunya.
Aku ingat. Lalu wanita yang ada di hadapanku ini adalah dirinya. Sosok yang pernah kupanggil ibu.
"Halo, Akmal. Bagaimana kabarmu?"
Tiba-tiba pergi, lantas tiba-tiba kembali. Aku menatapnya dengan senyuman tipis, tidak ingin berdebat atau bahkan mendengarkan basa-basi yang panjang. "Apa yang membawa Ibu kemari?"
Ibu mendekat, kemudian tersenyum memperlihatkan kerutan di wajahnya. "Apa kamu mau memulai semuanya dari awal? Hidup bersama Ibu di rumah baru?"
Aku menatapnya tidak percaya. "Bersama Ayah baru? Adik baru? Kakak baru? Hentikanlah, Ibu. Akmal capek. Tidak Ayah, tidak Ibu, kalian berdua sama saja."
"Ibu berjanji--"
Aku menggeleng cepat. "Jangan pernah berjanji, Ibu. Jangan pernah berjanji pada hal yang nggak bisa Ibu tepati."
Lengang sejenak, ibu tidak lagi berbicara. Hingga akhirnya aku menghela napas panjang. "Ibu, terima kasih untuk ajakan itu, tapi jika pindah, Akmal harus memulainya dari awal dan itu melelahkan. Bagaimana jika kita tetap seperti ini, bertemu seminggu sekali kemudian bercerita apa yang terjadi selama ini?"
Ibu tidak membalasku, ia memelukku dan mengelus punggungku. "Maafkan Ibu."
Sejujurnya ini bukan salah siapa-siapa. Manusia dasarnya memang egois. Ayahku egois, ibuku egois, dan aku egois. Jadi ini bukan salah siapa-siapa. Gelas yang retak tidak bisa disatukan jika tidak ada lem nya. Bahkan gelas itu tidak sesempurna seperti sebelumnya.
Cloudy datang ke rumah sakit ketika pulang sekolah saat aku mengabarinya di pagi hari menggunakan ponsel milik Ju Hua. Ponselku layarnya rusak jadi harus diperbaiki terlebih dahulu.
Ia kaget mendengar berita mengenai kondisiku lagi. Ia marah-marah dan kembali meninggalkan wejangan selama panggilan berlangsung. Lantas mengatakan jika ia akan datang menjengukku di rumah sakit bersama Ju hua.
Sekarang di sinilah dia, tengah menatapku dengan tajam. Ia datang dengan beberapa buah dan roti.
"Maaf. Aku nggak maksud apa-apa, jujur. Itu murni kecelakaan," ujarku berusaha membela diri dari tatapan tajamnya itu.
Cloudy menghela napas panjang. "Meskipun gitu, harusnya kamu hati-hati, Mal. Liat sekeliling, nggak ngebut, pake helm."
"Siap salah."
"Tapi, Ju Hua cerita ke aku. Soal kamu yang udah gamau bertahan lagi." Cloudy tertunduk. Di tangannya sudah ada sebungkus roti yang sebelumnya hendak ia berikan padaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Semua Yang Tidak Sejalan
Dla nastolatków⚠️Cerita Sensitif, mengandung banyak hal negatif seperti self harm, family issues, dan toxic masculinity⚠️ 17+ Diharapkan bijak dalam memilih bacaan. Akmal, kehidupan yang besar itu akan mengakhirinya, segera. Setiap oksigen yang dihirupnya, akan m...