Pahlawan Tanpa Tanda Jasa (1)

27 7 4
                                    

Nama Penulis: Atqiya Husna
Jumlah Kata: 403



"Anjani! Tolong belikan cabe rawit sama bawang merah di warung. Ini uangnya." ujar Masyitha seraya memberikan uang berwarna kuning itu.

Sang anak pun bergegas menuruti perintah ibunya. Diambilnya kerudung marun yang tergantung di hanger lalu dikenakannya.

"Anjani berangkat dulu, Mak. As-salamu'alaikum." ucapnya, seraya meraih tangan kanan Masyitha. Disalaminya dengan takzim tangan itu.

"Hati-hati di jalan. Jangan terlalu lama, mau dipake buat masak soalnya. Wa'alaikumus-salaam." Perintah itu dijawab dengan anggukan oleh Anjani.

Sebetulnya Anjani ada maksud lain ketika keluar rumah. Bukan enggan memenuhi perintah sang emak. Namun, ia pikir tak akan memakan waktu lama jika hanya sekadar bertemu dengan kakak sepupunya untuk mengambil barang yang ia pesan dua hari yanglalu.

Mereka sudah berjanji sebelumnya untuk bertemu di Taman Anggrek. Tak jauh letaknya dari warung tempat Anjani membelikan barang pesanan Masyitha.

"Bu, bawang sama cabe rawit lima ribu."

Dengan cekatan ibu warung mengemas barang yang hendak dibeli Anjani. Tak lama berselang, plastik hitam berisi berisi barang yang ia pesan sudah berada di tangan, ditukar dengan lintingan uang yang sedari tadi dipegangnya.

Ia melanjutkan perjalanan menuju tempat selanjutnya. Setibanya di sana, dengan segera mengirim pesan kepada Meida—kakak sepupunya.

[Kak, aku sudah sampai di Taman Anggrek]

[Iya, aku segera ke sana.]

Dua menit berselang, Meida sudah tiba di Taman Anggrek dengan membawa sebuah kado besar. Iya, Anjani memang berpesan untuk langsung dibungkus kado barang yang dipesan.

"Ini uangnya, Kak. Makasih banyak, ya."

Transaksi jual-beli pun dilakukan oleh Anjani untuk kedua kalinya. Teringat akan pesan sang ibu untuk tidak berlama-lama, ia pamit undur diri untuk segera pulang.

Anjani melangkahkan kaki dengan berlari kecil. Berharap Masyitha tidak terlalu menunggu lama. Walaupun menurutnya ia tidak terlalu lama bertemu dengan kakak sepupunya. Tetapi ia tahu, pasti emaknya telah menunggu di rumah.

Setibanya di rumah, ia segera menyodorkan barang pesanan emak sekaligus kado yang tadi dibeli.

"Mak, ini pesanan emak. Dan ini untuk emak, pahlawan tanpa tanda jasa yang sudah menyayangiku dan membimbingku dengan lembut." bisiknya seraya memeluk perempuan paruh baya yang telah melahirkannya.

"Ya Allah, Nak. Emak enggak minta, lho. Terima kasih sudah membuat emak merasa jadi perempuan paling beruntung di muka bumi."

"Iya, Mak. Anjani sayang Emak. Jangan pernah tinggalin Anjani, ya, Mak."

Bulir bening hampir menetes di pelupuk mata Anjani. Namun, segera dihapusnya. Anak itu memang paling enggan jika harus terlihat lemah di hadapan orang lain, tak terkecuali sang emak. Di balik sifat dinginnya, tersimpan rasa takzim yang besar untuk perempuan yang disematkan gelar pahlawan tanpa tanda jasa itu.

Event CermintriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang