Prolog

208 34 17
                                    

Manusia yang menganggap dunia sebagai wahana permainan.

Manusia yang tidak paham makna perasaan.

Manusia yang menyepelekan hidup orang lain.

Manusia yang hanya ingin dimengerti dan bukan peduli.

Salah satu dari 'manusia' itu adalah kamu, Oshe.

Sepucuk surat itu masih terselip dengan rapi di notebook hitam. Entah kenapa goresan tangan penuh kekesalan itu menggerakkan hatinya. Siapapun yang menulis surat itu, ia benar. Tak ada yang salah dari deretan kata itu.

Lelaki itu membenamkan wajahnya. Terngiang-ngiang sosok gadis yang selalu memaksakan diri untuk berada di dekatnya di setiap keadaan. Dulu, ia pernah berada pada titik jenuh, bosan, dan lelah untuk sekadar melihatnya. Ia pernah mengharapkan gadis itu pergi sementara untuk membuatnya bebas.

Tapi... bukan seperti ini yang ia inginkan. Berkali-kali ia menyangkal kenyataan bahwa gadis yang mencintai segala kelebihan dan kekurangannya sepenuh hati itu kini pergi selama-lamanya. Sekali lagi, bukan pergi seperti ini yang ia harapkan!

Mungkin, ia manusia yang tidak tahu terima kasih. Dulu, kepergian gadis itu sangat ia dambakan, kini... ia membenci kata itu, 'kepergian'. 

Tuhan, apa Kau sengaja mengambilnya dariku, untuk menghukumku?

Yang ia harapkan saat ini hanya satu. Keajaiban... Ya, keajaiban! Jika saat ini ia amat menginginkan gadis itu kembali, apakah Tuhan akan mengabulkannya? Ia percaya keajaiban itu ada, bahkan jika keinginannya sama sekali tidak masuk akal, maka keajaiban yang Tuhan berikan akan mampu memberikan segalanya.

Kumohon keajaiban untukku... ayunkan kembali waktuku, untuk bisa bersamanya.

🕓🕓🕓

Turn Back CoupleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang